Suku Lamalera: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Etnik
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240809)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
Baris 21:
==Sejarah==
[[File:Map of Lamalera ethnic-speakers on Lembata Island (Indonesia).png|thumb|Peta persebaran etnis dan [[bahasa Lamalera]] di [[Pulau Lembata]].]]
Menurut Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona, asal-usul masyarakat Lamalera bukan berasal dari keturunan penduduk asli Pulau Lembata. Berdasarkan sejarah dan syair yang diwariskan secara turun-temurun yang disebut sebagai ''lia asa-usu'' ("syair asal-usul"), nenek moyang masyarakat di Lamalera berasal dari [[Kerajaan Banggai|Tanah Luwuk]] hingga mencapai selatan Pulau Lembata dan kemudian menetap hingga turun-temurun. Hal ini terlihat dari ciri fisik yang dimiliki oleh orang Lamalera yang memiliki kemiripan dengan orang-orang dari [[Sulawesi Tengah]] khususnya [[suku Banggai]].<ref>{{cite journal|url=https://id.scribd.com/document/331842671/Letak-Geografis-Suku-Lamalera|title=Letak Geografis Suku Lamalera|website=id.scribd.com|language=id|access-date=2 Januari 2024|date=21 November 2016|first=Yuli|last=Alfiani}}</ref> Nenek moyang masyarakat Lamalera ini datang sekitar 500 tahun lalu. Sebelumnya nenek moyang masyarakat Lamalera lebih dulu mengikuti perjalanan armada [[Gajah Mada]] menuju perairan [[Halmahera]] hingga sampai ke [[Semenanjung Bomberai]], kemudian mereka memutar haluan ke arah selatan yaitu menuju [[Pulau Seram]], [[Kepulauan Gorom|Gorom]], [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Kepulauan Banda|Banda]], [[Pulau Timor|Timor]], dan akhirnya mendarat di Pulau Lembata. Kepindahan nenek moyang masyarakat Lamalera dari Tanah Luwuk ini dilatarbelakangi oleh adanya serangan dan penaklukan kerajaan di Tanah Luwuk oleh [[Majapahit]] pada masa pemerintahan [[Hayam Wuruk]]. Kelompok yang melakukan migrasi inilah yang menjadi asal-usul terbentuknya 5 marga di dalam masyarakat Lamalera, yakni Bataona, Blikololong, Lamanudek, Tanakrofa, dan Lefotuka.<ref name="Migrasi">{{cite web|url=https://denpasar.kompas.com/read/2023/02/11/091100078/mengenal-tradisi-berburu-paus-nelayan-lamalera-di-nusa-tenggara-timur|title=Mengenal Tradisi Berburu Paus Nelayan Lamalera di Nusa Tenggara Timur|website=denpasar.kompas.com|language=id|access-date=2 Januari 2024|date=11 Februari 2023|first=Puspasari|last=Setyaningrum}}</ref> Marga-marga awal ini kemudian menurunkan kurang lebih sebanyak 19 marga yang saat ini menjadi bagian dari masyarakat adat Lamalera.<ref>{{cite web|url=https://www.datatempo.co/MajalahTeks/detail/ARM2018061286487/rekonsiliasi-di-tanah-matahari|title=Rekonsiliasi di Tanah Matahari|website=www.datatempo.co|language=id|access-date=2 Januari 2024|date=27 Agustus 2008|first=Nurdin|last=Kalim}}</ref> Sebagai contoh, marga Bataona menurunkan marga Bediona dan Batafor, sementara marga Lefotuka (disebut juga Lewotukan) menurunkan marga Dasion dan Kedang. Marga Kedang dalam sub-marga Lewotukan (dalam beberapa catatan dieja sebagai ''Kéda'') berbeda dan tidak memiliki hubungan dengan [[suku Kedang]] (''Edang'') yang berdomisili di bagian timur pulau Lembata.<ref>{{Cite book|last=Barnes|first=R.|date=1996|title=Sea Hunters of Indonesia: Fishers and Weavers of Lamalera|url=https://archive.org/details/seahuntersofindo0000barn|publisher=Clarendon Press|url-status=live}}</ref>
 
Pemerintahan adat di Lamalera dijalankan dalam sistem ''lika-telo'' ('tiga tungku') yang diwakili oleh marga Blikololong, Bataona, dan Lewotukan. Urusan administratif terkait Lamalera pada sistem ini, terutama pada masa pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]] diwakili oleh marga Lewotukan dengan istilah ''kakang'' yang mengepalai wilayah Lamalera. ''Kakang'' yang pernah tercatat adalah Muran Kedang dan Bao Dasion.<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|date=2022-09-01|title=Satu-Dua Catatan Tentang Lembata Pembuka Percakapan|url=https://warta-nusantara.com/2022/09/01/satu-dua-catatan-tentang-lembata-pembuka-percakapan/|language=id-ID|access-date=2024-01-06}}</ref> Pada masa pemerintahan [[Republik Indonesia]], urusan pemerintahan administratif diwakili oleh seorang [[kepala desa]], namun keberadaan ''lika-telo'' tetap memiliki peran utama dalam budaya masyarakat Lamalera, terutama terkait tradisi perburuan paus.