Pada tahun 1985, Tgk Hasan di Tiro mendapatmendapatkan dukungan [[Libya]] dan [[Iran]] untuk GAM, dengan mengambil keuntungan dariGAM—memanfaatkan kebijakan [[Muammar Gaddafi]] yang mendukung pemberontakan nasionalis melalui "[[apa yang disebut Mathaba]] Melawan [[Imperialisme]], [[Rasisme]], [[Zionisme]] dan [[Fasisme]]".<ref name=Aspinall_Islam_105>{{cite bookharvp|last=Aspinall|title=Islam and Nation2009|pagep=105}}</ref> Tidak jelas apakah Libya kemudian telah mendanai GAM, tapinamun yang pastijelas disediakanLibya adalahmenyediakan tempat perlindungan di mana para serdaduanggota GAM bisadapat menerima pelatihan militer yang sangat dibutuhkan.<ref name=Aspinall_Islam_105/> SejumlahAda pejuangperbedaan GAMpendapat mengenai jumlah pejuang yang dilatih oleh Libya selama periode 1986- hingga 1989 atau 1990 menceritakan pengakuan yang berbeda-beda.<ref>{{citebook|titlename=ibid}}<Aspinall_Islam_105/ref> Perekrut GAM mengklaimmenyatakan bahwa jumlah mereka ada sekitar 1.000 sampaihingga 2.000 sedangkanorang, sementara laporan pers yang ditulisdiambil berdasardari laporan militer Indonesia menyatakan bahwa jumlah mereka berjumlah 600- orang. hingga 800.<ref name=Aspinall_Islam_105/> Di antara para pemimpin GAM yang bergabung selamapada fase ini adalah [[Sofyan Dawood]] (yang kemudian menjadi komandan GAM [[Pasai|Pasè]], [[Aceh Utara]]) dan [[Ishak Daud]] (yang menjadi juru bicara GAM di [[Peureulak]], [[Aceh Timur]]).<ref>{{cite bookharvp|last=SchulzSchulze|title=Op cit2004|pagespp=15–16}}</ref>▼
[[Berkas:Teuku Daud Beureueh.jpg|jmpl|kiri|175px|Teungku Muhammad [[Daud Beureueh]]]]
Insiden dipada tahap kedua dimulai pada tahun 1989 setelah kembalinya para peserta pelatihan GAM dari Libya.<ref name=Aspinall_Islam_110>{{cite bookharvp|last=Aspinall|title=Islam and Nation2009|pagesp=110}}</ref> Operasi yang dilakukan GAM antarameliputi lain operasi merampokperampasan senjata, seranganpenyerangan terhadap pos polisi dan pos militer, pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan kepadaterhadap personel polisi dan personel militer, informan pemerintah dan tokoh-tokohindividu yang pro-Republik Indonesialainnya.<ref name=Aspinall_Islam_110/>▼
▲Pada tahun 1985, Tgk Hasan di Tiro mendapat dukungan [[Libya]] dan [[Iran]] untuk GAM, dengan mengambil keuntungan dari kebijakan [[Muammar Gaddafi]] yang mendukung pemberontakan nasionalis melalui "[[Mathaba]] Melawan [[Imperialisme]], [[Rasisme]], [[Zionisme]] dan [[Fasisme]]".<ref name=Aspinall_Islam_105>{{cite book|last=Aspinall|title=Islam and Nation|page=105}}</ref> Tidak jelas apakah Libya kemudian telah mendanai GAM, tapi yang pasti disediakan adalah tempat perlindungan di mana para serdadu GAM bisa menerima pelatihan militer yang sangat dibutuhkan.<ref name=Aspinall_Islam_105/> Sejumlah pejuang GAM yang dilatih oleh Libya selama periode 1986-1989 atau 1990 menceritakan pengakuan yang berbeda-beda.<ref>{{cite book|title=ibid}}</ref> Perekrut GAM mengklaim bahwa jumlah mereka ada sekitar 1.000 sampai 2.000 sedangkan laporan pers yang ditulis berdasar laporan militer Indonesia menyatakan bahwa mereka berjumlah 600-800.<ref name=Aspinall_Islam_105/> Di antara para pemimpin GAM yang bergabung selama fase ini adalah [[Sofyan Dawood]] (yang kemudian menjadi komandan GAM Pasè, [[Aceh Utara]]) dan [[Ishak Daud]] (yang menjadi juru bicara GAM di [[Peureulak]], [[Aceh Timur]]).<ref>{{cite book|last=Schulz|title=Op cit|pages=15–16}}</ref>
Meskipun gagal mendapatkan dukungan yang luas, tindakan kelompok GAM yang lebih agresif ini membuatmenyebabkan pemerintah Indonesia untuk memberlakukanmelakukan tindakan represif. Periode antara tahun 1989 dan 1998 kemudian menjadi dikenal sebagai era [[Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998|''"Daerah Operasi Militer''" (DOM) Aceh]] ketika militer Indonesia meningkatkan operasiupaya kontra-pemberontakanpemberantasan dipemberontakannya. Acehtindakan.<ref name=Schulz_p4/> LangkahTindakan ini, meskipun secara taktiktaktis berhasil menghancurkan GAM sebagai kekuatan gerilya GAM, telahnamun mengakibatkanmengasingkan korban di kalangan penduduk sipil lokal dimasyarakat Aceh.Karenasetempat merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, penduduk sipil Aceh kemudian memberi dukungan danyang membantu GAM membangun kembali organisasinyadirinya ketika militer Indonesia hampir seluruhnya ditarik seluruhnya dari Aceh atas perintah presiden [[B. J. Habibie|Habibie]] pada akhir eratahun 1998 setelah [[kejatuhan Soeharto]].<ref>Leonard Sebastian, "Realpolitik: Indonesia's Use of Military Force", 2006, Institute of Southeast Asian Studies</ref> Komandan penting GAM telah entah dibunuhterbunuh (komandanKomandan GAMDistrik Pasè [[Yusuf Ali]] dan panglimaPanglima seniorSenior GAM [[Keuchik Umar]]), ditangkap ([[Ligadinsyah]] Ibrahim) atau larimelarikan diri (Robert, Arjuna dan [[AhmadDaud Kandang]]).<ref>{{cite bookharvp|last=Aspinall|title=Islam and Nation2009|pagep=113}}</ref>▼
▲Insiden di tahap kedua dimulai pada tahun 1989 setelah kembalinya peserta pelatihan GAM dari Libya.<ref name=Aspinall_Islam_110>{{cite book|last=Aspinall|title=Islam and Nation|pages=110}}</ref> Operasi yang dilakukan GAM antara lain operasi merampok senjata, serangan terhadap polisi dan pos militer, pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan kepada polisi dan personel militer, informan pemerintah dan tokoh-tokoh yang pro-Republik Indonesia.
▲Meskipun gagal mendapatkan dukungan yang luas, tindakan kelompok GAM yang lebih agresif ini membuat pemerintah Indonesia untuk memberlakukan tindakan represif. Periode antara tahun 1989 dan 1998 kemudian menjadi dikenal sebagai era [[Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998|''Daerah Operasi Militer'' (DOM) Aceh]] ketika militer Indonesia meningkatkan operasi kontra-pemberontakan di Aceh.<ref name=Schulz_p4/> Langkah ini, meskipun secara taktik berhasil menghancurkan kekuatan gerilya GAM, telah mengakibatkan korban di kalangan penduduk sipil lokal di Aceh. Karena merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, penduduk sipil Aceh kemudian memberi dukungan dan membantu GAM membangun kembali organisasinya ketika militer Indonesia hampir seluruhnya ditarik dari Aceh atas perintah presiden [[Habibie]] pada akhir era 1998 setelah [[kejatuhan Soeharto]].<ref>Leonard Sebastian, "Realpolitik: Indonesia's Use of Military Force", 2006, Institute of Southeast Asian Studies</ref> Komandan penting GAM telah entah dibunuh (komandan GAM Pasè [[Yusuf Ali]] dan panglima senior GAM [[Keuchik Umar]]), ditangkap ([[Ligadinsyah]]) atau lari (Robert, Arjuna dan [[Ahmad Kandang]]).<ref>{{cite book|last=Aspinall|title=Islam and Nation|page=113}}</ref>