Pemberontakan di Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Patria lupa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Patria lupa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 198:
== Laporan ''Time To Face The Past'' ==
Pada April 2013, ''[[Amnesty International]]'' meluncurkan laporan ''Time To Face The Past'' ("Saatnya Menghadapi Masa Lalu") yang isinya pernyataan mereka bahwa "sebagian besar korban dan kerabatnya sudah lama dijauhkan dari kebenaran, keadilan, dan pemulihan, dan Indonesia telah melanggar kewajibannya menurut hukum internasional. Mereka masih menunggu otoritas lokal dan nasional Indonesia untuk mengakui dan memperbaiki apa yang telah mereka dan keluarganya alami pada masa konflik." Dalam perumusan laporannya, ''Amnesty International'' menggunakan hasil penelitiannya saat berkunjung ke Aceh pada Mei 2012. Pada kunjungan tersebut, perwakilan organisasi tersebut mewawancarai [[Lembaga swadaya masyarakat|lembawa swadaya masyarakat]] (LSM), [[organisasi masyarakat]], [[pengacara]], anggota dewan, pejabat pemerintah setempat, [[jurnalis]], dan korban dan perwakilan mereka mengenai situasi di Aceh pada saat wawancara dilaksanakan. Korban menyatakan apresiasi mereka terhadap proses perdamaian dan meningkatnya keamanan di provinsi Aceh, tetapi juga menyatakan frustrasi atas tidak adanya tindakan dari pemerintah Indonesia sesuai [[nota kesepahaman]] 2005 yang mencantumkan rencana pembentukan [[Pengadilan Hak Asasi Manusia]] di Aceh dan [[Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh]].<ref>{{cite web|title=Time
Selain itu, laporan ''Time To Face The Past'' berisi peringatan potensi munculnya kekerasan baru di Aceh jika pemerintah Indonesia tetap stagnan dalam pelaksanaan komitmennya yang tercantum pada MoU 2005. Wakil direktur [[Asia Pasifik]] ''Amnesty International'' Isabelle Arradon menjelaskan saat peluncuran laporan tersebut: "Situasi yang sedang terjadi adalah munculnya benih-benih ketidakpuasan yang bisa tumbuh menjadi aksi kekerasan baru". Per 19 April 2013, pemerintah Indonesia belum menanggapi laporan ini. Juru bicara presiden SBY memberitahukan [[BBC]] bahwa ia belum bisa memberi komentar karena belum membaca laporan tersebut.
== Lihat pula ==
|