Sultan Alamuddin Syah dari Siak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ArfanSulaiman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
ArfanSulaiman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 101:
Pada masa pemerintahannya, Sultan Alamuddin Syah lebih berfokus pada penguatan kedudukannya di pesisir timur Sumatra, Kedah dan kawasan pantai timur Semenanjung Malaya yang ketika itu masih dibawah Siak. Dalam hal ini beliau turut dibantu menantunya, Sayyid Usman Syahabuddin, istri dari putrinya, Tengku Embung Badariyah yang beliau tunjuk sebagai penasehat pribadi.
 
Pada tahun 1762, Sultan Alamuddin Syah memindahkan pusat Kesultanan Siak dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan, tempat yang kelak menjadi kota [[Kota Pekanbaru|Pekanbaru]]. Beliau membangun Istana di Kampung Bukit dan diperkirakan Istana tersebut terletak disekitar lokasi Mesjid Raya Senapelan sekarang. Disinilah kekuatan perekonomian kerajaan ditata kembali.
 
Atas saran Sayyid Usman Syahabuddin, Sultan kemudian berinisiatif membuat pekan atau pasar di Senapelan namun tidak berkembang. Kemudian usaha yang dirintis tersebut dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, meskipun lokasi pasar bergeser di sekitar Pelabuhan Pekanbaru sekarang.
 
Sultan Alamuddin juga menerima masukan dari menantunya, Sayyid Usman Syahabuddin agar peran ulama di kesultanan Siak di tingkatkan, sebab meski masyarakat Siak telah memeluk Islam, tapi pengaruh pemikiran pra Islam masih melekat dan mewarnai banyak sisi kehidupan masyarakatnya. Masih bercampur aduk antara ''animisme, dinamisme, hinduisme'' dan ''budhisme.''