Megu Gede, Weru, Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sansanonym (bicara | kontrib)
Sansanonym (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 50:
|}
Data diatas diambil dari PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 497 TAHUN 2022 TENTANG BATAS DESA MEGUGEDE KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON<ref>{{Cite web|date=07 Juli 2023|title=PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 497 TAHUN 2022 TENTANG BATAS DESA MEGUGEDE KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON|url=https://jdih.cirebonkab.go.id/peraturan/detail/2560|website=jdih kabupaten cirebon}}</ref>
 
== Sejarah ==
Desa Megu mulai tahun 1986 telah dimekarkan menjadi dua desa, yaitu desa Megu Gede sebagai desa Induk dan Desa Megu Cilik sebagai pemerintahan desa baru. Desa Megu ada sejak lama terbukti dari peninggalannya yang masih abadi hingga kini, yaitu Masjid Kramat Megu yang dibangun pada sekitar abad ke 15-16 Masehi.<ref>{{Cite web|date=2019-10-25|title=Sejarah Desa Megu Kec Weru Kab Cirebon|url=https://www.historyofcirebon.id/2019/10/sejarah-desa-megu-kec-weru-kab-cirebon.html|website=sejarah cirebon|access-date=2024-08-13}}</ref>
 
== Tempat bersejarah ==
Di desa megu terdapat tempat bersejarah yaitu masjid keramat megu. Masjid Keramat Megu dibangun Ki Buyut Megu atau Ki Buyut Atas Angin. Terletak di Desa Megugede Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
Di dalam ruangan, terdapat tiga makam keramat yakni, makam Ki Buyut Megu dan istrinya Nyi Buyut Megu ,serta makam Pangeran Aria Natas Angin, seorang tokoh berpengaruh abad 18 dari Keraton Kasepuhan.<ref>{{Cite web|date=2024-03-15|title=Sejarah Masjid Keramat Megu Cirebon Dibangun Utusan Prabu Siliwangi|url=https://www.detik.com/jabar/cirebon-raya/d-7234321/sejarah-masjid-keramat-megu-cirebon-dibangun-utusan-prabu-siliwangi|website=detik jabar|access-date=2024-10-15}}</ref>
 
 
== Pendidikan ==
==== Taman kanak-Kanak (TK) ====
Baris 72 ⟶ 68:
==== Sekolah Menengah Ke atas ====
* SMP ISLAM ATTAQWIYAH WERU
 
== Kebudayaan ==
* Panjang Jimat
Baris 85 ⟶ 80:
 
Memayu dan ider-ideran Trusmi merupakan tradisi mapag udan (baca: menyambut hujan) yang dilakukan oleh warga Desa Trusmi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dalam pelaksaan upacara memayu dan ider-ideran dimeriahkan juga dengan berbagai macam kegiatan, seperti pertunjukan wayang, tahlilan, dan pentas brai. Istilah memayu berasal dari bahasa kawi yang artinya mbagusi atau memperbaiki atau membuat bagus, yang mana dalam konteks upacara memayu dan ider-ideran ia mengandung dua pengertian. Pertama, memperbaiki atap-atap yang sudah lama dan menggantikannya dengan yang baru. Kedua, memperbaiki diri manusia dari sifat-sifat lama (jelek) dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji. Penelitian ini membahas dua hal, yaitu latar belakang sejarah munculnya tradisi upacara memayu dan ider-ideran Trusmi, dan alasan mengapa tradisi tersebut masih bertahan dan lestari ditengah masyarakat yang telah modern saat ini. Untuk membahas kedua pokok masalah tersebut, penulis menggunakan teori fungsionalisme Bronislow Malinowski. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun pendekatan yang digunakan ialah metode kualitatif. Dari hasil penellitian ini ditemukan bahwa nama Trusmi terbentuk dari dua kata, yaitu terus dan semi yang memiliki arti tumbuh terus-menerus. Asal-usul nama ini berawal dari cerita Ki Gede Bambangan yang sedang duduk-duduk di depan pondoknya sehabis membersihkan pekarangannya dari rerumputan. Tiba-tiba terdengar salam yang tidak tahu persis dari mana datangnya suara itu. Lalu secara menakjubkan tiba-tiba semua rumput dan tanaman liar yang tadinya sudah dibabat itu tumbuh kembali sehingga pemangkasan menjadi sia-sia. Ketika ia melihat sekeliling dengan perasaan kesal bercampur heran, tiba-tiba dua orang laki-laki berjalan kearahnya seraya menyapa, “Assalamu’alaikum.” Suara sapan itu ternyata berasal dari pangeran Cakra Buana dan Sunan Gunung Jati. Akhirnya bermula dari persistiwa itu Ki Gede Bambangaan memeluk Islam dan daerah tersebut dinamakan Trusmi. Yaitu suatu daerah dimana rerumputannya terus-menerus tumbuh kembali. Khusus pada Masjid Trusmi, upacara memayu dilakukan untuk mengganti atap masjid yang terbuat dari welit sebagai gentengnya, dan kayu sebagai kusennya. Penggantian welit itu dilakukan sebagai persiapan menjelang pergantian musim dari kemarau ke musim hujan. Satu tahun sebagai angka periodik penggantian welit. Selanjutnya memayu juga dijadikan sebagai sarana sedekah bumi bagi masyarakat se-wilayah tiga untuk memulai musim tanam. Harapannya kelak dapat memberikan keberkahan dan panennya pun akan sukses. Terlepas dari keyakinan masyarakat tentang memayu, ritus ini merupakan ungkapan mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa tradisi memayu dan ider-ideran di desa Trusmi adalah rentetan upacara ritual sakral yang didalamnya juga memuat nilai-nilai kebudayaan yang sampai hari ini masih dilestarikan oleh masyarakat Cirebon, khususnya penduduk Desa Trusmi.<ref>{{Cite web|date=2015-08-20|title=TRADISI UPACARA MEMAYU DAN IDER-IDERAN TRUSMI KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT|url=https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9532/|website=Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta|access-date=2024-08-16}}</ref>
 
== Wisata ==
 
Baris 95 ⟶ 89:
 
Permintaan akan martabak memang sangat meningkat hanya dalam satu hari itu saja. Diakuinya, meskipun menghabiskan terigu sebanyak satu karung, namun tahun ini keuntungannya tidak begitu banyak. <ref>{{Cite web|date=2008-10-7|title=Wisata Religi di Masjid Keramat Megu|url=https://fahmina.or.id/wisata-religi-di-masjid-keramat-megu/|website=fahmina institut|access-date=2024-8-16}}</ref>
 
== Sumber Pendapatan ==
 
Baris 101 ⟶ 94:
 
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah usaha produktif yang dimiliki oleh individu, kelompok, rumah tangga, atau badan usaha kecil yang memenuhi kriteria tertentu. UMKM yang ada di Desa Megu diantaranya yaitu ada pabrik tahu, makanan ringan, makanan merat dan ada juga yang sudah GOINTERNASIONAL salah satunya yaitu pabrik rotan sintetis.
 
== Fasilitas Desa Megu Gede ==