Pengguna:Fazoffic/Ch: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 45:
}}
=== Ch. 1 ===
{{Collapsible list|title=Baca|Dia adalah Setya, seorang bocah yang kehilangan orangtuanya sejak kecil. Bekerja sebagai kuli pembuat arca di sebuah kuil Hindu. Agama? Ntahlah. Pandangan hidup? Mungkin ... tidak ada. Dia adalah seorang anak yang melarat, dengan cita-cita setinggi langit, namun ekspetasi yang serendah Bumi tampaknya telah menghancurkan ekspetasinya sekejap mata. Kini, dia hanyalah seorang budak? Mungkin bisa dianggap begitu. Kerjanya hanyalah membuat arca dan mengukir. Orang kuil jarang berinteraksi dengannya. Sesekali ia juga diajari bermain alat musik seperti
Walaw e ... rupanya kuil tempat ia bekerja terbakar oleh seorang pengunjung yang tampaknya tidak senang atau punya masalah pribadi dengan pandita setempat. Kuil yang terbakar pada malam hari hanya menyisakan abu di hati Setya kecil, yang tidak bisa apa-apa kecuali menatap langit dan kemudian tertidur pulas di tengah hutan belantara yang rimbun.
Baris 80:
"Baik guru." Ucap Setya sembari mengambil sikap sembah kepada guru barunya itu.
"Baik, besok adalah pelajaran pertamamu, bersiaplah nak." Ucap gurunya sambil masuk ke dalam rumah, meninggalkan Setya yang mulai merasakan firasat buruk bermunculan di kepalanya.
----
Setya bangun pagi-pagi sekali. Dilihatnya hari, masih sangat gelap. Sang kakek tidur pulas di kamarnya. Ia membuka pintu, dan duduk di depan rumah, memandangi matahari terbit, sangat indah. Tak terasa waktu berlalu, di usianya yang ke-11 tahun ini, pertemuan dan perpisahan telah berulangkali ditemui olehnya, dunia yang klise tanpa makna.
Pagi pun tiba, matahari dengan cahayanya yang nirmala telah sepenuhnya menerangi tanah. Di bawah, kerbau-kerbau pemalas telah dicambuk pantatnya agar mau membajak sawah majikannya. Perbudakan hewan, itu lumrah di mana-mana.
Sang kakek berdiri disampingnya,
"Tubuhmu ringkih, sekalinya belajar seni beladiri, pasti langsung hancur. Mending jangan
}}
|