Bank Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
UdinIbrahim (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
UdinIbrahim (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 50:
Selama masa Oktroi, DJB berhasil menyelesaikan permasalahan moneter (yang terutama ditimbulkan oleh penerbitan mata uang ''specie'' (terutama koin tembaga) secara berlebihan) dan menerapkan standar nilai tukar emas (''gold-exchange standard'').<ref name=":3" /> Oleh karena itu, meskipun mata uang di Pusat Kerajaan (Holandia) dan di daerah koloni tidak sama, namun kedua mata uang tersebut dapat ditransaksikan dengan kurs 1:1.<ref name=":3" /> Upaya mempertahankan kestabilan kurs tersebut sangat penting bagi persero-persero di daerah koloni, mengingat hampir seluruh keuntungan usaha dan kelebihan dana direpatriasi ke kantor-kantor pusat mereka di Belanda.<ref name=":3" /> Pada masa Oktroi VIII, DJB juga mulai memperkenalkan sistem kliring di Batavia yang diikuti oleh 6 bank ternama masa itu: DJB, [[Nederlandsche Handel-Maatschappij]], [[HSBC|Hongkong and Shanghai Banking Corporation]], [[Standard Chartered|Chartered Bank of India, Australia and China]], dan [[Nederlands-Indische Escompto Maatschappij]].<ref>{{Cite web|url=https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/pra-bi/Pages/prasejarahbi_3.aspx|title=Bagian Tiga : DJB berdasarkan Oktroi 1 s.d. 8 - Bank Sentral Republik Indonesia|website=www.bi.go.id|access-date=2019-12-23}}</ref>
 
Pada masa Perang Dunia I, Belanda menghentikan sementara penerapan standar nilai tukar emas akibat menipisnya cadangan emas di Eropa. Selain itu, Kerajaan Belanda juga mengubah secara drastis tata kelola DJB dengan menerbitkan Undang-Undang DJB ''(De Javasche Bankwet)'' pada 1922. Berdasarkan beleid tersebut, DJB diwajibkan meminta arahan dari Pemerintah Kerajaan dalam menjalankan kebijakan di daerah koloni. DJB juga wajib memperoleh persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk urusan-urusan operasional tertentu.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/pra-bi/Pages/prasejarahbi_4.aspx|title=Bagian Empat : DJB Berdasarkan DJB Wet - Bank Sentral Republik Indonesia|website=www.bi.go.id|access-date=2019-12-23}}</ref> Selain itu, UU tersebut lain memperkenalkan fungsi baru kepada DJB, yaitu sebagai agen fiskal atau pemegang kas umum pemerintahan kolonial.<ref name=":4" /> Beberapa amandemen terhadap UU tersebut dilakukan setelah 1922. Namun kemudian kedatangan Jepang ke Indonesia pada masa perang dunia kedua membuat De Javasche Bank diubah menjadi NKG ''(Nanpo Kaihatsu Ginko)'' sebagai bank sentral pemerintahan militer Jepang di Indonesia pada tahun 1942. Usai kekalahan Jepang pada perang dunia kedua Belanda kembali datang dan merebut kembali Nanpo Kaihatsu Ginko dan merubah namanya menjadi seperti dulu De Javasche Bank pada 1945. Akan tetapi, struktur dan tata kelola DJB relatif tidak berubah sampai ketika Pemerintahan Revolusi Indonesia mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia pada 1952.
 
Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.