Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
perubahan, perbaikan, penambahan informasi |
k perbaikan kata |
||
Baris 56:
== Sejarah ==
'''Benih awal kekatolikan di Sragen''' dimulai dengan berdirinya Sekolah Dasar Kanisius di desa Jetak yang menumpang di rumah Demang Sontomejo dengan guru R. Sumardji kemudian R.Soewandi, dan R.P. Soewardi. Selain sebagai guru mereka juga diberi kuasa menjadi guru agama Katolik oleh Rm. CJJ. Versteeg [[Yesuit|SJ]]. karena ada kejadian dimana R.P. Soewardi dicurigai mengajarkan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Hasil pelajaran agama ditandai dengan dipermandikan dua pemuda asal Sragen di Purbayan pada tgl 24 Desember 1933. ▼
=== '''Benih awal''' ===
▲'''
Sejak tahun 1930 sudah ada misa untuk orang-orang Belanda dan Tionghoa, tahun 1937 diadakan misa sekali sekali di Sekolah Dasar Kanisius Jetak, kemudian dihentikan dengan masuknya jepang pada 1942. Hingga tahun 1948 hanya ada sekitar 30 orang Katolik di sekitar Sragen, termasuk di dalamnya beberapa orang Belanda-Katolik.<ref name=":0" />
Baris 62 ⟶ 64:
Gedung SD Kanisius Jetak yang sejak awal perkembangan umat Katolik di Sragen digunakan untuk tempat penyelenggaraan misa, telah ditutup tahun 1949 oleh pemerintah dan dijadikan satu menjadi Sekolah Rakyat. Maka perlu diusahakan tempat lain, sekalipun tidak permanen (selalu berpindah-pindah). Dengan semakin stabilnya situasi politik, kehidupan keagamaan pun kembali menjadi normal dan lebih bergairah, sehingga memungkinkan dilakukannya usaha-usaha baru untuk lebih memperkembangkannnya.<ref name=":2">{{Cite web|title=Sejarah Gereja Katolik di Sragen|url=https://www.angelfire.com/scifi/economic/lentera/sejarah.html}}</ref>
Geliat menjadi Katolik terasa lagi dengan berdirinya SGB di Beloran yang diperkrasai guru-guru Katolik. Pada Tahun 1951 8 siswa SGB dipermadnikan di Purbayan pada tahun 1953. Tahun 1954 7 orang dipermandikan, tahun 1955 3 orang dipermandikan.<ref name=":0" />
=== Titik Awal Lahirnya Paroki Sragen ===
Salah satu usaha yang sangat berhasil dan besar jasanya terhadap
Berdirinya gedung sekolah tersebut
''Rm. Wakkers, SJ'' berkarya di paroki tersebut sampai tahun 1961. Meskipun sebelum tahun 1960, beliau sering berkunjung ke Sragen dalam tugas pelayanan iman, namun baru pada tahun 1960 ia bertugas penuh di Sragen. Sekalipun singkat, namun kehadiran serta pengabdiannya meninggalkan kesan yang sangat mendalam di hati umat Katolik Sragen. Suatu kebanggaan juga bagi umat Katolik Sragen bahwa ''Rm. Kardinal Y. Darmoyuwana, P''r yang pernah berkarya di Sragen (antara tahun 1956-1957), diangkat menjadi Kardinal pertama di Indonesia. Beliau ditempatkan di paroki Purbayan, Solo sejak Oktober 1955 dan bertugas untuk melayani sejumlah stasi di paroki tersebut, termasuk Sragen.
=== Masa 1960-an ===
Kerjasama yang dijalin dengan para pemimpin stasi ternyata telah meletakkan dasar bagi perkembangan umat Katolik yang berdikari, seperti yang tercatat di sepanjang sejarah umat Katolik di Sragen. Satu hal yang tidak dapat dikesampingkan ialah kerjasama antara Rm.Y.Darmayuwana dengan para pengurus Yayasan Saverius dalam mengusahakan bantuan dari Vikariat Semarang (sekarang Keuskupan Agung Semarang) untuk perluasan gedung SMP Saverius. Berkat kerjasama, pengorbanan dan keteladanan kedua belah pihak, proses ekstensifikasi maupun intensifikasi iman menjadi semakin pesat, sehingga mempercepat pula proses pengangkatan stasi Sragen menjadi paroki dalam waktu yang relatif singkat. (Ini terjadi pada tahun 1965)
Pada tahun 1961, lahirlah sebuah paroki di Solo, yaitu Paroki Purbowadayan. Semenjak itulah segala urusan stasi Sragen dialihkan ke paroki tersebut. Romo pertama yang ditugaskan di Purbowadayan adalah ''Rm. Kiswono, Pr'' dengan jadwal kegiatan setengah minggu di Purbowadayan dan setengah minggu di Sragen.
Memang benar, bahwa buku-buku paroki sudah dimiliki sendiri sejak tahun 1961, karena pada bulan Juli 1961 Sragen mulai mengadakan permandian sendiri yang pertama. Namun demikian, peristiwa tersebut belum cukup untuk menyatakan bahwa Sragen telah menjadi paroki. Peristiwa yang dapat diambil sebagai patokan pengangkatan Sragen menjadi paroki ialah peristiwa mulai menetapnya Romo Kiswono di Sragen pada tahun 1965 sebagai Romo paroki penuh, '''hingga ditemukannya bukti otentik bahwa tanggal 2 September 1957 didirikan Yayasan PGPM Paroki Santa Perawan Maria di Fatima Sragen dengan Ketua Rm. Yustinus Darmoyuwana, Pr.'''<ref name=":0" /><ref name=":2" />
Sejak Romo Kiswono ditunjuk untuk mengurus stasi Sragen tahun 1961, sedikit demi sedikit embrio dari Dewan Paroki dibentuk pada tahun 1963. Seiring dengan itu beberapa kring dan stasi mulai mencari bentuknya, di samping yang sudah ada. Dalam pembangunan fisik, material untuk pembangunan gereja sedikit-demi sedikit mulai dikumpulkan. Seiring dengan itu pula, untuk lebih merangsang serta menggalakkan kehidupan agama dalam rangka intensifikasi, dua macam gerakan awam diperkenalkan di Sragen, yaitu: ALMA (Asosiasi Lembaga Misionaris Awam) dan LEGIO MARIA. Sementara itu kerasulan melalui bidang profesi pun terus digalakkan, terutama melalui pendidikan (SMP Saverius dan SGB) dengan hasil yang makin menggembirakan. Hanya saja, umat belum puas, karena belum mempunyai tempat peribadatan khusus/gereja.
Baris 90 ⟶ 94:
Menurut data statistik Sragen 1955, Kabupaten Sragen luasnya 945,22 km<sup>2</sup> dan yang masuk ke Paroki Sragen adalah seluruh Kabupaten Sragen minus: Gemolong, Sumberlawang dan Kalijambe (ikut paroki Purbowadayan) dan ditambah dari Kabupaten Karanganyar yaitu Kecamatan Kerjo dan Jenawi sehingga luasnya ± 850 km<sup>2</sup>.
=== SFS di Sragen ===
Selain itu, tidak boleh kita lupakan kehadiran Suster-suster Fransiskus Sukabumi di Sragen pada tahun 1963 dengan karya sosialnya yang melayani kesehatan (RS. Mardi Lestari) dan juga pendidikan (SD Santo Fransiskus). Kehadiran para Suster ini seusia dengan mulai berkembangnya Paroki Sragen dan mereka sangat berperan dalam membantu perkembangan umat di Sragen. Kehadiran mereka sungguh membuat ajaran Katolik lebih manusiawi dan lebih hangat.<ref name=":2" />
Baris 108 ⟶ 113:
Hampir seluruh sisi dari bangunan ini adalah terbuka. Ruangan tertutup hanya terdapat pada ruang [[pengakuan dosa]] dan ruang [[sakristi]]. Dinding yang mengelilingi bangunan ini hanya memiliki tinggi sebesar 82 cm dengan material dinding batu-bata. Elemen-elemen interior bangunan tersusun atas furnitur, kolom-kolom, serta artikulasi utamanya berada pada sisi altar. Tiap kolom yang menopang atap bangunan ini memiliki ornamen atau wastu khas Romo Mangun. Masing-masing ornamen pada kolom memiliki gambar dan cerita yang berbeda.
Orientasi pada interior bangunan sangat ditentukan oleh perabot yang hingga kini masih mempertahankan susunan yang sama seperti gereja asli rancangan Romo Mangun. Posisi altar gereja baru sama dengan bangunan gereja yang lama. Karena perluasannya bersifat mirroring, kini altar dan orientasi gereja menjadi memusat ke tepi tengah bangunan
Bagian kolom panti umat memiliki motif tanaman dan stilasi api berwarna hitam-merah pada kepala tiang dan suatu kisah yang berbeda pada badan masing-masing kolom. Tiang-tiang samping berdiri berpasang-pasangan di depan enam pintu gereja. Dua tiang yang ada di dekat pintu utama merupakan tiang beton dengan lapisan kayu ukir. Tiga tiang pada sudut gereja memiliki motif yang unik, menggambarkan berbagai bidang kehidupan manusia, sementara pada sudut lainya terdapat [[Pengakuan dosa|ruang pengakuan]].
Baris 118 ⟶ 123:
Sisi luar dari tembok sakristi juga memiliki corak detail karya Romo Mangun. Pintu-pintu gereja berupa pagar geser terbuka berbahan besi dengan motif kisah-kisah terkenal dari Alkitab, dengan jumlah 7 pintu. Terdapat 14 gambar berisikan kisah jalan salib Yesus yang bergaya jawa, digantung di plafon yang [[Vertikal dan horizontal|vertikal]], yaitu di sisi selatan, utara, dan barat. Terdapat 8 gambar di sisi barat, dan masing-masing 3 gambar di sisi selatan dan utara.
[[Selubung (arsitektur)|Fasad]] gereja ini terbuka sehingga angin dapat masuk dari hampir segala arah mata angin. Di puncak pendopo lama, terdapat sebuah menara besi yang menjadi salah satu ciri khas gereja ini. Semua detil yang dibuat oleh Rm. Mangun diterapkan pula pada bangunan yang dibangun berikutnya, salah satunya yaitu menara lonceng gereja yang memiliki kesamaan motif dengan kolom oval panti imam.
== Dinamika Jemaat ==
Baris 130 ⟶ 135:
Untuk memasuki taman doa ini, pengunjung harus meniti beberapa anak tangga dengan medan berkelok. Dari sini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan menuju kolam pertobatan sebelum tiba di taman tempat patung Bunda Maria berdiri.Untuk menjangkau lokasi doa di hadapan Bunda Maria, pengunjung terlebih dulu harus melewati jalan melingkar tak berujung mengelilingi taman. Tak jauh dari taman doa, terdapat Kapel Adorasi yang memiliki [[kubah]] berwarna kuning keemasan.<ref>{{Cite web|title=Taman Doa Santa Perawan Kota Sragen Jadi Magnet Wisatawan Berbagai Agama|url=https://travel.okezone.com/read/2019/06/14/406/2066500/taman-doa-santa-perawan-kota-sragen-jadi-magnet-wisatawan-berbagai-agama}}</ref>
Menurut Mgr. [[Johannes Pujasumarta]], Ngrawoh bisa dikaitkan dengan 'Ngarah (menuju) Uwoh (buah iman)'<blockquote>“Ngarah uwoh yaitu bahasa kiasan untuk meyakinkan umat supaya berduyun-duyun berdoa hingga mengarah ke satu titik atau mengarah ke buah. Buahnya apa di sana. Setiap orang kan masing-masing, bisa kesaksian-kesaksian, misalkan sakit bisa sembuh, keinginan mendaftar bisa lulus, atau yang lain,”<ref name=":1" /> </blockquote>Adapun konsep taman doa ingin menggambarkan peziarahan melalui pertobatan dalam jiwa dan roh yang seutuhnya agar bisa mendapatkan pengampunan dari Allah melalui [[Yesus|Yesus Kristus]]. Penggambaran tersebut diwujudkan melalui pembangunan tiga bagian dalam taman doa, yakni pertama menggambarkan perjuangan mengikuti Yesus di dunia yang meliputi bangunan Kapel St. Maria, St. Yusuf, Taman [[Getsemani]], dan [[Jalan Salib]].
Kedua, menggambarkan orang yang sudah meninggal atau yang masih hidup menjalani peziarahan iman bersama Bunda Maria. Meliputi bangunan Kolam Pertobatan, Lingkaran Tak Berujung Bunda Maria, dan Salib Millenium.
|