Kota Payakumbuh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Palingyess (bicara | kontrib) |
Palingyess (bicara | kontrib) |
||
Baris 63:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Pajakoembah TMnr 3728-847.jpg|jmpl|Payakumbuh pada tahun 1883–1889 ([[litografi]] berdasarkan lukisan oleh [[Josias Cornelis Rappard]])|kiri]]
Kota Payakumbuh<ref>{{Cite book|last=Efendi|first=Feni|last2=Weriantoni|date=2024|title=Pajacombo: Potensi Wisata Genealogi di Payakumbuh untuk Menelusuri Jejak Leluhur dalam Sudut Pandang Ekonomi, Sosial, dan Memori Kolektif|location=Payakumbuh|publisher=Penerbit Fahmi Karya|isbn=978-623-8646-12-8|url-status=live}}</ref> terutama pusat kotanya dibangun oleh [[Hindia Belanda|pemerintah kolonial Hindia Belanda]]<ref>{{Cite book|last=Efendi|first=Feni|last2=Yanuarita|first2=Prima|date=2023|title=Pajacombo: dalam Album Foto Djoesa Anas|location=Payakumbuh|publisher=Penerbit Fahmi Karya|isbn=978-623-88775-2-2|url-status=live}}</ref>. Sejak keterlibatan [[Belanda]] dalam [[Perang Padri]], kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia Belanda waktu itu.<ref>Abdullah, Taufik, (2009), ''Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933)'', Equinox Publishing, ISBN 978-602-8397-50-6.</ref>
Menurut [[Tambo Minangkabau|tambo]] setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu [[nagari]] tertua yaitu nagari [[Aie Tabik, Payakumbuh Timur, Payakumbuh|Aie Tabik]] dan pada tahun 1840, [[Belanda]] membangun jembatan [[batu]] untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang.<ref>Reimar Schefold, P. Nas, Gaudenz Domenig, (2004), ''Indonesian Houses: Tradition and transformation in vernacular architecture'', Vol. 1, Illustrated, ISBN 978-9971-69-292-6.</ref> Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama [[Jembatan Ratapan Ibu]].
|