Agresi Militer Belanda II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
CendekiaPedia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
CendekiaPedia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 72:
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, [[Soekiman Wirjosandjojo|dr. Sukiman]], Menteri Persediaan Makanan,Mr. [[I.J. Kasimo]], Menteri Pembangunan dan Pemuda, [[Supeno]], dan Menteri Kehakiman, [[Soesanto Tirtoprodjo|Mr. Susanto]]. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.
 
Pada [[21 Desember]] 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan.
 
== Pengasingan Pimpinan Republik ==
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi rombongan Presiden [[Soekarno]], [[Sutan Sjahrir]], dan Menteri Luar Negeri Haji [[Agus Salim]] terus diterbangkan lagi menuju [[Medan]], [[Sumatera Utara]], untuk kemudian diasingkan ke [[BrastagiBerastagi, Karo|Berastagi]] dan [[Parapat]], sementara Drs. [[Moh. Hatta]] (Wakil Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. [[Assaat]] (Ketua KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.
 
== Gerilya ==
Setelah itu [[Soedirman]] meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal [[10 Juli]] [[1949]].
 
Kolonel [[A.H. Nasution]], selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat ''Totaliter'' yang kemudian dikenal sebagai [[Perintah Siasat No 1]] Salah satu pokok isinya ialah: Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber ''wingate'' (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
 
Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di [[Jawa Barat]]. Perjalanan ini dikenal dengan nama [[Long March Siliwangi]]. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan musuh. Sesampainya di Jawa Barat terpaksa pula menghadapi gerombolan [[DI/TII]].