Kesultanan Bima: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 64:
== Pemerintahan ==
[[Berkas:Bendera Nggusu Waru Bima Era Kerajaan Bima.jpg|jmpl|Bendera Nggusu Waru Bima Era Kerajaan]]
Kesultanan Bima menggunakan gelar ''Ruma'' kepada para raja dan sultannya. Gelar ini melambangkan bahwa raja/sultan adalah tuan kita; pelindung, kemudian di memasuki era kesultanan, gelar ini dialih artikan sebagai [[khalifah]] dan wakil [[Allah]] di bumi. Sultan diberi wewenang oleh masyarakatnya untuk menjadi pemimpin dan pemerintah. Dalam melaksanakan pemerintahan, sultan mengutamakan kepentingan masyarakat dan tidak mementingkan keperluan pribadinya. Pemerintahan sultan sepenuhnya dilaksanakan sesuai [[syariat Islam]]. Nilai-nilai budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dipadukan dan membentuk tradisi pemerintahan.{{Sfn|Effendy|2017|p=185}}
[[Berkas:Mbangga Mbaru Lambang Kesultanan Bima.jpg|jmpl|Mbangga Mbaru, lambang Kesultanan Bima]]
Pemerintah Hindia Belanda berkuasa di Kesultanan Bima pada tahun 1908 dan menerapkan [[pemerintahan terpusat]]. Wilayah Kesultanan Bima dibagi menjadi 5 [[distrik]] pemerintahan yaitu [[RasanaE Barat, Bima|Distrik Rasanae]], [[Donggo, Bima|Distrik Donggo]], Distrik Sape, Distrik Belo, dan Distrik Bolo. Distrik Rasanae dipimpin oleh Sultan, sedangkan Distrik Donggo dipimpin oleh Sultan Muda. Distrik Sapa dipimpin oleh Raja Bicara, Distrik Bolo dipimpin oleh Raja Sakuru. dan Distrik Bolo dipimpin oleh Rato Parado.{{Sfn|Sumiyati|2020|p=22}} Pada tahun 1909, Kesultanan Bima digabung ke dalam Keresidenan Timur Hindia Belanda dengan pusat pemerintahan di [[Kota Makassar|Makassar]]. Semua urusan kesultanan harus mendapat persetujuan pemerintah kolonial Belanda.{{Sfn|Sumiyati|2020|p=23}}