Kesultanan Bima: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
'''Kesultanan Bima''' (كسلطانن بيما) adalah kerajaan [[Islam]] yang didirikan pada abad 17, tanggal 7 Februari 1621 [[Masehi]] berdasarkan tanggal masuk Islamnya raja terakhir Bima atau sultan pertama Bima. Sultan pertamanya adalah raja ke-27 (versi lain menyebut ke-47 juga ke-37 {{Sfn|Haris|2006|p=19}}) dari [[Kerajaan Mbojo]] Bima yang bernama La Kai, kemudian setelah masuk Islam berganti nama menjadi Abdul Kahir. Kesultanan ini telah dipimpin oleh 14 sultan, dan Sultan terakhirnya adalah [[Sultan Muhammad Salahuddin]].{{Sfn|Mawaddah|2017|p=141}}
== Awal Pendirian ==
[[Berkas:WILAYAH UTAMA SUKU MBOJO DAN PEMBAGIAN WILAYAH KENCUHIANNYA (BIMA KUNO).jpg|jmpl|Wilayah sebaran utama Suku Mbojo dan wilayah Ncuhi Mbojo (Bima Kuno) dirintis sejak abad 7-8 masehi.|kiri]]
Pada awalnya Kesultanan Bima merupakan sebuah kelompok masyarakat [[Suku Mbojo]] yang menganut paham makamba dan makimbi atau dalam bahasa Indonesianya [[animisme]] dan [[dinamisme]], oleh masyarakat lokal kepercayaan ini disebut Marapu. Masyarakat ini kemudian disatukan bersama kelompok etnis Mbojo lain di sekitarnya. Penyatuan ini dilakukan oleh Sang Bima yang mengajarkan agama [[Agama Hindu|Hindu]] dari [[Jawa]]. Setelah itu, ia menggagas berdirinya Kerajaan Bima.{{Sfn|Saputri|2016|p=633}}
 
Baris 46:
 
Tahun 823 (abad 9), dua anak Sang Bhima tiba di Bima, bernama Indra Jamrud dan Indra Kumala. Indra Jamrud dibekali kemampuan sebagai pelaut dan nelayan, sedangkan Indra Kumala dibekali kemampuan ahli pertanian. Sebelum salah satunya diangkat sebagai raja Bima, Indra Jamrud diasuh oleh Ncuhi Dara, sementara Indra Kumala diasuh oleh Ncuhi Dorowuni, penguasa wilayah Timur. Namun Indra Jamrud lah yang diangkat menjadi raja dengan gelar ''Ruma'' ''Sangaji.'' Ruma berarti tempat berlindung; yang mulia, Sanga berarti percabangan seperti cabang pohon, dan Ji berarti jin. Sehingga ''Ruma Sangaji'' diartikan sebagai manusia setengah dewa; manusia mulia; manusia sakti sebagai pelindung. Pendapat lain menyebutkan ''Sangaji'' berasal dari bahasa sangsekerta, yaitu ''Sang'' dan ''Aji'', dimana ''Sang'' bermakna personalisasi atau identifikasi untuk menyebut manusia, makhluk hidup lain, atau benda mati yang dianggap memiliki martabat tinggi, sementara ''Aji'' berarti ''Yang'' ''Mulia'' atau ''Yang Agung''. Sehingga pendapat kedua ini menyebutkan gelar ''Sangaji'' sebagai ''Baginda Raja Yang Mulia/Yang Agung''.
[[Berkas:Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima Era Keajaan Sebelum Dibagi Jadi Bima Timur dan Bima Barat Pada Abad 12-13.jpg|jmpl|Peta sebaran utama Suku Mbojo dan wilayah utama Kerajaan Bima (Era Kerajaan) sebelum dibagi menjadi Bima Timur dan Bima Barat (Dompu) pada abad 13/14 masehi.|kiri]]
Indra Jamrud memberi nama Bima sebagai nama kerajaan untuk menghormati Sang Bhima yang telah merintis berdirinya kerajaan Bima. Ia membangun istana pertamanya bernama Asi Wadu Perpati dengan gotong royong bersama masyarakat di bawah pimpinan Bumi Jero sebagai kepala bagian pembangunan dan pertukangan.
 
Sedangkan Indra Kumala dikabarkan menghilang di salah satu mata air yang terletak di bagian timur pusat kota Bima, sekarang menjadi situs Oimbo, yang berasal dari kata Oi Mbora (''Oi=Air, Mbora=Hilang'') yang artinya mata air tempat hilangnya Indra Kumala.[[Berkas:Aksara Bima Kuno, disebut Tunti Nggahi Mbojo.jpg|jmpl|Aksara Bima Kuno yang termasuk turunan aksara Brahmi-Pallawa-Kawi. Diperkenalkan pertama kali di era kepemimpinan Ruma Sangaji Manggampo Jawa, disebut '''Tunti Mbojo'''.|kiri]]
[[Berkas:Kerajaan Bima Timur dan Bima Barat.jpg|jmpl|Peta pembagian wilayah utama Kerajaan Bima Timur (Bima) dan Bima Barat (Dompu) pada abad 13/14 masehi.|kiri]]
Dalam sejarahnya, wilayah Kerajaan Bima kemudian dibagi menjadi dua (Timur dan Barat). Wilayah barat (meliputi Kencuhian Saneo, Papekat, Kangkelu, dan Taloko) dipisahkan menjadi kerajaan Bima Barat bernama [[Kerajaan Dompu]], dengan raja pertamanya Sangaji Indra Kumala (bukan adik Indra Jamrud; hanya memiliki kesamaan nama).
 
Nama Dompu sendiri berasal dari kata Dompo/ Padompo yang diartikan sebagai daerah atau wilayah yang dipotong atau dipisahkan. Sementara Kerajaan Bima Timur tetap dengan nama Kerajaan Bima (meliputi Kencuhian Dara, Dorowuni, Banggapupa, Pabolo, dan Parewa). Namun dipersatukan kembali oleh Kerajaan Bima (Timur) saat misi ekspansi wilayah Bima hingga ke Bumi Alor (NTT) di abad 15 oleh Sangaji Ma Wa’a Bilmana.[[Berkas:Bima Baru Aksara Bima Baru, disebut Tunti Bou.jpg|jmpl|Aksara Bima Baru, yang mendapat pengaruh dari hubungan dagang yang intens dengan Bugis-Makassar sekitar abad 16/17 masehi, disebut '''Tunti Bou'''. Sebelum digantikan dengan Aksara Pegon/Arab Melayu pada 13 Maret 1645 M, lima tahun setelah pengangkatan Sultan Bima Ke-2.|kiri]]
== Awal Kesultanan ==
[[Berkas:Mahkota Kesultanan Bima.jpg|jmpl|Mahkota Sultan Bima]]
[[Berkas:Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima di Awal Masa Kesultanan Abad 17.jpg|jmpl|Peta sebaran utama Suku Mbojo dan wilayah utama Kerajaan Bima di awal-awal memasuki era kesultanan pada abad 17 masehi.|kiri]]
[[Berkas:Lukisan Kediaman Sultan Bima Dilukis oleh Jannes Theodorus Bik pada 1821.png|jmpl|Lukisan Kediaman Sultan Bima. Dilukis oleh Jannes Theodorus Bik pada 1821.|kiri]]
[[Berkas:Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima sebelum tahun 1947.jpg|kiri|jmpl|Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima sampai tahun 1947]]
[[Berkas:Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima pada tahun 1947.jpg|kiri|jmpl|Peta Sebaran Utama Suku Mbojo dan Wilayah Utama Kerajaan Bima pada tahun 1947. Tahun 1947, Sultan Bima mengembalikan Kejenelian Dompu menjadi Kesultanan Dompu Mandiri, sementara Kejenelian Sanggar memilih tetap berada di bawah kepemimpinan Kesultanan Bima.]]
Pada tahun 1540 Masehi, para [[Dai|mubalig]] dan pedagang dari [[Kesultanan Demak]] datang ke Kerajaan Bima untuk menyiarkan Islam. Penyebaran Islam dilakukan oleh [[Sunan Prapen]], tetapi tidak dilanjutkan setelah [[Trenggana|Sultan Trenggono]] wafat pada tahun yang sama. Pada tahun 1580, penyebaran Islam dilanjutkan oleh para mubalig dan pedagang dari [[Kesultanan Ternate]] yang diutus oleh [[Baabullah|Sultan Baabullah]]. Selanjutnya, penyebaran Islam di Kerajaan Bima diteruskan oleh [[Ala'uddin dari Gowa|Sultan Alauddin]] pada tahun 1619. Ia mengirim para mubalig dari [[Kesultanan Gowa]] dan [[Kesultanan Tallo]] dari [[Makassar]]. Kerajaan Bima akhirnya menjadi kesultanan setelah rajanya yang bernama La Kai menjadi [[muslim]] pada tanggal 15 [[Rabiul awal|Rabiul Awal]] tahun 1030 [[Kalender Hijriyah|Hijriyah]]. Agama Islam kemudian menjadi agama resmi dari para bangsawan dan masyarakat Kerajaan Bima.{{Sfn|Saputri|2016|p=634}}
 
Baris 97:
 
== Keagamaan ==
[[Berkas:Foto Elbert, media pengorbanan untuk roh penjaga bernama Dewa Kai..png|jmpl|Media pengorbanan untuk roh dihari-hari biasa (bukan hari besar) dalam kepercayaan Marapu di Bima.|kiri]]
Sebelum kedatangan Hindu, Budha dan Islam, masyarakat Bima telah memiliki agama lokalnya sendiri bernama ''[[Marapu]]'', lokasi tempat ibadahnya disebut ''Parafu'', tokoh-tokoh agamanya disebut ''Pamboro'' / ''Sando'' (orang yang mampu berbicara dengan roh leluhur, dimana roh leluhur tersebut menjadi perantara bagi dunia manusia dengan roh alam yang menguasai langit dan bumi), dan upacara hari besarnya disebut ''Toho Dore'' yang dilakukan satu tahun sekali secara besar-besaran dengan mempersembahkan hasil bumi dan hewan ternak. Kepercayaan ini mempercayai adanya kekuatan alam dan roh leluhur yang melindungi dan bersemayam di gunung, mata air, pohon dan bebatuan besar. ''Marapu'' berasal dari bahasa Bima, yaitu: ''Ma'' dan ''Rapu'',di mana ''Ma'' artinya Yang, dan ''Rapu'' artinya Dekat, sehingga dapat diartikan sebagai Yang Dekat.