Ogoh-ogoh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) +isi Tag: pranala ke halaman disambiguasi |
M. Adiputra (bicara | kontrib) +isi dan isi |
||
Baris 14:
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Lijkentorens en doodskisten gereed voor een crematie TMnr 60025316.jpg|thumb|ki|Patung-patung yang diarak saat [[ngaben|pelebonan]] atau kremasi bangsawan [[puri di Bali]]. Foto koleksi [[Tropenmuseum]], [[Amsterdam]] (1900{{ndash}}1925).]]
Tradisi ogoh-ogoh seperti yang dikenal sekarang ini tergolong budaya yang relatif baru,<ref>{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Mediums_and_Magical_Things/kqgmEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0| title=Mediums and Magical Things: Statues, Paintings, and Masks in Asian Places| author= Laurel Kendall |year=2021 |isbn=9780520298668| publisher=University of California Press}}</ref> dan tidak berasal dari zaman [[kerajaan Bali|Bali Kuno]],<ref name="hanna"/> tetapi memiliki akar dan inspirasi dari tradisi kuno.<ref name="widnyani"/> Tradisi pembuatan patung raksasa untuk diarak beramai-ramai sudah ada sebelum tradisi ogoh-ogoh yang dikenal sekarang ini. Namun sebelum 1980-an, patung-patung tersebut belum dikenal dengan istilah ogoh-ogoh, dan pengarakannya tidak untuk pawai ''[[nyepi#Aktivitas|Pengrupukan]]'' (sehari sebelum [[Nyepi]]), melainkan untuk upacara [[kremasi]] besar atau [[ngaben|''pelebonan'']] yang menggunakan ''Bade Awin'' atau ''Pengabenan Mawangun''.<ref name="anom"/> Upacara jenis ini diselenggarakan oleh keluarga bangsawan [[puri di Bali|puri]]
Selain patung-patung yang diusung saat pelebonan, bentuk kesenian yang menampilkan sosok tinggi besar juga terdapat pada [[Barong Landung]], boneka raksasa yang diarak seperti [[Ondel-ondel]]. Kesenian ini sudah dikenal masyarakat Bali sejak zaman kuno. [[Film dokumenter]] ''La Isla de Bali'' (1930) yang dibuat oleh [[etnologi|etnolog]] [[Miguel Covarrubias]] dari [[Meksiko]] menampilkan sosok Barong Landung dalam suatu upacara [[ngaben|pelebon]] di Bali. Namun Barong Landung tersebut tanpa pasangan, berwajah [[raksasa (mitologi India)|raksasa]] dan membawa senjata, berbeda dengan Barong Landung pada umumnya. Kesenian Barong Landung ini ditengarai memiliki kemiripan dengan ogoh-ogoh.<ref name="gunawan"/><ref name="widnyani">{{citation| author=Nyoman Widnyani |year=2012 |title=Ogoh-Ogoh: Fungsi dan Perannya di Masyarakat dalam Mewujudkan Generasi Emas Umat Hindu |place=Surabaya |publisher=Paramita}}</ref
{{multiple images|
Baris 25:
| footer = [[Barong Landung]] dalam cuplikan dari [[film dokumenter]] ''La Isla de Bali'' karya [[Miguel Covarrubias]] (1930).
}}
Tidak ada kepastian tentang kapan tradisi pengarakan ogoh-ogoh―dalam rangka menyambut Hari Nyepi―dilakukan untuk pertama kali.
Sebelum adanya tradisi ogoh-ogoh, masyarakat Hindu Bali menyambut Nyepi dengan serangkaian ritual ''Pengurupukan'' di lingkungan desa dan rumah masing-masing. Kegiatannya meliputi: pelaksanaan ''[[caru]]'', menyalakan [[obor]] atau api pada daun kelapa kering, menaburkan rajangan rempah berbau menyengat ([[jeringau]], [[mesoyi]], [[bawang merah]]), dan menabuh bunyi-bunyian ([[kentungan]], [[simbal|cengceng]]). Setelah tradisi ogoh-ogoh berkembang, pengarakan ogoh-ogoh ditambahkan pada akhir rangkaian ritual tadi, dan akhirnya identik dengan Pengrupukan. Beberapa jurnalis dan akademisi memperkirakan bahwa tradisi tersebut berkembang pada [[dekade]] [[1980-an]], meskipun sebelumnya sudah ada tetapi bentuknya masih sangat sederhana,<ref name="sudita"/> serta belum terlalu dikenal.<ref name="tempo"/>
=== Perkembangan awal ===
Baris 68 ⟶ 70:
Seiring dengan perkembangan zaman dan kreativitas masyarakat, ogoh-ogoh tidak terbatas kepada simbol adarma atau raksasa. Selain wujud raksasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di dunia, [[swarga]], dan [[naraka]], seperti: [[makhluk mitologis|hewan mitologis]] ([[naga (mitologi India)|naga]], [[garuda]], [[makara]]), makhluk gaib ([[detya]], [[wanara]], [[bidadari]]), tokoh [[wayang]] dan [[sastra Jawa Kuno]] (tokoh ''[[Ramayana]]'', ''[[Mahabharata]]'', ''[[Calon Arang]]'') bahkan [[dewa-dewi Hindu]].<ref>{{citation| title=Mudra: Jurnal Seni Budaya| year=2019| volume=34| chapter=Ogoh-Ogoh Dan Implementasinya Pada Kreativitas Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi| url=https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/632| place=Denpasar| publisher=Institut Seni Indonesia| author1=Made Aditya Abhi Ganika| author2=I Wayan Suardana}}</ref>
Pada dasawarsa 1990-an dan 2000-an banyak ogoh-ogoh yang terinspirasi dari tokoh masyarakat dan pesohor, serta isu-isu populer pada masa tersebut
===Sarana opini publik===
Dalam perkembangan dan dinamika zaman, ogoh-ogoh dapat menjadi bentuk karya seni untuk menyalurkan aspirasi atau [[opini publik]]. Ogoh-ogoh juga dianggap dapat menjadi sarana untuk menyampaikan kritik sosial.<ref>{{Cite web|url=https://kolom.tempo.co/read/1002863/ogoh-ogoh-sebagai-kritik-sosial/|title=Ogoh-ogoh sebagai Kritik Sosial|last=Agus Dermawan T|date=24 Maret 2015|website=Tempo|access-date=20 Januari 2022}}</ref> Sebagai contoh, ketika isu [[reklamasi]] [[Teluk Benoa]] sedang hangat di Bali pada 2016, sekelompok masyarakat membuat ogoh-ogoh yang dimaksudkan untuk menyampaikan permasalahan lingkungan.<ref name="reklamasi">{{Cite web|url=https://www.mongabay.co.id/2016/03/11/menikmati-rupa-ogoh-0goh-berpesan-masalah-lingkungan-di-bali/|title=Menikmati Rupa Ogoh-ogoh Berpesan Masalah Lingkungan di Bali|date=2016-03-11|website=Mongabay.co.id|language=en-US|access-date=2022-01-19}}</ref> Isu nasional seperti kenaikan bahan bakar minyak dan kasus korupsi juga pernah menjadi inspirasi pembuatan ogoh-ogoh.<ref>{{citation| title=Warga Bali Protes BBM Lewat Ogoh-ogoh Nazaruddin dan Angie | publisher = Kompas.com | date= 09 Maret 2012| author= Muhammad Hasanudin | url= https://ekonomi.kompas.com/read/2012/03/09/15582734/warga-bali-protes-bbm-lewat-ogoh-ogoh-nazaruddin-dan-angie}}</ref> Ogoh-ogoh juga menjadi sindiran kepada tokoh masyarakat atau politikus yang tersandung masalah.<ref>{{Cite news|last=Hasan|first=Rofiqi|url=https://nasional.tempo.co/amp/466276/anas-digantung-di-monas-jadi-inspirasi-ogoh-ogoh|title=Anas Digantung di Monas Jadi Inspirasi Ogoh-ogoh|date=11 Maret 2013|work=Tempo|access-date=20 Januari 2022|url-status=live}}</ref> Meskipun demikian, pemerintah daerah dan adat Bali, serta aparat penegak hukum pada umumnya melarang pembuatan atau pengarakan ogoh-ogoh yang dianggap mengandung unsur [[SARA]] atau politik.<ref name="anas">{{citation| url=https://news.detik.com/berita/d-2191848/ogoh-ogoh-mirip-anas-di-denpasar-batal-diarak| title=Ogoh-ogoh Mirip 'Anas' di Denpasar Batal Diarak| publisher=detiknews| date=11 Maret 2013| author=Tim Redaksi}}</ref><ref name="reklamasi"/>
== Prosesi ==
Baris 88 ⟶ 94:
Di beberapa daerah dengan umat Hindu selain suku Bali, contohnya [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]], tradisi ogoh-ogoh diadaptasi sebagai pelengkap ritual menyambut Nyepi (Tahun Baru Saka). Pelataran [[Candi Prambanan]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] menjadi lokasi pengarakan ogoh-ogoh umat [[Hindu Jawa]] di sana setiap menyambut Nyepi.<ref>{{citation| title= Ogoh-ogoh, Tawur Agung di Prambanan dan Rangkaian Nyepi di Jawa Tengah| date=28 Maret 2017 | editor= Iswidodo | publisher=TribunJateng.com | url = https://jateng.tribunnews.com/2017/03/28/pembakaran-ogoh-ogoh-tawur-agung-di-prambanan-dan-rangkaian-nyepi-di-jawa-tengah}}</ref> Di beberapa tempat lain, contohnya [[kabupaten Lamongan]], tradisi ogoh-ogoh mulai diadaptasi pada dasawarsa 2010-an, meskipun ritual menyambut Nyepi rutin dilaksanakan sebelumnya tanpa membuat ogoh-ogoh.<ref name="lamongan">{{citation| title=Tradisi Upacara Ogoh-ogoh| author=Mohammad Syamsudin Alfattah| publisher=Departemen Antropologi Fisip – Universitas Airlangga |place=Surabaya| url=https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-aun2299ea3239full.pdf| year=2017}}</ref>
Ogoh-ogoh pernah diarak pada saat pawai kebudayaan di beberapa tempat di Indonesia, meliputi [[Jakarta]], [[Medan]], [[Palembang]], [[Semarang]], [[Mataram]], [[Ambon]], dan [[Jayapura]].<ref name="widnyani"/> Ogoh-ogoh yang ditampilkan tersebut berada di luar konteks menyambut
== Di luar konteks Nyepi ==
Istilah "ogoh-ogoh" juga disematkan pada karya seni representasi makhluk yang berukuran besar, meskipun tidak dibuat oleh umat Hindu dan tidak terkait dengan ritual Hindu. Di luar Bali―dan di luar konteks Nyepi―patung raksasa yang diarak saat [[karnaval]] juga disebut ogoh-ogoh.<ref>{{citation| title= Ogoh-ogoh Terbakar saat Karnaval Pondok Bambu Cirebon | publisher=Kompas.tv |date= 2 Juli 2024| author=Sadryna Evanalia | url = https://www.kompas.tv/video/519334/warga-panik-ogoh-ogoh-terbakar-saat-karnaval-pondok-bambu-cirebon}}</ref> Ogoh-ogoh juga pernah diarak dan dibakar di ruang publik sebagai protes masyarakat yang terjadi di luar Bali, contohnya protes akan aktivitas penambangan,<ref>{{citation| title = Warga Pakem Bakar Ogoh-ogoh Betoro Bego Siskolo Protes Penambangan Liar | date = 2 Mei 2015 | author = Santo Ari | editor = Muhammad Fatoni | url = https://jogja.tribunnews.com/2015/05/02/warga-pakem-bakar-ogoh-ogoh-betoro-bego-siskolo-protes-penambangan-liar | publisher = Tribun Jogja}}</ref> atau isu kecurangan saat pemilihan umum.<ref>{{citation| title=Aksi Bakar Ogoh-Ogoh di KPU DIY sebagai Protes Terhadap Isu Kecurangan | author= beritayogya | date = 8 Desember 2023 | url=https://www.beritayogya.com/aksi-bakar-ogoh-ogoh-di-kpu-diy-sebagai-protes-terhadap-isu-kecurangan/ | publisher = Berita Yogya}}</ref> Ogoh-ogoh tersebut dibuat untuk keperluan "[[orang-orangan|boneka pelampiasan]]" semata dan bukan sebagai karya seni yang dipersiapkan menjelang Nyepi.
== Galeri ==
|