Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 18:
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada [[16 Agustus]] [[1967]], [[Soeharto]] terang-terangan mengkritik [[Orde Lama]], yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya '''Tim Pemberantasan Korupsi''' (TPK), yang diketuai [[Jaksa Agung Republik Indonesia|Jaksa Agung]]. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk '''Komite Empat''' beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, [[I.J. Kasimo]], [[Wilopo|Mr Wilopo]], dan [[A. Tjokroaminoto]], dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di [[Pertamina]], misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika [[Sudomo|Laksamana Sudomo]] diangkat sebagai [[Pangkopkamtib]], dibentuklah [[Operasi Tertib]] (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang ''bottom up'' atau ''top down'' di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.begitu
=== Era Reformasi ===
|