Suku Bugis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Suntingan besar
Baris 12:
 
<!-- BAGIAN INI BELUM DIRAPIKAN -->
Suku Bugis adalah sebuah suku yang berasal dari Sulawesi Selatan, dibagi ke dalam empat bagian yaitu Bugis Makassar, Bugis Mandar, Tator dan daerah Bugis sendiri.
== Sejarah ==
 
Suku [[Bugis]] adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku [[deutro melayu]], atau melayu muda. Masuk ke [[nusantara]] setelah gelombang migrasi pertama dari daratan [[Asia]] tepatnya Yunan.
Daftar isi [sembunyikan]
Kata 'Bugis' berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya [[Kecamatan]] Pammana Kabupaten [[Wajo]] saat ini) yaitu [[La Sattumpugi]]. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi.
==1 Sejarah ==
La Sattumpugi adalah ayah dari [[We Cudai]] dan bersaudara dengan [[Batara Lattu]], ayahanda dari [[Sawerigading]]. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra [[I La Galigo]] dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat [[Luwuk]] Banggai, Kaili, [[Gorontalo]] dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti [[Buton]].
2 Perkembangan
3 Mata Pencaharian
4 Hubungan Aspek Sejarah dengan Perantauan
4.1 Suku Bugis di Kalimantan Selatan
 
 
[sunting]
Sejarah
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku deutro melayu, atau melayu muda. Masuk ke nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata 'Bugis' berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari [[We Cudai]] dan bersaudara dengan [[Batara Lattu]], ayahanda dari [[Sawerigading]]. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra [[I La Galigo]] dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat [[Luwuk]] Banggai, Kaili, [[Gorontalo]] dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti [[Buton]].
 
[sunting]
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik dan besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan sawitto (Kabupaten Pinrang), Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk etnik Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
 
[sunting]
Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
 
[sunting]
Hubungan Aspek Sejarah dengan Perantauan
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad 16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui didaerah pesisir di nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, Brunei dan Thailand. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.(Rahmat Munawar)
 
[sunting]
Suku Bugis di Kalimantan Selatan
Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap Raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Upacara adat suku Bugis di daerah ini antara lain :
 
Mappretassi (memberi makan laut) di Desa Pagatan, kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu
Ma'ceratasi di desa Sarang Tiung
Sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.
 
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bugis di Kalimantan Selatan berjumlah 73.037 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :
 
3.066 jiwa di kabupaten Tanah Laut
64.093 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
828 jiwa di kabupaten Banjar
211 jiwa di kabupaten Barito Kuala
106 jiwa di kabupaten Tapin
68 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
169 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
172 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (termasuk Balangan)
516 jiwa di kabupaten Tabalong
2.861 jiwa di kota Banjarmasin
947 jiwa di kota Banjarbaru
Diperoleh dari "http://wiki-indonesia.club/wiki/Suku_Bugis"
Kategori: Artikel yang perlu dirapikan | Suku bangsa di Indonesia
 
== Perkembangan ==