Lembaga sosial: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Serenity (bicara | kontrib)
Serenity (bicara | kontrib)
Sejarah: menetralkan pernyataan yang bernada menggurui = "bayangkan kalau" <-- ini menggurui
Baris 13:
==Sejarah==
 
Terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto lembaga sosial tumbuh karena [[manusia]] dalam hidupnya memerlukan keteraturan.<ref name="Soekanto"/> Untuk mendapatkan keteraturan dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan bertingkah laku. Tentu kehidupan masyarakat tersebut menjadi tidak teratur, di mana setiap masyarakat bertingkah laku sesuka hatinya yang dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, dibentuklah sejumlah norma-norma untuk mencapai keteraturan hidup bersama.
Lembaga sosial pada awalnya didirikan berdasarkan [[nilai]] dan [[norma]] dalam masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang isebut [[norma sosial]] yang membatasi perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan [[norma]] akan membentuk suatu [[sistem]] [[norma]]. Inilah awalnya lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan [[nilai]] dan [[norma]] yang telah mengalami proses penerapan ke dalam institusi atau ''institutionalization'' menghasilkan lembaga sosial <ref name="fox"> Fox, James, 2002, Indonesian Heritage: Agama dan Upacara, Jakarta, Buku Antarbangsa.Hlm.45</ref>.
Mula-mula sejumlah norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara tersebut harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Sejumlah norma-norma itulah yang disebut lembaga sosial.
Namun, tidak semua norma-norma yang ada dalam masyarakat merupakan lembaga sosial. Untuk menjadi sebuah lembaga sosial, sekumpulan norma mengalami proses yang panjang. Menurut Robert M.Z. Lawang <ref> Lawang, Robert M.Z. Hlm. 45</ref> proses tersebut dinamakan institusionalisasi atau pelembagaan, yaitu proses bagaimana suatu [[perilaku]] menjadi berpola atau bagaimana suatu pola perilaku yang mapan itu terjadi. Dengan kata lain, institusionalisasi adalah suatu proses berjalan dan terujinya sebuah kebiasaan dalam [[masyarakat]] menjadi [[institusi]] atau lembaga yang akhirnya harus menjadi patokan dalam kehidupan bersama.
Menurut H.M. Johnson<ref> Zeitlin, Irving M, 1998. Memahami Kembali Sosiologi, Cetakan kedua, Yogyakarta, Gadjah Mada Universitas Press.Hlm.31</ref> bahwa suatu norma terlembaga (institutionalized) dalam suatu sistem sosial tertentu apabila memenuhi tiga syarat sebagai berikut.
# Sebagian besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima norma tersebut.
# Norma tersebut menjiwai seluruh warga dalam sistem sosial tersebut.
# Norma tersebut mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota masyarakat.
 
Dikenal empat tingkatan [[norma]] dalam proses pelembagaan<ref> Zeitlin, Irving M. Hlm. 31</ref>, pertama cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan. Kedua, kemudian cara bertingkah laku berlanjut dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan (folkways), yaitu perbuatan yang selalu diulang dalam setiap usaha mencapai tujuan tertentu. Ketiga, apabila kebiasaan itu kemudian diterima sebagai patokan atau norma pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat unsur pengawasan dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan sanksi. Keempat, tata kelakuan yang semakin kuat mencerminkan kekuatan pola kelakuan masyarakat yang mengikat para anggotanya. Tata kelakuan semacam ini disebut adat istiadat (custom). Bagi anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, maka ia akan mendapat sanksi yang lebih keras. Contoh, di Lampung suatu keaiban atau pantangan, apabila seorang gadis sengaja mendatangi pria idamannya karena rindu yang tidak tertahan, akibatnya ia dapat dikucilkan dari hubungan bujang-gadis karena dianggap tidak suci.
Keberhasilan proses institusinalisasi dalam [[masyarakat]] dilihat jika norma-norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi institutionalized dalam masyarakat, akan tetapi menjadi internalized.<ref>Zeitlin, Irving M. Hlm. 32</ref> Maksudnya adalah suatu taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berkelakuan sejalan dengan perkelakuan yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat.
 
 
Lembaga sosial pada awalnyaumumnya didirikan berdasarkan [[nilai]] dan [[norma]] dalam masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang isebut [[norma sosial]] yang membatasi perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan [[norma]] akan membentuk suatu [[sistem]] [[norma]]. Inilah awalnya lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan [[nilai]] dan [[norma]] yang telah mengalami proses penerapan ke dalam institusi atau ''institutionalization'' menghasilkan lembaga sosial <ref name="fox"> Fox, James, 2002, Indonesian Heritage: Agama dan Upacara, Jakarta, Buku Antarbangsa.Hlm.45</ref>.
 
==Ciri dan Karakter==