Ketuanan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Baris 136:
 
Mahathir dan Musa Hitam kemudian masuk kembali ke UMNO di bawah pemerintahan [[Tun Abdul Razak]], Perdana Menteri ke-dua Malaysia. Beberapa butir [[Kebijakan Ekonomi Baru Malaysia|Kebijakan Ekonomi Baru]] (Bahasa Melayu: ''Dasar Ekonomi Baru'') canangannya didasarkan pada beberapa advokasi Mahathir dalam buku ''Dilema Melayu''-nya. Tujuan Kebijakan Ekonomi Baru seperti yang dinyatakan adalah penghapusan "identifikasi kaum menurut fungsi ekonominya".<ref>Musa, M. Bakri (1999). ''The Malay Dilemma Revisited'', p. 113. Merantau Publishers. ISBN 1-58348-367-5.</ref> Untuk mencapai hal ini, Kebijakan Ekonomi Baru menargetkan 30% ekonomi dikontrol oleh "Bumiputera" pada tahun 1990. Ini dikenal menjadi "solusi 30 persen" dan "kuota Bumiputera" diberikan dalam banyak bidang, termasuk pula pendaftaran saham publik dan skema pembelian rumah pribadi. Walau demikian, sasaran Kebijakan Ekonomi Baru bukanlah untuk mendistribusi ulang kekayaan, namun untuk memperbesar "kue" ekonomi dan memberikan sebagian besar bagiannya kepada orang Melayu, sehingga meningkatkan partisipasi ekonomi semua kaum.<ref>Musa, p. 115.</ref>
 
Rasional utama implementasi Kebijakan Ekonomi Baru seperti yang dijelaskan dalam [[Rancangan Malaysia Kedua]] adalah untuk mengalamatkan "ketidakseimbangan ekonomi" antara orang Cina dengan orang Melayu. Pada tahun 1969, kaum Melayu hanya menguasai 1.5% ekonomi manakala kaum Cina menguasai 22.8%; sisanya dikuasai oleh orang asing.<ref>Hwang, p. 80.</ref> Beberapa penentang kebijakan ini berargumen bahwa manakala peningkatan penguasaan ekonomi oleh orang Cina mengorbankan orang Melayu, pertumbuhan ketimpangan ekonomi yang terbesar terjadi pada orang Melayu terkaya dengan orang Melayu termiskin. Antara tahun 1957 sampai dengan tahun 1970, penguasaan perekonomian Melayu oleh 20% orang Melayu terkaya meningkat dari 42,5% menjadi 52,5%, manakala 40% orang Melayu termiskin mendapatkan penurunan dari 19,5% menjadi 12,7%.<ref>Hilley, John (2001). ''Malaysia: Mahathirism, Hegemony and the New Opposition'', p. 33. Zed Books. ISBN 1-85649-918-9.</ref>
 
Dewan Operasi Nasional mengeluarkan laporannya sendiri menganalisas akar permasalahan kekerasan 13 Mei. Disebutkan bahwa bahkan dalam bidang pelayanan sipil yang dipekerjakan oleh orang Melayu sendiri, pegawai sipil non-Melayu melebih pegawai sipil Melayu dalam banyak bidang. Pegawai sipil Melayu hanya menjadi mayoritas dalam Kepolisian dan Militer. Laporan ini menyimpulkan: "Tuduhan bahwa kaum non-Melayu dikesampingkan dianggap oleh orang Melayu sebagai pemelintiran yang disengajakan. Orang Melayu yang telah merasa dikesampingkan dalam kehidupan ekonomi negara, sekarang mulai merasa terancam kedudukannya dalam bidang pelayanan sipil. Sikap pintu tertutup yang diterapkan kepada kaum Melayu oleh kaum non-Melayu dalam banyak sektor privat dalam negara ini tidak pernah diungkit oleh politikus-politikus non-Melayu."<ref>Ongkili, p. 221&ndash;222.</ref>
 
== Sumber ==