Masao Kume: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di tahun +pada tahun)
Baris 29:
Sewaktu di sekolah menengah pertama, Masao sudah pandai menulis [[haiku]] dan bercita-cita menjadi penyair haiku terkenal. Berdasarkan rekomendasi dan tanpa ujian masuk, Masao diterima di Dai Ichi Kōtō Gakkō (Sekolah Lanjutan Atas I sistem lama, sekarang disebut [[Universitas Tokyo]]). Sewaktu kuliah di Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra [[Universitas Kekaisaran Tokyo]], Masao Kume menghidupkan majalah ''[[Shinshichō]]'' (''Arus Pemikiran Baru'') untuk ketiga kalinya. [[Seiichi Naruse]] dan [[Yuzuru Matsuoka]] termasuk di antara rekan-rekannya yang membantu penerbitan ''Shinshichō''.
 
Drama ''Gyunyuya no Kyodai'' yang dipentaskan tahun [[1914]] merupakan karya pertamanya sebagai penulis drama. Setelah ''Shinshichō'' berhenti terbit, Kume menjadi anggota majalah ''[[Teikoku Bungaku]]'' dan banyak menulis di sana. Pada tahun [[1915]], Kume menjadi salah seorang mahasiswa yang dibimbing [[Natsume Sōseki]]. Pada tahun [[1916]], Kume menghidupkan majalah ''Shinshichō'' untuk keempat kalinya dengan bantuan [[Ryūnosuke Akutagawa]] dan [[Kikuchi Kan]]. Pada tahun yang sama, Kume menerbitkan novel pertama berjudul ''Chichi no Shi''. Masih dipada tahun yang sama, Kume lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo, dan Sōseki meninggal dunia pada akhir tahun 1916.
 
Kume jatuh cinta dengan Natsume Fudeko, putri sulung Sōseki. Ketika anaknya dilamar, ibu Fudeko ([[Natsume Kyōko]]) berkata bahwa dirinya akan memberi izin kepada Kume untuk menikahi Fudeko kalau memang putrinya setuju. Namun ternyata Fudeko lebih menyukai teman Kume yang bernama [[Matsuoka Yuzuru]]. Sementara itu, seseorang yang mengaku teman sekolah Fudeko mengirimkan surat kaleng kepada keluarga Soseki. Surat kaleng tersebut berisi pemberitahuan bahwa Kume sering berganti-ganti pacar, impoten, dan mengidap penyakit kelamin. Menurut [[Yasuyoshi Sekiguchi]] dalam buku ''Hyōden Matsuoka Yuzuru'', penulis surat kaleng tersebut adalah musuh Kume bernama [[Yuzō Yamamoto]]. Setelah identitas pengirim surat kaleng diketahui, Fudeko merasa simpati terhadap Kume untuk sementara.
Baris 35:
Kume dengan senang hati mengumumkan rencana pernikahannya dengan Fudeko dalam novel yang ditulisnya. Selain itu, berita "Putri Sōseki dan Kume Masao Menikah" juga dimuat dalam majalah yang diterbitkannya. Fudeko menjadi marah dan membenci Kume, serta melarangnya untuk datang lagi ke rumah keluarga Sōseki. Setelah tidak mendapatkan Fudeko, Kume masih mengincar adik Fudeko yang bernama Tsuneko, serta saudara sepupu Fudeko. Usaha Kume akhirnya sia-sia karena Fudeko ternyata mencintai Matsuoka Yuzuru.
 
Kume yang patah hati pulang ke kampung halamannya. Setelah kembali lagi ke Tokyo pada tahun [[1918]], Kume menerbitkan berbagai cerpen, termasuk di antaranya ''[[Jukensei no Shuki]]''. Cerpen tersebut mengisahkan murid yang gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi sekaligus patah hati. Pada tahun 1918, cerpen ''Jukensei no Shuki'' dimasukkan ke dalam kumpulan karya Kume yang diberi judul ''Gakusei Jidai''. Cerita ''Jukensei no Shuki'' begitu populer dan berhasil menjadi klasik. Masih dipada tahun yang sama, Fudeko dan Matsuoka menikah. Kume yang mendengar pernikahan Fudeko mengungkapkan rasa dendamnya dalam bentuk tulisan di berbagai majalah. [[Kikuchi Kan]] merasa simpati, dan memuat novel ''Hotaru Kusa'' karya Kume sebagai cerita bersambung di harian ''[[Jiji Shimpō]]''. Pembaca menggemari novel tersebut karena ditulis sebagai novel pop dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sejak itu pula, nama Masao Kume dikenal sebagai penulis novel pop.
 
Pada tahun [[1922]], Kume menerbitkan novel berjudul ''[[Hasen]]'' yang mengangkat peristiwa putus cintanya dengan Fudeko. Novel tersebut menarik simpati dari banyak pembaca wanita, dan sebagai akibatnya Matsuoka Yuzuru dikecam banyak orang. Peristiwa tersebut juga mengakibatkan Matsuoka dikucilkan kalangan sastrawan untuk selama-lamanya. Walaupun demikian, Yasuyoshi Sekiguchi berpendapat bahwa Matsuoka bukan dikucilkan tapi bakatnya sebagai penulis memang terbatas.