Abdul Qadir al-Jailani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mukhyidin (bicara | kontrib)
Mukhyidin (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Sulthanul Auliya [[Syekh]] Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah,''' (bernama lengkap '''Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani'''). Lahir di [[Jailan]] atau Kailan tahun 470 [[Hijriyah|H]]/[[1077]] [[Masehi|M]] kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة '' Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah '' I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 [[Rabiul akhir]] di daerah Babul Azajwafat di [[Baghdad]] pada 561 H/[[1166]] M.
 
 
Baris 6:
Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 [[Ramadhan]] [[470]] H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 [[Ramadhan]] [[470]] H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh [[ulama]]<ref name="Syekh Abdul Qadir al Jailani Pemimpin Para Wali"> MA Cassim Razvi dan Siddiq Osman NM: "Syekh Abdul Qadir al-Jailani Pemimpin Para Wali", halaman 1-4.Yogyakarta : Pustaka Sufi. ISBN : 979-97400-100-8</ref>.
Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid [[Ali al-Murtadha]] r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh [[Sayyid Abdurrahman Jami]] rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"<ref name="Syekh Abdul Qadir al Jailani Pemimpin Para Wali"/>.
Silsilah Keluarga beliaKeluarganya adalah Sebagai berikut :
Dari Ayahnya(Hasani)<ref name="Syekh Abdul Qadir al Jailani Pemimpin Para Wali"/>:
 
Baris 71:
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat [[Allah]], [[takdir]], dan [[ma'rifat|ilmu-ilmu ma’rifat]] yang sesuai dengan [[sunnah]]."
 
Karya karyanya <ref name="Syekh Abdul Qadir al Jailani Pemimpin Para Wali"/> :
Karya beliau, antara lain :
# ''al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq'',
# ''Futuhul Ghaib''.
# ''Al-Fath ar-Rabbani''
# ''Jala' al-Khawathir''
# ''Sirr al-Asrar''
# ''Malfuzhat''
# ''Khamsata "Asyara Maktuban''
 
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
 
== Beberapa Ajaran Beliau-ajaranya ==
Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
 
menjanjikanImam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat ritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allahmenjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikhmasyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga
memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah
menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara
riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
 
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliauaqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
 
Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. ''Wallahu a’lam bishshawwab''.
 
== Awal Kemasyhuran ==
Baris 100 ⟶ 101:
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah [[cahaya]] terang benderang mendatangi aku.
"Apa ini dan ada apa?" tanyaku.
"[[Rasulallah]] SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara.
[[Sinar]] tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi [[spiritual]] yang membuatku setengah [[sadar]]. Lalu, aku melihat Rasulallah SAW di depan [[mimbar]], mengambang di [[udara]] dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasalullahRasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulallah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasalullah SAW" jawab beliau.
 
Rasulallah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulallah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad ''Qutb'' dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Baris 110 ⟶ 111:
 
== Hubungan Guru dan Murid ==
Guru dan teladan kita Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
 
# Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang ''sattar'' (menutup aib) dan ''ghaffar'' (pemaaf).
# Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
Baris 119:
# Dua karakter dari Ali yaitu alim ([[cerdas]]/[[intelek]]) dan pemberani.
 
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait [[syair]] yang dinisbatkan kepada beliaukepadanya dikatakan:
 
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah [[Dajjal]] yang mengajak kepada kesesatan.
Baris 127:
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
 
Kemudian dia harus [[talkin|mentalqin]] si murid dengan [[zikir]] lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulallah SAW, "Wahai RasulallahRasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling [[afdhal]] di sisi-Nya. Rasulallah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam [[khalwat]] ([[kontemplasi]]nya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah [[fadhilah]] zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulallah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulallah berkata, “''Laa Ilaaha Illallah''” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat ''Laa Ilaaha Illallah''. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syeikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan [[riyadhah]]. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya [[bai’at]] bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
 
Kemudian dia harus [[talkin|mentalqin]] si murid dengan [[zikir]] lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulallah SAW, "Wahai Rasulallah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling [[afdhal]] di sisi-Nya. Rasulallah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam [[khalwat]] ([[kontemplasi]]nya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah [[fadhilah]] zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulallah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulallah berkata, “''Laa Ilaaha Illallah''” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat ''Laa Ilaaha Illallah''. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
 
Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh [[mursyid]]nya saat menghadapi sakaratul maut”.
Baris 135 ⟶ 133:
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi:
Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
 
== Lain-Lain ==
Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan di sisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah.
"Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jin: 18)"
 
Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada
kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
 
Pada tahun 521 H/[[1127]] M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara [[sufi]] di [[Padang Pasir]] [[Iraq]] dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia [[Islam]]. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. [[Madrasah]] itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya [[Baghdad]] pada tahun 656 H/1258 M.
 
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu [[tarekat]] terbesar didunia bernama [[Tarekat Qodiriyah]].
 
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 [[Rabiul akhir]] di daerah Babul Azajwafat di [[Baghdad]] pada 561 H/[[1166]] M. `
 
== Pranala luar ==