Persib Bandung: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zantvr (bicara | kontrib)
Maung Bandung (bicara | kontrib)
Baris 28:
 
== Sejarah ==
Sebelum bernama Persib, di [[Kota Bandung]] berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun [[1923]]. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah [[Mr. Syamsudin]] yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita [[Dewi Sartika]], yakni [[R. Atot]].
 
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah [[Jawa Barat]] yang pertama. BIVB memanfaatkan [[lapangan Tegallega]] di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti [[Yogyakarta]] dan [[Jatinegara]], [[Jakarta]].
 
Pada tanggal [[19 April]] [[1930]], BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB ([[Persebaya]]), MIVB (sekarang [[PPSM Magelang]]), MVB ([[PSM Madiun]]), VVB ([[Persis Solo]]), PSM ([[PSIM Yogyakarta]]) turut membidani kelahiran [[PSSI]] dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final [[kompetisi perserikatan]] pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.
 
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal [[14 Maret]] [[1933]], kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih [[Anwar St. Pamoentjak]] sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
 
Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun [[1934]], dan kembali '''kalah''' dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari [[Persis Solo]]. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.
 
Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang [[Belanda]] yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan [[Ciroyom, Andir, Bandung|Ciroyom]]. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, [[UNI]] dan [[SIDOLIG]].
 
Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini [[Stadion Siliwangi]]). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
 
Ketika Indonesia jatuh ke tangan [[Jepang]]. Kegiatan persepak bolaanpersepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
 
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Baris 48:
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di [[Tasikmalaya]], Persib di [[Sumedang]], dan Persib di [[Yogyakarta]]. Pada masa itu prajurit-prajurit [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|Siliwangi]] hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.
 
Baru tahun [[1948]] Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, [[dokter Musa]], Munadi, [[H. Alexa]], [[Rd. Sugeng]] dengan Ketua Munadi.
 
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat [[nasionalisme]]. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decadedekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode [[1953]]-[[1957]] itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. WalikotaWali Kota Bandung saat itu [[R. Enoch]], membangun Sekretariat Persib di [[Cilentah]]. Sebelum akhirnya atas upaya [[R. Soendoro]], Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di [[Jalan Gurame]].
 
Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun [[1961]], [[1986]], [[1990]], dan pada kompetisi terakhir pada tahun [[1994]]. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun [[1950]], [[1959]], [[1966]], [[1983]], dan [[1985]].
 
Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi [[Robby Darwis]] pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun [[1995]]. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan [[Petrokimia Putra]] melalui gol yang diciptakan oleh [[Sutiono Lamso]] pada menit ke-76. Persib juga pernah menjamu [[klub-klub dunia]] seperti [[AC Milan]], namun sayangnya pada pertandingan yang diadakan di [[Stadion Utama Gelora Bung Karno]] itu, Persib harus mengakui keunggulan AC Milan dengan skor mencengangkan 8-0. Maklum saja, karena pada waktu itu AC Milan masih dilatih oleh [[Fabio Capello]] (kini pelatih [[Tim Nasional Inggris]]) dan diantaranya diperkuat oleh pemain-pemain bintang kala itu yang namanya masih banyak dikenal sampai sekarang, seperti [[Franco Baresi]], [[Ruud Gullit]], [[Marco van Basten]], dan pemain-pemain lainnya.
 
Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun [[2003]]. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di [[Divisi Utama]].
 
Sebagai tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti [[Risnandar Soendoro]], [[Nandar Iskandar]], [[Adeng Hudaya]], [[Heri Kiswanto]], [[Adjat Sudradjat]], [[Yusuf Bachtiar]], [[Dadang Kurnia]], [[Robby Darwis]], [[Budiman]], Nuralim[[Nur'alim]], [[Yaris Riyadi]] hingga generasi [[Erik Setiawan]] dan [[Eka Ramdani]] merupakan
sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.