Suku Badui: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
VolkovBot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: nl:Badui
Rintojiang (bicara | kontrib)
gabung dari Baduy dalam luar
Baris 1:
'''Orang Kanekes''' atau '''orang Baduy''' adalah suatu kelompok masyarakat adat [[orang Sunda|Sunda]] di wilayah [[Kabupaten Lebak]], [[Banten]]. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti [[Belanda]] yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok [[Suku Badui (Arab)|Arab Badawi]] yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai ''urang Kanekes'' atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti ''Urang Cibeo'' (Garna, 1993).
 
 
 
== Wilayah ==
 
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.
 
Baris 21 ⟶ 18:
== Kepercayaan ==
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai [[Sunda Wiwitan]] berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang ([[animisme]]) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh [[agama Budha]], [[Hindu]], dan [[Islam]]. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit mungkin:
 
 
:''Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.''
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
 
 
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang [[pertanian]], bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan [[bajak]], tidak membuat [[terasering]], hanya menanam dengan [[tugal]], yaitu sepotong [[bambu]] yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Baris 38 ⟶ 33:
== Kelompok-kelompok dalam masyarakat Kanekes ==
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu ''tangtu'', ''panamping'', dan ''dangka'' (Permana, 2001). Kelompok ''tangtu'' adalah kelompok yang dikenal sebagai [[Baduy Dalam]], yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat ''panamping'' adalah mereka yang dikenal sebagai [[Baduy Luar]], yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Baduy Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).
 
=== Baduy Luar ===
'''Baduy Luar''' merupakan orang-orang yang telah keluar dari [[adat]] dan wilayah [[Baduy Dalam]]. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga [[Baduy Dalam]] ke Baduy Luar.
Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
 
==== Penyebab ====
* Mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy Dalam.
* Berkeinginan untuk keluar dari Baduy Dalam
* Menikah dengan anggota Baduy Luar
 
==== Ciri-ciri masyarakat ====
* Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Baduy Dalam.
* Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam.
* Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
* Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
* Mereka tinggal di luar wilayah Baduy Dalam.
 
=== Baduy Dalam ===
'''Baduy Dalam''' adalah bagian dari keseluruhan [[Suku Baduy]]. Tidak seperti [[Baduy Luar]], warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.
 
Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Baduy Dalam antara lain:
* Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
* Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
* Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang ''Puun'')
* Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
* Menggunakan Kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
 
== Pemerintahan ==