Michael Verhoeks: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aaku100 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Aaku100 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
Dan, "kedatangan mendadak" sekitar delapan siswa pertama itulah yang dipandang sebagai "awal" pendirian seminari menengah di Keuskupan Surabaya. Romo Karl Prent CM menulis demikian: "Awalnya [pendirian seminari] memang cukup berpetualang. Kami menulis 1948: Hari-hari yang kacau selama aksi personil dan perang kemerdekaan; negara [wilayah Jawa Timur] dibagi oleh suatu garis demarkasi, dimana-mana ada kekacauan. Pada suatu hari Pastor Dwidjosoesastro CM, sebagian nunut, sebagian berjalan kaki dengan 8 anak menembus garis demarkasi datang ke Surabaya. Setelah perjalanan yang liku-liku, pada tanggal 29 Juni 1948 pagi hari pukul 12, mereka tiba di Surabaya. Delapan anak Jawa, yang ingin menjadi imam diantaranya dua yang tertua, Reksosoebroto dan Sastropranoto menyelesaikan studi mereka dan menerima pentahbisan.<ref>"Karl Prent CM, "Het Nieuwe Seminarie te Garum", dalam ''Missiefront'', Februari 1960, hlm. 8-9.</ref> Hari itulah yang dikenang sebagai awal berdirinya [[Seminari Garum]].
 
Msgr. Verhoeks CM dikenal oleh para romo misionaris lain sebagai seorang pemimpin yang sabar. Ia suka bersepeda. Ia bahkan dikenal sebagai "uskup yang bersepeda".<ref>Lih. "Mgr. Michael Verhoeks CM: Vikaris Apostolik Surabaya" (tanpa penulis, terj.), dalam ''Missiefront'' Mei 1947. Agak janggal untuk membaca laporan tentang pengangkatan Mgr. Verhoeks yang terjadi tahun 1942, tetapi baru ditulis dalam publikasi majalah misi tahun 1947. Halnya menjadi jelas ketika mengingat bahwa mulai tahun 1942-1946 dunia dilanda perang, sehingga jurnal, majalah, katalog tidak bisa diterbitkan. Lih. Armada Riyanto CM, ''80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia'', CM Provinsi Indonesia, Surabaya, 2003, hlm. 121-123.</ref> Tahbisannya sebagai Vikaris Apostolik dilaksanakan tidak dalam upacara yang ramai, sebab pada waktu itu perang sedang berlangsung. Dan, tidak lama kemudian Uskup Verhoeks CM dibawa ke Interniran oleh Jepang. Uskup Verhoeks CM selama beberapa saat pernah tinggal di paroki Ketabang (Kristus Raja) di Jalan Residen Sudirman, yang ketika itu pernah hendak dimaksudkan sebagai keuskupan. Karena tahbisannya Karena kedatangannya ke Indonesia langsung menjadi Uskup, ia memiliki keterbatasan dalam berbahasa Jawa. Jika menurut Romo Karl Prent CM, pendirian seminari diasalkan pada kedatangan delapan pemuda yang diantar oleh Romo Dwidjosoesastro CM tersebut, maka yang menandai kepemimpinan Uskup Verhoeks CM adalah berdirinya seminari menengah St. [[Vincentius a Paulo]], meskipun dia tidak bisa disebut sebagai pendirinya. Setelah di Jalan Kepanjen 9, seminari itu pindah ke Jalan Dinoyo, Surabaya, sebelum akhirnya pindah ke Garum, Blitar.<ref>''Ibid.''</ref>
 
Karena kebijaksanaannya dalam pendirian politik di zaman perang, Msgr. Verhoeks dianugerahi bintang jasa Kerajaan Belanda, "Ridder Order Ned. Leeuw" tahun 1950. Kepemimpinan Msgr. Verhoeks CM diteruskan oleh Msgr. Johannes Klooster CM.