Besar Mertokusumo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 18:
[[Adnan Buyung Nasution]] juga mengakui hal itu. Dia sempat jadi advokat tetapi tidak lama. Beliau memang lebih banyak di pemerintah, ketimbang praktek advokat, sosok Besar juga sebagai penyusun konsep sistem peradilan Indonesia.
Dalam buku Daniel S. lev, sosok Besar digambarkan sebagai advokat yang sering membela terdakwa miskin dalam persidangan di Landraad (Pengadilan Negeri). Besar menggeluti dunia advokat sekitar tahun [[1923]]. Firma hukumnya didirikan di [[Tegal]], [[Jawa Tengah]], dekat kota kelahirannya, Brebes. Daniel S. Lev menyatakan kemungkinan Tegal dipilih karena disitulah keluarga dan teman-
Ketika berpraktek di ''Landraad'' ([[Pengadilan Negeri]]), Besar tak senang dengan perlakuan pengadilan terhadap terdakwa asal Indonesia. Dalam persidangan, terdakwa orang Indonesia harus duduk di lantai, membungkuk dalam-dalam dan sangat ketakutan. Besar menilai perlakuan itu sebagai bentuk penghinaan pengadilan terhadap orang Indonesia. Ketika itu, hakim dan jaksa menggunakan bahasa Belanda saat bersidang. Besar sendiri tak suka dengan kondisi demikian. Persidangan itu membuat orang Indonesia sulit menerima pengadilan itu seperti pengadilannya sendiri. Meski demikian, para [[hakim]] [[Belanda]] tetap menghormati Besar.
Setelah firma hukum di Tegal berkembang, Besar membuka kantor cabang di [[Semarang]]. Di kantor barunya, ia lebih banyak merekrut sarjana hukum Indonesia, antara lain [[Sastromulyono]], Suyudi, dan lain-lain. Pernah, suatu waktu, gaji advokat dikantor itu 600 golden per bulan, ditambah dengan bagian keuntungan. Ketika jaman malaise (krisis) dua kantor yang didirikan oleh Besar itu berdiri sendiri.
Sebelum terjun ke dunia advokat, Besar bekerja sebagai panitera pada Landraad di [[Pekalongan]]. Pekerjaan itu diperoleh setelah
Kaum [[pribumi]] yang belajar hukum umumnya berasal dari komunitas Jawa, Sumatera dan keturunan Cina. Mereka belajar di ''Rechtschool'' dengan materi [[ilmu hukum]] dan hukum acara pidana. Mereka yang lulus dengan ketat bergelar ''rechtskundingen'' sebagai sarjana muda hukum. Sedang mereka yang cerdas dapat meraih penuh gelar sarjana hukumnya di
Pada umumnya sarjana hukum dari Belanda diberi dua pilihan, yaitu untuk menerapkan ilmu yang mereka miliki dengan bekerja di Belanda atau pulang ke Indonesia. Mereka yang pulang ke Indonesia sebagian besar bekerja di pengadilan dan dalam jumlah yang lebih kecil mencoba membuka kantor advokatnya. Salah satunya ada Besar Mertokusumo yang membuka kantor di Tegal.
Minimnya jumlah advokat ketika itu dipengaruhi meningkatnya suhu politik di Indonesia. Mahasiswa hukum yang kembali ke Indonesia kebanyakan langsung terjun ke dunia politik. Tidak mudah untuk menjadi advokat ketika itu
Profesi advokat tak jarang juga mendapat kecaman dari keluarga. Profesi advokat tak dipandang mentereng layaknya jabatan di pemerintahan. Begitupula dengan keluarga Besar
== Penghargaan ==
|