Dewi Sri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
VolkovBot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: fr:Dewi Sri
Gunkarta (bicara | kontrib)
Baris 10:
<ref>[http://my.opera.com/mrtaufik/blog/2008/03/01/mitos-nyi-pohaci-sanghyang-asri-dewi-sri (Indonesian) Mitos Nyi Pohaci/Sanghyang Asri/Dewi Sri]</ref>
 
Dahulu kala di [[Kahyangan]], [[Batara Guru]] yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang taktidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasehat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.
 
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.