Prisma (majalah): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Iwan1704 (bicara | kontrib)
k ←Membuat halaman berisi 'Prisma diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Majalah ini sempat berhenti terbit sejak 1998 dan terbit kemba...'
 
Iwan1704 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Prisma diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Majalah ini sempat berhenti terbit sejak 1998 dan terbit kembali mulai 17 Juni 2009. Misi Prisma adalah menjadi media informasi dan forum pembahasan masalah pembangunan ekonomi, perkembangan sosial dan perubahan kultural di Indonesia dan sekitarnya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, survei, hipotesis atau gagasan orisinal yang kritis dan segar.
 
== Prisma, Pasang Surut Sebuah Majalah Akademik<ref name="Kenangan">LP3ES Kenangan 35 Tahun (Jakarta: LP3ES, 2006)</ref> ==
 
Dari berbagai peranan seperti tercantum dalam namanya, yakni penelitian, pendidikan dan penerangan, maka tidak pelak lagi LP3ES paling dikenal luas sebagai “lembaga penerangan.” Hal ini dapat dibenarkan bila yang dimaksud di sini adalah sebagai sebuah penerbit buku dan majalah. Dapat dipahami, karena produk-produk penerbitan LP3ES memang tersebar luas ke seluruh penjuru tanah air, dan bahkan ke tempat-tempat tertentu di luar negeri. Sebagai penerbit buku akademik, LP3ES dikenal dengan buku-buku teks universitas, terutama di bidang ekonomi, yang sengaja disusun oleh sarjana Indonesia dengan perspektif Indonesia pula. Begitu pula dengan buku-buku kajian kritis dalam berbagai subyek, baik karangan asli Indonesia maupun terjemahan. Karena spesialisasinya sebagai penerbit akademik maka keterkenalan LP3ES memang terkonsentrasi pada kalangan masyarakat yang berpendidikan tinggi saja.
Baris 9:
Seperti itulah kurang lebih gambaran Prisma ketika majalah ini sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir tahun 1970-an dan seterusnya. Prisma boleh dikatakan sukses sebagai sebuah majalah akademik dengan peredaran yang luas karena dapat memenuhi harapan masyarakat pembacanya. Di balik itu hendaklah diingat bahwa Prisma memang diterbitkan dengan maksud untuk disebar-luaskan dengan prinsip-prinsip sebuah usaha. Hal itu membedakannya dengan jurnal-jurnal akademik atau ilmiah yang lain, yang selain sangat terspesialisasi pada bidangnya, juga tidak diusahakan untuk disebar-luaskan. Dengan demikian, keberhasilan Prisma tidak hanya terletak pada kebijakan redaksional saja, tetapi juga pada upaya pemasaran yang sungguh-sungguh.
 
=== Prisma Sebagai Majalah Pembangunan ===
 
Pertama kali terbit pada bulan Nopember 1971, Prisma menampilkan diri sebagai sebuah “majalah pembangunan.” Suatu hal yang kiranya mudah dipahami, mengingat pada saat itu masyarakat Indonesia sedang memulai zaman pembangunan dengan semangat menyala-nyala. Semangat itu terlihat jelas dalam “Pengantar Redaksi” edisi pertama Prisma yang ditulis oleh Ismid Hadad, sebagai Redaktur dan Penanggung Jawab, yang antara lain menyatakan bahwa “... Kita senantiasa tenggelam dalam manuvre2 politik praktis dan masalah2 rutin, hingga tak pernah sempat memikirkan rentjana masa depan Indonesia dari pandangan jang mendalam. Oleh karena itulah dizaman modern dimana tantangan2 pembangunan republik ini lebih menuntut digunakannja fikiran2 jang matang, makin terasa bahwa kita sekarang perlu kontemplasi, sambil madju terus mengedjar keterbelakangan. Apalagi bila kita tidak mau menemui bentjana2 dalam menjongsong Repelita Ke-II.”
Baris 39:
Dari sudut pandang ideal, yakni sebagai sarana penerangan bagi masyarakat umum, Prisma tidak hanya dikenal di Indonesia karena sejak awal majalah ini juga memiliki edisi bahasa Inggris. Edisi itu diterbitkan pertama kali pada tahun 1975, semula dua kali dalam setahun kemudian menjadi empat-bulanan. Isinya merupakan terjemahan artikel-artikel pilihan yang telah atau akan dimuat dalam Prisma bahasa Indonesia. Edisi ini terutama “diekspor” ke luar negeri dan diterima oleh agen-agen yang cukup setia di Belanda, Amerika Serikat, Australia dan Singapura, di samping sejumlah pelanggan pribadi. Omset edisi ini hanya 1.000 eksemplar dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, melainkan lebih untuk memenuhi amanat Anggaran Dasar LP3ES yang antara lain berbunyi: “Menyebarkan pengetahuan yang luas tentang keadaan sosial dan ekonomi Indonesia kepada bangsa lain.” Fungsi utamanya jelas sebagai "public relation" LP3ES terhadap dunia internasional, terutama untuk memberi informasi dan menarik perhatian lembaga-lembaga ilmiah dan sumber-sumber dana di luar negeri. Edisi bahasa Inggris itu bisa mengisi sebagian kevakuman media komunikasi dalam bahasa Inggris tentang Indonesia yang saat itu makin dibutuhkan oleh publik asing yang banyak di Indonesia, maupun di luar negeri.
 
=== Akhir Pembangunan, Akhir Prisma ===
 
Dalam sorotan sehubungan dengan dua puluh dua tahun usia Prisma, Richard Z. Leirissa menulis, “Suatu hal yang menggembirakan adalah bahwa dalam dasawarsa 80-an permasalahan yang mendasar seperti strategi kebudayaan juga mulai mendapat tempat yang penting... Persoalan ini sudah muncul dalam Prisma di tahun 1981.” Prisma, dalam edisi November 1981, memang menyuguhkan topik berjudul Perbenturan Nilai-nilai di Indonesia. Pada tahun 1987, Prisma menurunkan topik berjudul Stategi Kebudayaan: Mencari yang Lebih Tepat (Prisma, Maret 1987), yang antara lain dilengkapi dengan laporan wawancara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Kongres Kebudayaan. Penulis nomor itu antara lain Emil Salim, Umar Kayam, Arief Budiman, dan Gunawan Mohamad. Leirissa menekankan bahwa hal yang menarik dari artikel-artikel dalam edisi tersebut adalah strategi kebudayaan tetap dilihat dalam kaitan dengan strategi pembangunan.
Baris 53:
Merosotnya kinerja Prisma yang berlanjut hingga awal tahun 1990-an telah mendorong pengasuh untuk menampilkan majalah dengan wajah yang sama sekali berubah dari yang selama ini dikenal, dengan maksud agar dapat kembali menarik pembaca. Upaya itu dapat dipahami mengingat masyarakat sudah dihadapkan pada begitu banyak alternatif bahan bacaan serta sumber informasi dalam bentuk lain. Oleh karena itu, mulai edisi Januari 1994 sampul Prisma tampil dengan gaya ilustrasi yang baru, kertas isi kembali digunakan HVS seperti awal mula terbit, tata letak isi juga berubah secara mencolok. Jumlah edisinya pun berhasil dikembalikan ke 12 nomor. Hal lain yang juga dilakukan adalah menekan harga agar tetap terjangkau pembaca, yakni ditentukan Rp. 4.000,- walaupun menurut perhitungan rasional seharusnya dua kali dari harga jual ini. Namun, perubahan sampul dari bingkai bundar yang merupakan ciri khas Prisma menjadi bingkai segi empat disayangkan oleh sebagian pembaca.
 
Tampaknya upaya itu tidak berhasil mengangkat kembali Prisma menjadi bacaan yang laris dan dicari. Pada tahun-tahun kemudian penjualan majalah ini terus merosot, yang menjadikan para pengasuh kehabisan akal tentang apalagi yang harus dilakukan. Di satu pihak, ada kepercayaan bahwa potensi pembaca Prisma akan bertambah banyak karena makin banyak orang terpelajar. Namun dalam kenyataannya majalah ini sulit menarik perhatian mereka. Pesaing dalam bentuk majalah sejenis tampaknya belum ada yang muncul, walaupun penerbitan buku-buku dengan isi dan tema yang sama memang sudah semakin banyak. Untuk mengatakan bahwa masyarakat lebih suka membaca buku daripada majalah, diperlukan data yang cukup memadai. Dan, sebelum data itu terkumpul Prisma sudah semakin jarang muncul, hingga akhirnya pada tahun 1998 hanya terbit satu nomor. Secara kebetulan tahun tersebut bersamaan dengan tahun jatuhnya rezim pembangunan di Indonesia. Apakah Prisma yang dahulu muncul pertama kali sebagai majalah pembangunan memang harus berakhir pada tahun itu? Atau bagaimana hubungannya dengan apa yang ditulis Onghokham bahwa Prisma merupakan pencerminan dari wajah kaum cendekiawan Indonesia; menampilkan wajah cendekiawan Indonesia pada zamannya (Prisma, November 1980)? Tidak penting untuk dicari hubungannya. Yang penting Prisma perlu muncul kembali dengan perspektif dan semangat yang sesuai dengan zamannya.***
 
 
Sumber: LP3ES Kenangan 35 Tahun (Jakarta: LP3ES, 2006).
<references />