Dewi Sri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Gunkarta (bicara | kontrib)
k Mitos dewi padi: memangsa
Baris 26:
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap [[dewata]] pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul pohon [[kelapa]]; dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman [[rempah-rempah]] wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon [[aren]] atau [[enau]] bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman [[bambu]], dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman [[padi]], bahan pangan yang paling berguna bagi manusia. Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan [[Kerajaan Sunda]] kuna, Nyi Pohaci Sanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris.
 
Sebagai tokoh agung yang sangat dimuliakan, ia memiliki berbagai versi cerita, kebanyakan melibatkan Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci) dan saudara laki-lakinya Sedana (Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan Medang Kamulan, atau kahyangan (dengan keterlibatan dewa-dewa seperti Batara Guru), atau kedua-duanya. Di beberapa versi, Dewi Sri dihubungkan dengan [[ular sawah]] sedangkan Sadhana dengan burung sriti (walet). Ular sawah dikaitkan dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal dan kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memakanmemangsa tikus yang menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti di India dan Thailand, berbagai jenis [[ular]] terutama [[kobra|ular sedok]] pun dihubungkan dengan mitos kesuburan sebagai pelindung sawah.
 
=== Penggambaran ===