Pengaringan, Pejagoan, Kebumen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
Konsep "kekeluargaan" masih menjadi pedoman dalam kehidupan warga Pengaringan. Gotong royong menjadi tradisi dalam menggarap sawah, ladang, membangun rumah, jalan, bangunan desa, hajatan (pernikahan, sunatan, kematian). Upacara dan kegiatan tradisi juga masih dilakukan seperti Becek (Memasak gulai kambing untuk dimakan bersama warga satu desa), kenduri sedekah bumi, kenduri saat Idul Fitri. Kesenian Ebeg (kuda lumping) juga dimiliki oleh warga Pengaringan dan masih eksis.
 
Dalam kesehariannya, warga Pengaringan berkomunikasi dengan bahasa Jawa dialek (logat) Ngapak (Banyumasan) yang identik dengan aksen "a" dalam vokal dan "k" di akhir kata. Seperti kata "sego" (nasi) dalam dialek Bandhek (Solo-Jogja) diucapkan "sega" dalam dialek Ngapak. Kata "bapak" diucapkan "bapa'" (huruf "k" tidak ditekan keras) dalam dialek Bandhek, diucapkan "bapak" (dengan huruf "k" diucapkan ditekan keras ("medhok") dalam dialek Ngapak.
 
Wilayah desa Pengaringan yang berada di pegunungan memiliki bukit Gligir (di wilayah Gang dan Gunung Pranji di sebelah utara desa. Gunung Pranji memiliki hidung dan mulut tampak seperti kepala menengadah jika dilihat dari kejauhan. Gunung Pranji merupakan salah satu keunikan dan pesona desa Pengaringan yang biasanya dikunjungi anak-anak muda untuk camping atau sekadar panjat gunung. Selain bukit dan gunung, desa pengaringan memiliki danau alami yang disebut Ceblungan dan bendungan buatan (DAM) atau sering disebut Cekdam yang cukup luas. Air Cekdam ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air warga Pengaringan dan desa sekitarnya.
 
Situs terkait:
www.pengaringan.blogspot.com
www.masnuhu.blogspot.com
 
{{Pejagoan, Kebumen}}