Penafsiran Alegoris: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
55hans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
D'SpecialOne (bicara | kontrib)
k Memperbaiki tag referensi
Baris 2:
[[Berkas:Philon.jpg|thumb|right|thumb|Philo, pelopor penafsiran alegoris untuk Alkitab]]
 
'''Penafsiran Alegoris''' adalah sebuah [[model tafsir]] yang populer pada [[Abad Pertama]] hingga [[Abad Pertengahan]]. <ref name="Dianne">Dianne Bergant & Robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. 21.></ref> Pendekatan ini merupakan sebuah upaya menyingkap pesan teks [[Alkitab]] secara [[alegoris]], yaitu dengan mencari makna di balik kata-kata yang tertulis di dalam teks.<ref name="Bernard"> {{en}} Bernard Ramm. 1970. Protestant Biblical Interpretation. Grand Rapid: Baker. 24.></ref>.Di kalangan [[Rabi-rabi Yahudi]], model ini merupakan salah satu alternatif model tafsir, selain penafsiran [[literer]], ''[[Midrash]]'', dan ''[[Pesher]]''.<ref name="Richard"> {{en}} Richard N. Longenecker. 1999. Biblical Exegesis in the Apostolic Period. Gran Rapid: William B. Eerdmands. 30-32.></ref>
 
== Latar Belakang ==
Tafsir alegoris diperkenalkan oleh orang-orang [[Yunani]] yang secara khusus dikembangkan melalui [[filsafat Stoa]].<ref name="Geoffrey"> {{en}} R. J. Zwi Werblowsky & Geoffrey Widoger (eds.). 1997. The Oxford Dictionary of the Jewish Religion. New York: Oxford. 37-38.></ref><ref name="Henry"> {{en}} Henry A. Virkler. 1988. Hermeneutic: Principles and Processes of Biblical Interpretation. Grand Rapid: Baker. 52.></ref> Pendekatan ini dinilai sebagai solusi untuk menjembatani ketegangan antara mitologi-mitologi Yunani dan perkembangan filsafat. <ref name="Dianne"></ref> Dengan demikian, tafsiran alegori umumnya bersifat pembelaan [[(apologetis)]].<ref name="Cecil">< {{en}} Cecil Roth. 1959. The Standard Jewish Encyclopedia. New York: Doubleday. 78></ref>
 
Pendekatan alegoris untuk menyingkap pesan teks-teks Alkitab dipelopori oleh [[Philo]], seorang penafsir [[Yahudi]] pada Abad Pertama.<ref name="Henry"></ref><ref name="Geoffrey"></ref> Keberadaan teks-teks kuno, seperti [[Taurat]] dalam tradisi [[Yahudi]] dan [[mitologi-mitologi]] dalam tradisi Yunani, tidak lagi dianggap sebagai sebuah kebetulan, tetapi menyimpan pesan moral dan nilai-nilai kebenaran yang dari masa lampau.<ref name="Ackroyd"> {{en}} P. R. Ackroyd & G. F. Evans. 1993. Cambrigde History of Bible: From the Beginnings to Jerome Vol. 1. 379-380></ref> Dengan pendekatan alegoris, Philo yakin pesan-pesan spiritual yang tidak dapat diungkapkan oleh teks secara harafiah dapat diungkap.<ref name="Geoffrey"></ref>
 
== Alasan Perlunya Penafsiran Alegoris ==
Menurut Philo, ada alasan-alasan tertentu yang membuat arti harafiah teks Alkitab harus ditolak.<ref name="Robert"> Robert M. Grant dan David Tracy. 1993. Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 58-69.></ref> Untuk itu, dia mendaftarkan 10 alasan mengapa teks perlu ditafsir secara alegoris:<ref name="Henry"></ref>
# Jika makna literer teks tidak mengatakan apa yang benar megenai Tuhan.
# Jika teks bertentangan dengan teks yang lain.
Baris 23:
 
== Perkembangan penafsiran alegoris ==
Kekristenan perdana yang banyak berjumpa dengan [[filsafat Yunani]] menjadikan tafsir alegoris sebagai solusi untuk memahami pesan-pesan Alkitab. <ref name="Dianne"/> Secara khusus, penafsiran Alegoris diwariskan oleh gereja-gereja Barat yang memang banyak begumul dengan filsafat Yunani.<ref name="LAI"> Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer No. 8. Jakarta: LAI. 2.</ref>. Contoh konkret terlihat pada zaman Patristik ketika Bapa-bapa gereja memahami bahwa Perjanjian Lama sebagai Alkitab orang [[Kristen]] harus digunakan untuk mendukung Perjanjian Baru.<ref name="Henry"/> Dengan demikian metode yang digunakan adalah metode alegoris. Secara khusus [[Origenes]] mengatakan bahwa Alkitab adalah tempat berkumpulnya alegori-alegori yang penuh dengan simbol.<ref name="Henry"/> Sama seperti manusia yang terdiri dari [[tubuh]], [[jiwa]], dan roh maka Alkitab juga dibagi dalam tiga makna, yaitu literal (dipadankan dengan tubuh), moral (jiwa), alegoris (roh).<ref name="Henry"/> Dari ketiga tingkatan ini, menurut Origenes, Alegorislah yang paling penting.<ref name="Henry"/>
 
== Perkembangan kemudian ==