Diselamatkan oleh anugerah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
55hans (bicara | kontrib)
55hans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{inuse|26 Pebruari 2011}}
'''Diselamatkan oleh anugerah''' adalah suatu konsep dalam [[teologi Kristen]] yang menyatakan bahwa keselamatan manusia adalah pemberian [[Allah]]. <ref name="McGrath">Alister E McGrath. 1997.'' Sejarah Pemikiran Reformasi ‘’.Jakarta:BPK Gunung mulia ''. 113-125.</ref> Dalam konsep ini, keselamatan manusia tidak ditentukan oleh perbuatan yang dilakukannya, melainkan berdasarkan anugerah dari [[Allah]]. <ref name="McGrath">122</ref> Konsep ini terdapat di dalam tulisan-tulisan [[rasul Paulus]] yang ada di [[Alkitab]] [[Perjanjian Baru]]. <ref name="McGrath">113</ref> Dalam sejarah kekristenan selanjutnya konsep ini banyak diperdebatkan, khususnya mengenai kontribusi manusia dalam mengusahakan keselamatannya. <ref name="McGrath">113</ref> Tokoh-tokoh Kristen seperti [[Agustinus]] dan [[Martin Luther]] banyak memberi kontribusi dalam perdebatan mengenaiperkembangan konsep ini. <ref name="McGrath">113</ref>
 
== Latar Belakang ==
Kata ‘anugerah’ berasal dari istilah ‘’ ''kharis ‘’'' yang diterjemahkan sebagai "kasih karunia".<ref name="Guthrie">Donald Guthrie.1992.'' Teologi Perjanjian Baru II ''.Jakarta: BPK Gunung Mulia. 248, 270-273.</ref> Di dalam Perjanjian Baru, kata 'anugerah' memiliki makna yang khas, yakni "kemurahan hati [[Allah]] yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum".<ref name="Guthrie">248</ref> Istilah 'anugerah' digunakan untuk mengungkapkan sikap [[Allah]] yang menyediakan [[keselamatan]] bagi manusia.<ref name="Guthrie">248</ref>. Keselamatan manusia ditentukan [[Allah]] sendiri.<ref name="Guthrie">248</ref> [[Allah]] memilih umat-Nya untuk berolehmendapat hidup kekalkeselamatan bukan berdasarkan kebaikan manusia tetapi semata-mata berdasarkan kehendak [[Allah]] sendiri.<ref name="Guthrie">248</ref>
 
== Perjanjian Lama ==
Kisah penciptaan mengambarkan keadaan bumi pada mulanya penuh dengan kekacauan dan belum terbentuk. <ref name="Hakh">Hakh, Samuel Benyamin. 2009. '' Damai Itu Meneduhkan ''. Bandung: Jurnal Info Media. 8-12, teks tambahan17.</ref> Keadaan gelap dan kekacauan ini menunjukkan situasi yang jauh dari [[Allah]].<ref name="Hakh">8</ref> Dalam keadaan kacau, [[Allah]] menunjukkan kesediaan dan inisiatif untuk memberi rupa dan bentuk kepada langit dan bumi.<ref name="Hakh">8</ref> Akibatnya, dunia mulai teratur, teduh, tenang dan damai.<ref name="Hakh">8</ref> [[Allah]] melihat bahwa apa yang diciptakannya baik dan sungguh amat baik (Kej. 1: 4,10, 12,18,21,25 dan 31).<ref name="LAI">LAI.2000. '' Alkitab dan Kidung Jemaat. Jakarta: LAI.1-32, teks tambahan.</ref> Langit dan bumi yang kacau diganti dengan langit dan bumi yang [[syalom]].<ref name="Hakh">8</ref> [[Allah]] memiliki inisiatif ([[Allah]] sebagai inisiator) untuk menciptakan keteraturan dan relasi yang harmonis dengan seluruh ciptaan.<ref name="Hakh">8</ref> Pendamaian juga terdapat dalam perjanjian antara [[Nuh]] dan [[Allah]] setelah peristiwa Air Bah.<ref name="Hakh">10-12</ref> Dosa yang dilakukan oleh [[Adam]] dan [[Hawa]], [[Kain]] dan [[Habel]], danlalu mencapai puncaknya pada zaman Nuh.<ref name="Hakh">10-12</ref> Peristiwa itu menggambarkan pertumpahan darah dan solidaritas antara manusia atau pun dengan alam yang rusak telah menyebabkan keharmonisan hubungan dengan [[Allah]] juga turut rusak dan membuat [[ Allah]] kecewa dan mendatangkan Air Bah.<ref name="Hakh">10-12</ref> Setelah penghukuman itu, [[Allah]] berinisiatif untuk melakukan pendamaian dengan alam semesta melalui Nuh.<ref name="Hakh"></ref> Pendamaian [[Allah]] dilakukan melalui perjanjian dengan Nuh sebagai tanda dimulainya babak kehidupan yang baru.<ref name="Hakh"></ref>.
Setelah penghukuman itu, [[Allah]] berinisiatif untuk melakukan pendamaian dengan alam semesta melalui Nuh.<ref name="Hakh">10-12</ref> Pendamaian [[Allah]] dilakukan melalui perjanjian dengan Nuh sebagai tanda dimulainya babak kehidupan yang baru.<ref name="Hakh">10-12</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
== Perjanjian Baru ==
Istilah ‘pendamaian’ adalah suatu proses untuk meluruskan situasi yang tidak adil atau kacau.<ref name="Muller-Fahrenholz">Muller-Fahrenholz, Geiko. 2005. '' Rekonsiliasi: Cara Memecahkan Spiral Kekerasan Dalam Masyarakat ''. Maumere: Ledalero.6, teks tambahan.</ref> Sering kali 'pendamaian' dengan 'pengampunan' dipahami dalam pengertian yang sama, sebab keduanya sama-sama mengarah kepada kedamaian.<ref name="Muller-Fahrenholz">6</ref> Kata 'pengampunan' adalah tindakan memberi ampun secara khusus, di mana ada seseorang menyesal dan yang lain memaafkan.<ref name="Muller-Fahrenholz">6</ref> Baik 'pertobatan' atau pun 'pengampunan' merupakan dua sisi dari satu proses, di mana pelaku tindak kejahatan mengakui kesalahannya, sebaliknya korban tindakan itu memberi ampun.<ref name="Muller-Fahrenholz">6</ref> Kata "pendamaian" terdapat dalam Matius 5:24 dan 1 Kor.7: 11, yang menggambarkan relasi antara manusia dengan [[Allah]].<ref name="Muller-Fahrenholz">6</ref> Dalam bahasa Yunani yaitu '' katal-lage '' (kata benda), '' kalasso '' (kata kerja) menggambarkan suatu tindakan [[Allah]] yang hendak mendamaikan umat manusia atau kosmos dengan diri-Nya sendiri.<ref name="Muller-Fahrenholz">6</ref> Manusia tidak berperan aktif dalam proses pendamaian[[Allah]], sebab pendamaian oleh [[Allah]] merupakan karunia bagi manusia.<ref name="Muller-Fahrenholz">9</ref> Perubahan dari hasil proses pendamaian merupakan suatu pembaruan yang total dan hanya dapat diwujudkan oleh [[Allah]].<ref name="Muller-Fahrenholz">9</ref> Paulus menekankan pendamaian di dalam 2 Kor. 5: 19-21, bahwa [[Allah]] mendamaikan dunia dengan diri-Nya melalui Kristus.<ref name="Muller-Fahrenholz">9</ref> [[Allah]]telah membuat Kristus yang tidak berdosa menjadi penanggung dosa manusia, supaya manusia dibenarkan oleh iman di dalam Dia.<ref name="Muller-Fahrenholz">9</ref>. Peristiwa keselamatan [[Allah]] di Salib dan kebangkitan Yesus Kristus merupakan tindakan pendamaian sepihak oleh [[Allah]].<ref name="Kirchberger">Kirchberger, Georg & John Mansford Prior. 2009. '' Jati Diri Manusia dan Injil Pendamaian ''. Yogyakarta: Ledalero. 7-11, teks tambahan.</ref> Melalui Kristus sebagai perantara, [[Allah]] telah mendamaikan seluruh dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5: 18-19).<ref name="Kirchberger">7-11</ref> Pendamaian [[Allah]] di dalam Kristus mempengaruhi relasi orang secara individu dengan [[Allah]], tingkah laku seseorang, dan juga relasi seseorang dengan yang lainnya.<ref name="Kirchberger">7-11</ref> Pendamaian mengarah kepada suatu perubahan yang lebih baik di dalam relasi manusia.<ref name="Kirchberger">7-11</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
 
Baris 18 ⟶ 17:
Anugerah merupakan ciri utama dalam teologi Paulus.<ref name="Guthrie"></ref> Paulus dalam Surat Roma mengatakan bahwa manusia yang berdosa "telah diselamatkan dengan cuma-cuma melalui anugerah" (Roma 4:16).<ref name="Guthrie"></ref> Akan tetapi, manusia harus merespons anugerah [[Allah]] tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman.<ref name="Guthrie"></ref> Melalui penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa "karena anugerah oleh iman" (Efesus 2:8), maka manusia diselamatkan.<ref name="Guthrie"></ref> Paulus menghubungkan konsep anugerah [[Allah]] itu dengan Taurat.<ref name="Guthrie"></ref> Menurut Paulus, Taurat juga mengungkapkan anugerah [[Allah]] (Roma 7:12).<ref name="Guthrie"></ref> Anugerah [[Allah]] menggenapi apa yang yang tidak dapat diperbuat oleh manusia melalui Taurat.<ref name="Guthrie"></ref> Persamaan antara anugerah dan Taurat adalah keduanya merupakan suatu sarana keselamatan dari [[Allah]].<ref name="Guthrie"></ref>
===Di Dalam Surat Korintus===
Anugerah [[Allah]] tidak hanya terdapat di dalam Surat Roma saja, melainkan juga di dalam Surat I dan I (hapus)II Korintus.<ref name="Guthrie"></ref> Dalam 1 Korintus 1:4 tertulis bahwa augerah [[Allah]] mendukung dan membimbing setiap manusia dalam perkataan dan perbuatannya . <ref name="Guthrie">270</ref> Anugerah [[Allah]] juga yang memberi kekuatan bagi orang-orang Kristen untuk menjalani kehidupan yang saling melayani kepada sesama manusia. Dengan demikian, konsep keselamatan oleh anugerah berkaitan juga dengan dimensi keselamatan di kehidupan sehari-hari.<ref name="Guthrie">270-271</ref>
 
Paulus mengatakan bahwa [[Allah]] melalui Yesus Kristus telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya.<ref name="Ridderbos">Ridderbos, Herman N. 1975. '' Paul : an outline of his theology ''. Grand Rapids, Mich.: W. B. Eerdmans Pub. Co. 182-183, teks tambahan185.</ref> Yesus memenuhi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mewujudkan perdamaian yang direncanakan oleh [[Allah]].<ref name="Verkuylh">164</ref> Ketidaktaatan manusia telah digantikan oleh ketaatan-Nya.<ref name="Verkuylh">164</ref> Segala sengsara yang seharusnya dialami oleh manusia telah diderita-Nya.<ref name="Verkuylh">164</ref> Yesus telah menderita berupa keadaan di mana diri-Nya telah ditinggalkan oleh [[Allah]].<ref name="Verkuylh">164</ref> Dia telah memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi manusia.<ref name="Verkuylh">164</ref> Surat 2 Korintus 5:20 tertulis bahwa "berilah dirimu didamaikan dengan [[Allah]]".<ref name="Hakh">17</ref> Ada persoalan dalam kalimat tersebut.<ref name="Hakh">17</ref> Paulus menggunakan kata kerja pasif, seolah-olah inisiatif pendamaian berasal dari manusia dengan cara menghentikan kebencian dan permusuhan.<ref name="Hakh">17</ref> Paulus menegaskan bahwa manusia membutuhkan pendamaian [[Allah]] karena adanya perseturuan antara [[Allah]] dan manusia.<ref name="Bultmann">Bultmann, Rudolf Karl. 1951. '' Theology of the New Testament ''. New York: Scribner. 286186-187, teks tambahan286.</ref> Roma 5:1-10 tertulis bahwa "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan [[Allah]] oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!".<ref name="LAI">286</ref> Pendamaian [[Allah]] sudah ada sebelum manusia berusaha mendapatkannya.<ref name="Bultmann">186-187</ref> Perseteruan antara [[Allah]] dan manusia merupakan akibat dari keberdosaan manusia itu sendiri.<ref name="Bultmann">286</ref> Perseteruan itu menggambarkan karakter manusia yang memberontak terhadap [[Allah]] dan itulah sebabnya manusia dipandang sebagai seteru yang membutuhkan pendamaian.<ref name="Taylor">Taylor, Vincent. 1948. '' Forgiveness and reconciliation : a study in New Testament theology ''. London: Macmillan. 74-75, teks tambahan.</ref> Pemulihan hubungan yang berseteru ini tidak hanya sebagai cara manusia memandang [[Allah]], tetapi juga cara [[Allah]] memandang manusia.<ref name="Ridderbos">185</ref> Perseteruan juga menggambarkan kebencian [[Allah]] terhadap dosa atau pemberontakan manusia.<ref name="Ridderbos">185</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
 
Baris 31 ⟶ 30:
[[Image:Pelagius.jpg|thumb|200px|A17th century [[Calvinist]]print depicting Pelagius. Pelagius merupakan tokoh yang menyuarakan pelagianisme."]]
 
[[Pelagius]] meyakini bahwa karya pencarian manusia dalam memilih dan mencari [[Allah]] memiliki peran yang sangat penting.<ref name="Curtis">27</ref> Meskipun karya [[Allah]] memegang peranan,tetapi itu bukanlah semuanya.<ref name="Curtis">27</ref> [[Pelagius]] menyangkal bahwa dosa diturunkan dari Adam, sebaliknya manusia terlahir tanpa dosa.<ref name="Sudarmo">Sudarmo R. 2010. '' Kamus Istilah Teologi ''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 64, teks tambahan.</ref> Akibat dari dosa manusia pertama bukan karunia keselamatan, melainkan pemberian teladan yang baik yaitu Kristus, hukum, dan pernyataan umum.<ref name="Sudarmo">64</ref> Manusia dapat berusaha sendiri untuk menjadi sempurna.<ref name="Sudarmo">64</ref> Ada tujuh pokok ajaran [[Pelagius]].:
* Pertama, Adam diciptakan untuk mati dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa.<ref name="Willem">211</ref> Kematian bukanlah akibat dosa.<ref name="Willem">211</ref>
* Kedua, kejatuhan Adam ke dalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi keturunannya.<ref name="Willem">211</ref>
* Ketiga, anak-anak yang dilahirkannya tidak berdosa.<ref name="Willem">211</ref>
* Keempat, anak-anak yang tidak dibaptiskan dan meninggal pada masa bayi tetap memperoleh keselamatan.<ref name="Willem">211</ref>
* Kelima, manusia mati bukan karena kejatuhan Adam ke dalam dosa dan manusia bangkit di antara orang mati bukan didasarkan kepada kebangkitan Yesus Kristus.<ref name="Willem">212</ref>
* Keenam, hukum taurat dapat memimpin orang ke dalam Kerajaan Surga sama seperti Injil.<ref name="Willem">212</ref>
* Ketujuh, sebelum Kristus ada orang yang berdosa.<ref name="Willem">212</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
[[Berkas:Augustine_of_Hippo.jpg|right|thumb|150px|Santo [[Agustinus]] merupakan tokoh gereja yang menyuarakan pemikiran tentang diselamatkan melalui anugerah.]]
 
Pernyataan [[Pelagius]] tidak serupa dengan pernyataan [[Agustinus]] yang mengatakan bahwa Manusia diciptakan oleh [[Allah]] dengan karunia-karunia adikodrati.<ref name="Willem">Willem F.D. 1986. '' Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja ''. 32, teks tambahan211-212.</ref> Karunia-karunia itu hilang ketika Adam jatuh ke dalam dosa.<ref name="Willem">32</ref> Pemikiran [[Augustinus]] didasari oleh perkataan [[Paulus]] dalam surat Roma 13:13-14 yang tertulis, "kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya".<ref name="Lane">39</ref> Berdasarkan surat Paulus tersebut, muncul pemikiran [[Agustinus]] bahwa manusia memiliki kebebasan kehendak.<ref name="Lane">39</ref> Kejahatan merupakan prinsip negatif dan sebuah keadaan yang terpisah dari [[Allah]].<ref name="Lane">39</ref> Kejahatan adalah suatu keadaan yang tadinya baik berubah menjadi keadaan yang rusak atau tidak baik.<ref name="Lane">39</ref> Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya dikuasai oleh dosa.<ref name="Willem">32</ref> Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.<ref name="Willem">32</ref> Manusia hanya dapat diselamatkan oleh rahmat [[Allah]] saja.<ref name="Willem">32</ref> Peristiwa kejatuhan Adam ke dalam dosa, seluruh manusia berada dalam keadaan berdosa.<ref name="Willem">32</ref> [[Allah]] akan memilih orang-orang yang akan menerima karunia-Nya.<ref name="Willem">32</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
Dosa bukanlah ciptaan [[Allah]] dan tidak bersifat kekal.<ref name="Lane">39</ref> Dosa muncul karena manusia telah menyalahgunakan kehendak bebas.<ref name="Lane">39</ref> Oleh karena itu, setiap manusia bertanggungjawab atas perbuatannya dan manusia membutuhkan kasih karunia [[Allah]] yakni pertolongan batin dari Roh Kudus, agar manusia bisa hidup dengan baik.<ref name="Lane">39-41</ref> [[Allah]] memberi kasih karunia-Nya (atau Roh Kudus) kepada manusia yang merespon Injil dengan imannya.<ref name="Lane">41</ref> Iman merupakan karunia [[Allah]] dan hasil pekerjaan rahmat-Nya. Keselamatan merupakan sebuah karunia [[Allah]].<ref name="Lane">41</ref> Namun, [[Allah]] tidak memberikan karunia itu kepada semua orang.<ref name="Lane">41</ref> [[Allah]] memberikan karunia itu hanya kepada orang-orang yang menjadi umat pilihan-Nya saja.<ref name="Lane">41</ref> Karunia itu tidak ada terkait dengan kehendak atau usaha seseorang (Rom.9:16).<ref name="Lane">42</ref> Kasih karunia [[Allah]] berupa pertolongan batin dari Roh Kudus, agar manusia bisa hidup sebagai orang Kristen.<ref name="Lane">41</ref> [[Allah]] memberi kasih karunia-Nya kepada manusia yang merespon Injil dengan imannya.<ref name="Lane">41</ref> Iman merupakan karunia [[Allah]] dan hasil pekerjaan rahmat-Nya. <ref name="Lane">41</ref> Keselamatan merupakan sebuah karunia [[Allah]].<ref name="Lane">41</ref> Namun, [[Allah]] tidak memberikan karunia itu kepada semua orang.<ref name="Lane">41</ref> [[Allah]] memberikan karunia itu hanya kepada orang-orang yang menjadi umat pilihan-Nya saja.<ref name="Lane">41</ref> Karunia itu tidak ada terkait dengan kehendak atau usaha seseorang (Rom.9:16).<ref name="Lane">42</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}.
 
Ajaran [[Pelagius]] ditentang keras oleh [[Augustinus]], Uskup Hippo-Regius, namun [[Pelagius]] tidak mau sehingga ia diekskomunikasikan.<ref name="Willem">212</ref> [[Augustinus]] menentang ajaran [[Pelagius]] dengan mengatakan bahwa manusia mati karena dosa-dosanya.<ref name="Sudarmo">64</ref> Akhirnya, ajaran gereja kemudian adalah [[semi pelagianisme]] yang mengajarkan bahwa walaupun manusia sakit, manusia masih bisa berbuat baik tetapi ia membutuhkan bantuan [[Allah]].<ref name="Sudarmo">64</ref> {{Inuse/12 Maret 2011}}. Anugerah melaksanakan iman dan kehendak ke arah kemurnian.<ref name="Lohse">157-163</ref>
 
 
Baris 45 ⟶ 51:
== Pandangan Semi Pelagianisme==
Meskipun [[Pelagius]] mendapat penolakan dari [[Agustinus]], tetapi ada juga orang-orang yang meyakini pemikiran [[Pelagius]] meskipun tidak semua sekitarnya diterima.
<ref name="Lohse">Lohse, Benhard. 1990. '' Pengantar Sejarah Dogma Kristen ''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 157-163, teks tambahan</ref> Pada zaman modern, orang tersebut dianggap sebagai kelompok yang menganut [[semi pelagianisme]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Tokoh yang penting dalam [[semi pelagianisme]] adalah Yohanes Cassian dan Vincent dari Lerins.<ref name="Lohse">157-163</ref> Paham ini mengajarkan bahwa walaupun manusia sakit, manusia masih bisa berbuat baik tetapi ia membutuhkan bantuan [[Allah]].<ref name="Sudarmo">64</ref> Komunitas [[semi Pelagius]] menganut setengah ajaran [[Agustinus]] dan setengah ajaran [[Pelagius]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Komunitas [[semi pelagianisme]] sependapat dengan [[ Agustinus]] mengenai dosa warisan.<ref name="Lohse">157-163</ref> Meskipun demikian, komunitas ini menolak pandangan [[Agustinus]] mengenai dosa dan anugerah.<ref name="Lohse">157-163</ref> Komunitas ini menolak pandangan mengenai keterikatan kehendak secara penuh mengenai pekerjaan dari kuasa anugerah yang tidak tertahankan dan mengenai predestinasi.<ref name="Lohse">157-163</ref> Cassian mengatakan bahwa kehendak bebas yang terdapat pada manusia tidak dihapuskan semuanya.<ref name="Lohse">157-163</ref> Dosa Adam memang diwariskan kepada generasi berikutnya dalam pengertian seperti seseorang mewariskan kesakitan sebagai akibatnya kehendak bebas menjadi lemah.<ref name="Lohse">157-163</ref> [[Allah]] memberikan kepada manusia sebagai permulaan dari kehendak yang bijak.<ref name="Lohse">157-163</ref> Cassian menilai pandangan [[Agustinus]] bahwa konsep anugerah tidaklah mesti mendahului kehendak bebas.<ref name="Lohse">157-163</ref> Oleh karena manusia tetap mempunyai kehendak bebas, meskipun kehendak itu dilemahkan akibat dosa.<ref name="Lohse">157-163</ref> Cassian mengatakan bahwa kehendak bebas memiliki inisiatif pertama untuk datang kepada [[Allah]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Kehendak manusia bebas memilih untuk menghargai atau pun menolak anugerah [[Allah]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Dengan kata lain, Cassian ingin mengatakan bahwa anugerah [[Allah]] dan kehendak bebas manusia haruslah bekerja sama.<ref name="Lohse">157-163</ref> Selain Cassian, ada juga Vincent yang menolak pandangan [[Agustinus]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Vincent menilai pandangan [[Agustinus]] melalui konsep tradisi dengan berkata, "iman yang telah dipercayai di mana-mana.<ref name="Lohse">157-163</ref> Hal itulah yang benar dan katolik, sebagaimana nama itu sendiri dan alasan dari sesuatu menjelaskan dan mencakup segala universalitas".<ref name="Lohse">157-163</ref> {{Inuse/13 Maret 2011}} .
 
Komunitas [[semi pelagianisme]] mengajarkan dan menjanjikan bahwa di dalam lingkungan persekutuan mereka terdapat anugerah [[Allah]] yang bersifat pribadi, yang besar, khusus, tanpa bekerja, tanpa upaya, bahkan walaupun mereka tidak memintanya maka orang akan mendapat dispensasi dari [[Allah]] berupa pemeliharaan melalui perlindungan para malaikat.<ref name="Lohse">157-163</ref> Komunitas ini mengakui keputusan Caesarius dari Arles bahwa melalui dosa Adam, maka ia dan cucu-cucunya mengalami kerusakan jiwa dan tubuh.<ref name="Lohse">157-163</ref> Dosa dan kematian berasal dari ketidaktaatan Adam atas perintah [[Allah]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Sebagai akibatnya, kehendak bebas manusia dilemahkan begitu rupa, sehingga tidak mungkin lagi atas inisiatif sendiri seseorang dapat mengasihi dan percaya kepada [[Allah]] sebagaimana seharusnya.<ref name="Lohse">157-163</ref> Melalui dirinya sendiri, manusia tidak dapat memperoleh anugerah [[Allah]].<ref name="Lohse">157-163</ref> Anugerah melaksanakan iman dan kehendak ke arah kemurnian.<ref name="Lohse">157-163</ref> Dalam konteks ini "anugerah" mengacu pada infusi Roh Kudus dan Karya-Nya.<ref name="Lohse">157-163</ref> Kehendak disediakan oleh Tuhan.<ref name="Lohse">157-163</ref> Iman menjadikan manusia mengiakan pemberitaan Injili.<ref name="Lohse">157-163</ref> Iman menggerakkan hati manusia untuk datang pada baptisan yang memulihkan kehendak bebas.<ref name="Lohse">157-163</ref> Orang yang dibaptis juga berada dalam situasi membutuhkan bantuan yang terus menerus dari anugerah Ilahi.<ref name="Lohse">157-163</ref> Tanpa bantuan ini orang yang dibaptis tidak dapat bertekun dalam jalan-jalan yang baik atau mencapai akhir yang dikehendaki.<ref name="Lohse">157-163</ref>
 
 
 
== Pandangan Pada Abad Pertengahan ==
Pada abad pertengahan, anugerah dipandang sebagai suatu substansi adikodrati yang dicurahkan oleh [[Allah]] ke dalam jiwa manusia.<ref name="McGrath">Alister E McGrath. 1997.'' Sejarah Pemikiran Reformasi ‘’.Jakarta:BPK Gunung mulia ''. 113, teks tambahan.</ref> Manusia membutuhkan anugerah karena adanya jurang pemisah dan tak terjembatani antara [[Allah]] dan manusia.<ref name="McGrath">113</ref> Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mencapai [[Allah]] karena adanya jurang tersebut.<ref name="McGrath">113</ref> Jurang pemisah antara [[Allah]] dan manusia dapat terjembatani bila ada sesuatu yang layak dan mampu membuat manusia diterima oleh [[Allah]]. <ref name="McGrath">113</ref> Hal yang mampu menjembatani [[Allah]] dan manusia itu adalah anugerah.<ref name="McGrath">113</ref>
 
== Pandangan Pada Masa Reformasi ==
Baris 61 ⟶ 67:
|caption = Martin Luther merupakan salah satu tokoh reformasi yang menyuarakan pemikiran mengenai "diselamatkan melalui anugerah"}}
 
[[Martin Luther]] mengatakan bahwa inti dari kepercayaan Kristen adalah manusia yang terbatas dapat memiliki hubungan dengan [[Allah]]. <ref name="McGrath">115</ref> Hal tersebut berhubungan dengan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia supaya dirinya dapat selamat, yakni memiliki hubungan dengan [[Allah]].<ref name="McGrath">115</ref> Bagaimana manusia sebagai individu dapat masuk ke dalam suatu hubungan dengan [[Allah]]?<ref name="McGrath">115</ref> Bagi [[ Luther]], anugerah [[Allah]] adalah yang memungkinkan manusia diselamatkan.<ref name="McGrath">115</ref> Anugerah [[Allah]] itu bagi [[ Luther]] terhubung dengan kebenaran [[Allah]] (''Iustitia Dei'').<ref name="McGrath">115</ref>
 
Pemikiran [[Luther]] tersebut dipengaruhi pengalaman pribadinya, yakni ketika [[Luther]] pada awalnya berpikir bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk diselamatkan.<ref name="McGrath">120</ref> Karena itu, selalu ada yang harus dilakukan oleh manusia untuk memenuhi syarat supaya mendapat keselamatan. <ref name="McGrath">120</ref> [[Luther]] menafsirkan "kebenaran [[Allah]]" sebagai kebenaran yang "menghukum".<ref name="McGrath">122-123</ref> Akan tetapi, pada waktu kemudian, [[Luther]] menemukan arti baru mengenai "kebenaran Allah", yakni sebagai suatu kebenaran yang "diberikan" [[Allah]] kepada orang berdosa.<ref name="McGrath">123</ref> [[Allah]] bukanlah seperti "hakim" yang keras dan selalu memberikan ganjaran kepada setiap manusia sesuai dengan perbuatan baik manusia.<ref name="McGrath">123</ref> Sebaliknya, [[Allah]] dipahami sebagai [[Allah]] yang Maha Pemurah dan penuh rahmat sehingga memberikan keselamatan kepada orang yang berdosa melalui anugerah.<ref name="McGrath">123</ref>
 
Iman dalam pemikiran [[Luther]] mempunyai peran yang sangat penting terkait dengan ajaran mengenai pembenaran.<ref name="McGrath">125</ref> Ada tiga pokok mengenai iman.:<ref name="McGrath">125</ref>
* Pertama, iman mempunyai rujukan yang pribadi.<ref name="McGrath">125</ref>
* Kedua, iman menyangkut kepercayaan pada janji-janji [[Allah]].<ref name="McGrath">125</ref>
* Ketiga, iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus.<ref name="McGrath">125</ref>
Ajaran mengenai pembenaran oleh iman menegaskan bahwa [[Allah]] menganugerahkan pengampunan kepada manusia, di mana pengampunan itu tidak dibeli dan dapat diperoleh oleh semua manusia terlepas dari kekayaan atau pun kondisi sosial yang dimilikinya. <ref name="McGrath">135</ref> Melalui anugerah [[Allah]], orang percaya dapat melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keselamatannya sendiri tanpa harus menyandarkan diri pada imam atau gereja.<ref name="McGrath">135</ref>.
 
Luthher mengalami permasalahan di dalam dirinya sendiri.<ref name="McGrath">120</ref> Dia merasa bahwa dirinya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk keselamatan.<ref name="McGrath">120</ref> Dia tidak mempunyai kemampuan yang diperlukan supaya dirinya dapat diselamatkan.<ref name="mcGrath">120</ref> Dirinya tidak layak menerima karunia keselamatan dari [[Allah]], melainkan hukuman.<ref name="McGrath">120</ref> Pembenaran sebagai suatu perbuatan manusia berdosa sebelum dirinya diselamatkan.<ref name="McGrath">123</ref> Awalnya [[ Luther]] mengartikan "Kebenaran" sebagai kebenaran yang " menghukum ".<ref name="McGrath">123</ref> Namun, pemikiran tersebut berubah, di mana [[Allah]] dari Injil bukanlah hakim yang keras yang memberikan ganjaran kepada setiap individu sesuai dengan perbuatan baiknya.<ref name="McGrath">123</ref> Sebaliknya, Dia adalah [[Allah]] yang pemurah dan penuh rahmat yang memberikan kebenaran kepada manusia sebagai anugerah.<ref name="McGrath">123</ref>.
 
Ide pemikiran [[ Luther]] mengenai pembenaran sebagai anugerah didasarkan dari pemikiran Paulus bahwa apabila manusia mengandalkan kekuatannya sendiri di hadapan [[Allah]], maka manusia itu akan binasa untuk selama-lamanya.<ref name="Verkuyl">Verkuyl J. 1989. '' Aku Percaya ''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 189, teks tambahan.</ref> Paulus menyuarakan supaya manusia menghentikan usaha menyelamatkan diri sendiri dan manusia mulai berserah kepada kasih karunia-Nya.<ref name="Verkuylh">188</ref> Pembenaran sebagai anugerah diberikan oleh [[Allah]] kepada semua manusia.<ref name="McGrath">125</ref> Namun, manusia hanya dapat memperolehnya melalui iman.<ref name="McGrath">125</ref> Iman mempunyai rujukan yang pribadi.<ref name="McGrath">125</ref> Iman terkait dengan kepercayaan pada janji-janji [[Allah]].<ref name="McGrath">125</ref> Iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus.<ref name="McGrath">125</ref> Melalui anugerah [[Allah]], orang percaya dapat melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keselamatannya sendiri tanpa harus menyandarkan diri kepada imam dan gereja.<ref name="McGrath">135</ref> Peran iman dalam pembenaran semakin diperjelas oleh [[ Luther]] melalui pernyataannya bahwa kalau kamu mempunyai iman yang benar, di mana Kristus adalah Juruselamatmu, maka saat itu juga kamu telah menggapai [[Allah]] yang rahmani karena iman menuntun kamu masuk serta membuka hati dan kehendak [[Allah]] sehingga kamu akan melihat anugerah yang murni dan kasih yang melimpah.<ref name="Urban">Urban, Linwood. 2003. '' Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen ''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 157, teks tambahan.</ref>.
 
== referensi ==