Paguyuban Ngesti Tunggal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT67Tunggul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PT67Tunggul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
 
 
==LatarAsal-usul BelakangAjaran dan Perkembangan Pangestu==
===Asal-usul Ajaran Pangestu===
===Riwayat Singkat R. Soenarto Mertowardojo===
Asal-usul danmengenai perkembanganajaran Paguyuban Ngesti Tunggal tidak terlepas dari biografiriwayat hidup pendirinya, yaitu R. Soenarto Mertowardojo.<ref name="Ilyas"/> R. Soenarto dilahirkan pada tanggal 21 April 1899 di Desa Simo, Kabupaten Boyolali, Surakarta sebagai putera keenam dari keluarga R. Soemowardojo.<ref name="Ilyas"/> Sejak kecil ia tidak diasuh oleh orang tua kandungnya melainkan dititipkan untuk tinggal dan dibesarkan oleh orang lain (dalam bahasa Jawa disebut ''ngenger'').<ref name="Sopater 1"> Soelarso Sopater. 2011. Inti Ajaran Valentinian & Inti Ajaran Aliran Pangestu: Suatu Pembandingan. Bandung: Bina Media Informasi. hlm. 77-160.</ref> Di dalam buku ''Sabda-sabda Pratama'' yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan dan Perpustakaan Pangestu dikatakan bahwa pada tanggal 14 Februari 1932, R. Soenarto menerima wahyu pertama ketika melakukan shalat ''daim''.<ref name="Soenarto"> R. Soenarto Mertowardojo. 1974. Sabda-sabda Pratama. Jakarta: Proyek Penerbitan dan Perpustakaan Pangestu. hlm. 1.</ref> Shalat daim adalah doa terus-menerus untuk mencapai tingkat pengetahuan yang sempurna.<ref name="Sopater 1"/>
 
Wahyu yang diterima oleh R. Soenarto terjadi dalam tiga tahap yaitu, pertama berupa penegasan bahwa Ilmu Sejati merupakan petunjuk nyata tentang jalan benar menuju asal dan tujuan hidup, kedua berupa pernyataan Sang Suksma Sejati tentang siapakah dirinya dan apakah tugasnya serta siapakah Suksma Kawekas itu, ketiga berupa sabda yang meneguhkan hati R. Soenarto dalam menjalankan tugas menaburkan terang serta janji akan diberikannya dua orang pembantu yaitu Hardjoprakoso dan Soemodihardjo untuk mencatat sabda-sabda Sang Suksma Sejati.<ref name="Rahardjo"> R. Rahardjo. 1964. Riwayat Hidup Bapak Paranpara Pangestu Soenarto Mertowardojo. Solo. hlm. 79-105.</ref> Pada tanggal 27 Mei 1932 R. Soenarto, Hardjoprakoso dan Soemodihardjo berkumpul untuk mencatat sabda-sabda yang diterima oleh R. Soenarto selama tujuh bulan berturut-turut dan dikumpulkan dalam ''Kitab Sasangka Djati''.<ref name="Sopater 1"/> Antara tahun 1933-1949 tidak ada sabda yang turun tetapi pada tahun 1949-1961 R. Soenarto menerima kembali beberapa sabda yang dihimpun dalam buku ''Sabda Chusus''.<ref name="Sopater 1"/><ref name="Rahardjo"/> Sabda-sabda yang dihimpun dalam buku Sabda Chusus tersebut merupakan komplemen dan pemantap sabda-sabda dalam Sasangka Djati sebagai Kitab Suci yang utama.<ref name="Sopater 1"/>
Baris 14:
Pada tanggal 20 Mei 1949 ketika Surakarta diduduki oleh pasukan Belanda, R. Soenarto kedatangan tujuh orang siswa untuk berolah rasa (permenungan bersama tentang ajaran secara khidmat) dan ''menembah'' (beribadah kepada Tuhan dengan berpedoman pada Kitab Panembah) bersama.<ref name="Sopater 1"/> Di dalam penembahan tersebut, R. Soenarto menerima sabda yang berisi perintah untuk mengumpulkan siswa-siswa dalam suatu himpunan yang diatur seperti perkumpulan pada umumnya.<ref name="Rahardjo"/> Ketujuh siswa yang hadir tersebut kemudian berunding dan menyediakan diri untuk menjadi pengurus yang pertama.<ref name="Sopater 1"/> Gunawan menjabat sebagai ketua, Sutardi sebagai penulis dan Suratman sebagai bendahara, sedangkan R. Soenarto menjadi ''paranpara'' (penasihat).<ref name="Sopater 1"/> Di dalam pertemuan tersebut nama Paguyuban Ngesti Tunggal pun ditetapkan sebagai nama resmi perkumpulan ini, yang secara harafiah berarti Persatuan Memohon Tunggal dan kemudian diartikan sebagai persatuan untuk dapat hidup bertunggal.<ref name="Rahardjo"/>
 
Setelah perang kemerdekaan berakhir, Pangestu mengalami perkembangan terutama melalui kegiatan para siswa yang giat menyebarkan ajaran-ajaran Pangestu.<ref name="Sopater 1"/> Pola penyebaran ajaran ini adalah melalui kota-kota besar, terutama di Jawa seperti [[Semarang]], [[Surakarta]] dan [[Surabaya]].<ref name="de Jong"> S. de Jong. 1976. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 15-17.</ref> Pada tahun 1976 Pangestu telah memiliki 135 cabang, 12 di antaranya berada di luar [[pulau jawa|Jawa]].<ref name="Sopater 1"/> Pada tahun tersebut jumlah anggota Pangestu tercatat sebanyak 66.678 orang dan banyak di antaranya berasal dari golongan terpelajar dan pemimpin-pemimpin masyarakat termasuk perwira-perwira tinggi [[TNI|ABRI]].<ref name="Sopater 1"/>
 
 
==Pedoman Dasar==