Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal [[11 Maret]] 1913, penolakan dikeluarkan oleh [[Gubernur Jendral]] Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh pemerintah kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa [[nasionalisme]] rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Selain itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi putera[[bumiputra|bumiputera]]. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah ''Het Tijdschrifc'' dan surat kabar ''De Expres'' pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar [[revolusioner]] karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan [[Napoleon Bonaparte]] ([[Perancis]]). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul ''Als ik een Nederlander was'' (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam ''De Expres'' tanggal [[26 Juli]] [[1913]] yang diberi judul ''Kracht of Vrees?'', berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal [[5 Agustus]] [[1913]] yang berjudul ''Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat'' (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke [[Kupang]], [[NTT]] sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke [[Pulau Banda]]. Namun pada tahun [[1914]] Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan [[Taman Siswa]]. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di [[Sukabumi]] pada tahun [[1940]]. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke [[Suriname]], Amerika Selatan.
Pada tahun [[1913]] partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam [[Serikat Insulinde]] dan [[Comite Boemi Poetera]].