Pragaan, Sumenep: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Raziq hasan (bicara | kontrib) |
|||
Baris 27:
== Prenduan ==
=Sejarah=
Pada masa penjajahan Belanda desa ini merupakan pusat perdagangan yang sangat penting bagi kawasan sekitarnya. Transportasi darat berupa jalur transportasi utama menuju Pulau Jawa dan jalur kereta api yang dibangun oleh Perusahaan Kereta Api Belanda pada tahun 1854 telah mendorong desa ini maju dengan pesat. Transportasi darat juga bersinggungan dengan transportasi laut yang menghubungkan dengan kota-kota pantai di bagian Utara Jawa Timur mulai dari Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Pasuruan dan Sidoarjo. Bahkan ada beberapa diantaranya yang langsung berlayar kke Bali, Sumbawa Makasar dan Kalimantan.
=Letak=
Terletak di sebelah timur desa Pragaan Lao', Kecamatan Pragaan. Secara geografis Prenduan terdiri dari dua karakter wilayah yaitu daerah gunung dan daerah pesisisr. Daerah gunung oleh masyarakat setempat dikenal sebagai daerah onggaan. karena letaknya yang lebih tinggi. Terletak di bagian Utara Desa. Pada umumnya berupa lahan pertanian kering. Tanaman berupa jajgung, kedelai, ketela pohon dan tembakau. Di sekelilingnya biasanya banyak ditanami poohon siwalan. Pohon yang menjadi andalan untuk bahan baku gula. Selain seringkali juga dimanfaatkan buahnya untuk makanan sejenis kolang-kaling. Daerah Pesisir terletak di bagian selatan. Lahannya landai berpasir. Langsung berhubungan dengan selat Madura.
=Penduduk=
Prenduan merupakan desa yang paling pesat perkembangannya dan paling banyak penduduknya di kecamatan Pragaan. Jumlah penduduk sekitar 2000 jiwa. Hampir seluruh penduduk merupakan kerabat. Satu sama lain memiliki hubungan kekeluargaan. Hal ini terjadi karena banyakna perkawinan anrtar keluarga. Banyak diantaranya yang tidak tahu lagi bagaimana sebutannya. Pernikahan berlangsung antar saudara misalnya ponakan dengan paman, antara saudara sepupu dan sebagainya. Penduduk pendatang berdasarkan silsilah pada umumnya dari daerah Jawa Timur di bagian Utara mulai dari Pasuruan, Jember, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Beberapa juga dari Makasar dan dari keturunan Cina dari Pamekasan dan Jawa. Keturunan Cina banyak yang berhasil menjadi saudagar.
=Kegiatan Ekonomi=
Perdagangan di sepanjang jalan utama berpusat di sekitar pasar Prenduan yang sejak tahun 1972 sudah dipindahkan ke bagian Barat Desa. Namun hingga kini kegiatan perdagangan di bekas lokasi pasar lama masih berlangsung dengan intensitas kesibukan yang masih padat.
Selain sebagai daerah perdagangan desa ini juga sangat dikenal sebagai desa santri. Sejak terjadinya kerusuhan anti Cina pada tahun 1920-an. Penduduk etnis Cina yang sebetulnya telah banyak berkontribusi terhadap majunya perdagangan di desa ini diusir dari desa. Sejak itu pula penduduk desa 100% terdiri dari penduduk pribumi dan seluruhnya beragama Islam.
=Kegiatan Pendidikan= Pendidikan keagamaan di desa ini sangat kuat. Tokoh penting dalam penyebaran dan pendidikan ke Islaman tidak terlepas dari peran seorang saudagar yang kaya raya pada jamannya yaitu Kiyai Gema. Selanjutnya melalui keturunannya berkembang pondok pesantren yang sangat besar pengaruhnya dalam kemajuan pendidikan agama Islam adalah Pondok Pesantren AL-Amin yang didirikan oleh Kiyai Jauhari dan selanjutnya diserahkan kepada putera-puterinya. Pondok pesantren putera Al-Amin dipimpin oleh Kiyai Ahmad Tijani (alm) yang menempuh pendidikan agama di Saudi Arabia dan sempat lama tinggal disana sebagai pejabat di Sekjen Rabitah Alam Islamie. Pimpinan harian lebih banyak dikelola oleh adiknya yaitu Kiyai Idries Jauhari. Pada sekitar tahun 1989-an adiknya Kiyai Mahtum yang sebelumnya menempuh pendidikan di saudi arabia dan sempat bermukim cukup lama disana pulang dan memimpin pondok pesantren puteri al-Amin. Perdagangan di desa terutama sekitar tahun 60-80an berupa perdagangan tembakau dan gula siwalan. Melalui tembakau desa ini termasuk daerah yang kaya. Pengusaha pribumi tumbuh dengan nilai kekayaan yang cukup besar. Banyak diantaranya kemudian memiliki pergaulan dengan para pengusaha di pulau Jawa. Dan mereka banyak juga yang memiliki rumah-rumah mewah tidak saja di desa tetapi juga di pulau Jawa. Rumah di Jawa digunakan untuk memudahkan mereka selama mengurusi pusaha perdagangannya di Jawa, selain untuk menyekolahkan putera-puteri mereka di sekolah-sekolah bergengsi di Jawa. Keberhasilan perdagangan tembakau pada saat itu telah mengubah suasana desa tampak seperti sebuah kota di Jawa.
=Kondisi Infrastruktur Desa=
Kondisi infrastruktur Desa sangat memadai. Desa ini dilalui oleh transportasi utama lintas propinsi. Selama 24 jam kendaraan umum dapat diakses. Bus jurusan Jakarta cukup banyak beroperasi. Pada jaman Belanda transportasi laut juga sangat pesat berkembang terutama oleh padra pengusaha Cina yang melayani rute dari desa ini ke pelabuhan di sepanjang pantai Utara Jawa Timur. Pada jaman itu jalur kereta api madura Jawa juga dibangun dan berkembang dengan pesat. Hasil pertanian utama yang banyak diikirim ke Jawa adalah gula, jagung, produk kerajinan daun lontar dan ikan asin. Saat ini perkantoran tingkat kecamatan ada di desa ini. PLN juga dibuka pada tahun 1970-an. Perusahaan air minum yang dikelola oleh swasta juga sudah beroperasi secara baik sejak sekitar tahun 1990-an. Rumah-rumah baru dengan gaya arsitektur modern banyak tumbuh dan mobil-mobil mewah menjadi pemandangan biasa di desa ini. Salah satu rumah yang menonjol akibat pergauan pedagang dengan para juragan di Jawa khususnya pabrik tembakau adalah kemunculan rumah dengan arsitektur jengki. Pada umumnya rumah jenis ini dimiliki oleh saudagar tembakau. Beberapa diantaranya milik H.Hasan Basri, H. Samsul di Kapedi dan milik keluarga H. Monier dan keluarga H. Fathorrahman
=Hubungan Sosial Agama=
Satu hal yang sangat penting pula adalah peran penguasaha dalam pengembangan keislaman di desa. Pengusaha dan kiyai berkolaborasi dalam mejukan pendidikan di desa. Pengusaha menjadi tulang punggung dalam pendanaan pengembangan pondok pesantren. Demikian pula banyak pemuda-pemuda yang cerdas diberangkatkan ke berbagai kota untuk menimba ilmu ke Islaman atas biaya penguasaha dan selanjutnya para pemuda tersebut diminta kembali ke desa untuk bersama-sama mengembangkan ilmu dan pendidikan yang telah dirintis oleh para Kiyai.
|