Situs Ratu Baka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hajar Pamundi (bicara | kontrib)
Jazle (bicara | kontrib)
k +minor adj
Baris 25:
Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas.<ref>Didier Millet, volume editor: John Miksic, ''Indonesian Heritage Series: Ancient History'', pp. 74, Hardcover edition - Aug 2003, Archipelago Press, Singapore 169641, ISBN 981-3018-26-7.</ref> Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada [[abad ke-8]] pada masa [[Wangsa Sailendra]] ([[Rakai Panangkaran]]) dari [[Kerajaan Medang]] (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas ''[[keraton]]'' (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan.<ref>Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in Indonesia), pp. 67. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.</ref> Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.
 
Nama "Ratu Boko" berasal dari [[legenda]] masyarakat setempat. Ratu Boko ([[Bahasa Jawa]], arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari [[Loro Jonggrang]], yang juga menjadi menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan.
 
Secara administratif, situs ini berada di wilayah Kecamatan [[Prambanan, Sleman|Prambanan]], [[Kabupaten Sleman]], Yogyakarta dan terletak pada ketinggian hampir 200 m di atas permukaan laut.