Inayatullah dari Banjar: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 21:
|}}
 
'''Sultan Inayatullah'''<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|location=Malaysia (Selangor Darul Ehsan)|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka |year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983621240X</ref> atau '''Sultan Indallah'''<ref name="tutur candi">{{id}} Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986 </ref> bin Sultan Mustain Billah adalah [[Sultan Banjar]] antara tahun [[1642]]-[[1647]]. Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam [[khutbah]] Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah '''Ratu Agung'''. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai [[Dipati]] (pejabat di bawah mangkubumi) adalah [[Pangeran Dipati Tuha I]].

Menurut tradisi suksesi kesultanan Banjar yang berlaku semenjak Sultan Mustain Billah, maka dari putera-putera dari seorang Sultan yang sedang berkuasa, salah seorang puteranya kelak akan dilantik sebagai Sultan dan seorang yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia. Karena itu putera tertua almarhum Sultan Mustain Billah dilantik sebagai Sultan Banjar yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan gelar Sultan Inayatullah, sedangkan putera lainnya dilantik sebagai mangkubumi yaitu Pangeran Dipati Anom dengan gelar [[Panembahan di Darat|Pangeran di Darat]].

Dalam masa pemerintahan Ratu Agung, Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan [[kudeta]] dengan pergi ke daerah [[Kabupaten Katingan|Mendawai]] selanjutnya akan pergi ke [[Kesultanan Mataram|Mataram]] untuk meminta bantuan, tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri [[selir]](puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah<ref name="hikayat banjar"/>
 
== Keturunan ==