== Asal usul ==
Tuanku Rao lahir dari pasangan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] yang berasal dari [[Rao, Pasaman]], [[Sumatera Barat]]. Ayahnya berasal dari Koto Gadang, Tarung-Tarung, Rao, sedang ibunya dari Padang Matinggi, Rao.<ref>Marjohan, Mempertimbangkan Kepahlawanan Tuanku Rao, Padang Today, 2-4-2009</ref>
Pada masa remaja Tuanku Rao mendalami ilmu agama Islam di surau Tuanku Nan Tuo, Koto Tuo, [[Kabupaten Agam|Agam]], dan kemudian melanjutkannya di [[Bonjol, Pasaman|Bonjol]]. Setelah menyelesaikan ilmu ''fiqihu al-Islam'' dengan predikat ''thayyib jiddan'' (sangat memuaskan), dia dianugerahi gelar Fakih Muhammad.
Fakih Muhammad kemudian menikah dengan seorang wanita anakbangsawan, puteri Yang Dipertuan Rao. Karena mertuanya bukan seorang penganut Wahabi, dan tidak bersemangat untuk menentang penjajahan [[Hindia-Belanda]], maka pimpinan pemerintahan Rao diambil alih oleh menantunya, yang kemudian bergelar Tuanku Rao.<ref>Mohammad Said, Sisingamangaradja XII</ref>
== Gerakan Paderi ==
Pada 1816, Tuanku Nan Barampek mengiringi Fakih Muhammad pulang ke Raokampung halamannya untuk menyebarkan hukum Islam. Di Rao, Yang Dipertuan Daulat Padang Nunang, yang punya pertalian darah dengan [[Kerajaan Pagaruyung]], tak ragu-ragu menyosialisasikan hukum Islam tersebut kepada anak kemenakan.
Kemudian bersama kemenakannya, Bagindo Suman dan Kali Alam, dia menyebarkan ajaran Paderi ke Langung, Muaro Sitabu, Muaro Bangku, Koto Rajo, Silayang, hingga sampai ke [[Rokan Hulu]], [[Riau]]. Di wilayah Rokan dia bertemu dengan teman seperguruannya, [[Tuanku Tambusai]]. Bersama Tuanku Tambusai, dia mengislamkan masyarakat [[Padang Sidempuan]], [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Padang Lawas]], [[Negeri Bakkara|Bakkara]], dan sejumlah perkampungan di bibir [[Danau Toba]].
== Menentang Belanda ==
PadaTuanku Rao merupakan salah satu panglima Perang Paderi yang tangguh, yang banyak melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial [[Hindia-Belanda]] di wilayah Pasaman, Kotanopan, Padang Lawas, hingga Padang Sidempuan. Setelah pasukan Belanda menaklukan [[Matur, Agam|Matur]] dan Bonjol, pada bulan Oktober 1832, Tuanku Rao bertemuberhasil denganditaklukan. Letnan Vevervoorden seorang pemimpin pasukan Belanda, menemui Tuanku Rao dan membujuknya supayaagar menyerah. SesudahDalam pertemuan itu, Tuanku Rao berdalih akan pergi haji dan menyerahkan kembali pimpinan pemerintahan Rao kepada mertuanya, Yang Dipertuan Rao.<ref>Muhammad Meskipun Rao telah dikuasai musuhRadjab, namunPerang TuankuPaderi Raodi terusSumatra berjuangBarat dengan(1803-1838), melakukanBalai penyeranganPusataka, terhadap1964</ref> pertahanan Belanda di Air Bangis.
Setelah pertemuan itu, Tuanku Rao menarik diri dan bersembunyi di dalam hutan. Namun semangat yang dibawakan Tuanku Tambusai yang baru saja pulang dari [[Mekkah]], menyemangatinya untuk terus berjuang melawan Belanda. Untuk memuluskan penyebaran paham Paderi ke tanah Batak, Tuanku Rao melakukan penyerangan terhadap pertahanan Belanda di Air Bangis. Pada tanggal 29 Januari 1833, Tuanku Rao dihadang pasukan Belanda di Air Bangis. Perlawanannya dapat dipatahkan, dan dia menderita luka berat akibat dihujani pelorpeluru. Kemudian dia dinaikkan ke atas kapal untuk diasingkan. Belum lama berada di atas kapal, Tuanku Rao menemui ajalnya dalam keadaan syahid. Diduga jenazahnya dibuang oleh tentara Belanda ke laut.<ref>Mohammad Said, Sisingamangaradja XII</ref>
== Kontroversi ==
Dalam buku ''Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao: terrorTerror agamaAgama Islam mazhabMazhab Hambali di tanahTanah Batak, 1816-1833'', Mangaradja Onggang Parlindungan menulis riwayat hidup Tuanku Rao dan sejarah Perang Paderi.<ref>Mangaradja Onggang Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao: terror agama Islam mazhab Hambali di tanah Batak, 1816-1833, Tandjung Pengharapan, 1964</ref> Namun di dalam buku itu, banyak terdapat kejanggalan serta fakta-fakta yang tidaktak dapat diterima oleh banyak sejarawan. Diantara pernyataan Parlindungan yang cukupdinilai kontroversialsesat adalah asal-usul Tuanku Rao yang disebutnya berasal dari etnis Batak bermarga Sinambela, sertadan merupakan seorang kemenakan Sisingamangaraja X. Ketidakakuratan lainnya adalah mengenai tahun kematian Tuanku Rao yang kematiannyadisebutkannya pada tahun 1921.
Namun buku tersebut telah dibantah oleh banyak ahli sejarah dan agama Islam. Antara lain olehadalah [[Hamka]], melalui bukunya ''Tuanku Rao : Antara Khayal dan Fakta''. Dalam buku ini Hamka membeberkan kebohongan yang diungkapkan Parlindungan, sekaligus meluruskan fakta mengenai Tuanku Rao dan Perang Paderi. <ref>Hamka, Tuanku Rao : Antara Khayal dan Fakta, Bulan Bintang, 1974</ref>
==Referensi==
|