Anak Agung Pandji Tisna: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah data bio dan referensi |
menambah data bio dan referensi |
||
Baris 6:
Pada saat Pandji Tisna lahir,Buleleng berada di bawah pemerintahan Belanda sejak 1872. Meskipun ayahnya hanya diangkat sebagai administratur oleh Pemerintah Belanda, namun Anak Agung Putu Djelantik adalah pewaris tahta kerajaan. Pandji Tisna lahir dalam budaya dan kepercayaan Hindu-Bali, serta tumbuh di istana kerajaan Singaraja, di mana ia mengalami dan menyaksikan sendiri kekayaan artistik istana.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Antara usia tujuh hingga tujuh belas tahun, Pandji Tisna belajar di sekolah menengah Belanda, mula-mula di Singaraja, kemudian dilanjutkan di Batavia (Jakarta). Sekolahnya tidak dilanjutkan, lalu ia kembali ke Singaraja, bekerja membantu ayahnya sebagai sekretaris pribadi.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Pada tahun 1929, Pandji Tisna dikirim ayahnya ke Lombok, sebuah pulau di dekat Bali, di mana ia tinggal di sana sampai 1934, mengurus bisnis transportasi ayahnya. <ref name="AA Pandji Tisna1"/> Sekembalinya ke Singaraja, Pandji Tisna pindah ke desa kecil di luar kota Singaraja dan mengelola perkebunan kelapa serta usaha ekspor kopra. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Tampaknya kehidupan pedesaan lebih disukainya daripada kehidupan istana.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
Dalam kedudukannya sebagai raja, pada [[1946]] ia menjadi Ketua Dewan Raja-raja se-Bali (''Paruman Agung'') dan menjadi pemimpin Bali pada saat itu yang setara dengan jabatan gubernur. Anak Agung Pandji Tisna juga unik karena beragama [[Kristen]], di tengah masyarakat Bali yang umumnya beragama [[Hindu]]. Karena itu, ia sendiri menulis bahwa karena ia beragama Kristen sementara masyarakatnya beragama Hindu, ia tidak cocok menjadi raja Buleleng.
|