Sastra Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Atsjien (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Atsjien (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
 
==Pendahuluan==
 
Jacob Sumardjo pernah menyatakan keprihatinannya soal sastra Islam. Menurutnya, Indonesia memiliki warisan sastra Islam yang amat kaya, namun sedikit sekali kajian atas jenis sastra ini, baik di zaman kolonial maupun setelah kemerdekaan. Karya-karya sastra Islam ini dapat menguak peradaban Islam Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 500 tahun<ref>Jakob Soemardjo: Sastra dan Pemberadaban di Indonesia (artikel Bentara Budaya)</ref>.
 
Menurut [[Abdurrahman Wahid]], sastra Islam merupakan bagian dari [[peradaban Islam]] yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara [[legalitas formal]] dimana sastra Islam harus selalu bersandar pada al Qur’an dan Hadits sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam dari pengalaman religiusitas (keberagamaan) seorang [[muslim]] yang tidak bersifat formal legislatif, artinya sastra Islam tak harus bersumber dari [[al Qur’an]] dan [[Hadits]] (formal) dan bersifat adoptif terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi [[sosiologis]] dan [[psikologis]] [[sastrawan muslim]] yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalaman keberagamaannya<ref>Majalah Horison, 7/1984</ref>.