Sastra Islam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 20:
Dalam [[literatur]] sastra di [[Indonesia]], sastra keagamaan, khususnya Islam, meski tidak diakui secara universal, tampaknya telah menjadi genre tersendiri. Menurut [[A. Teeuw]], dalam [[sejarah]] sastra di Indonesia, religiusitas merupakan tema universal yang menjadi tema sastra dari [[Hamzah Fansuri]] hingga Sutardji. Selain keduanya, tema ini pun juga menjadi tema pavorit (''[[an sich]]'') bagi [[Sunan Bonang]], Yasadipura II, [[Ranggawarsita III]], [[Raja Ali Haji]], [[Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi]], [[Sanusi Pane]], [[HAMKA]], [[Amir Hamzah]], [[Chairil Anwar]], [[Achdiat Karta Mihardja]], [[Bachrum Rangkuti]], [[AA. Navis]], Jamil Suherman, [[Kuntowijoyo]], [[Danarto]], dan [[Abdul Hadi WM]]<ref name="republika">Sukron Kamil: Corak Baru Genre Sastra Islam Indonesia Mutakhir, Republika, 4 Mei 2010.</ref>.
===Sastra Islam dan Nama Lain===
Menurut Sukron Kamil, di Indonesia, sastra Islam dikenal dengan banyak sebutan. Diantaranya:
:(1) sastra [[sufistik]], yaitu sastra yang mementingkan pembersihan hati (''tazkiyah an-nafs'') dengan berakhlak baik agar bisa dekat sedekat mungkin dengan Allah.
:(2) Sastra suluk, yaitu karya sastra yang menggambarkan perjalanan [[spiritual]] seorang [[sufi]] mencapai taraf di mana hubungan jiwanya telah dekat dengan Tuhan, yaitu [[musyâhadah]], penyaksian terhadap keesaan Allah.
:(3) Sastra [[transendental]], yaitu sastra yang membahas [[Tuhan]] Yang Transenden. Dan
:(4) sastra [[profetik]], yaitu sastra yang dibentuk berdasarkan atau untuk tujuan mengungkapkan prinsip-prinsip kenabian/wahyu.<ref name="republika"/>
:
==Periodisasi Sastra Islam di Nusantara==
|