Majalah Prisma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-personil +personel)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di tahun +pada tahun)
Baris 44:
=== Akhir Pembangunan, Akhir Prisma ===
 
Dalam sorotan sehubungan dengan dua puluh dua tahun usia Prisma, Richard Z. Leirissa menulis, “Suatu hal yang menggembirakan adalah bahwa dalam dasawarsa 80-an permasalahan yang mendasar seperti strategi kebudayaan juga mulai mendapat tempat yang penting... Persoalan ini sudah muncul dalam Prisma dipada tahun 1981.” Prisma, dalam edisi November 1981, memang menyuguhkan topik berjudul Perbenturan Nilai-nilai di Indonesia. Pada tahun 1987, Prisma menurunkan topik berjudul Stategi Kebudayaan: Mencari yang Lebih Tepat (Prisma, Maret 1987), yang antara lain dilengkapi dengan laporan wawancara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Kongres Kebudayaan. Penulis nomor itu antara lain Emil Salim, Umar Kayam, Arief Budiman, dan Gunawan Mohamad. Leirissa menekankan bahwa hal yang menarik dari artikel-artikel dalam edisi tersebut adalah strategi kebudayaan tetap dilihat dalam kaitan dengan strategi pembangunan.
 
Namun ada hal lain yang perlu dicatat. Sejak pertengahan tahun 1980-an penjualan Prisma mulai mengalami penurunan seiring dengan terlambatnya jadwal terbit. Yang disebut sebagai terlambatnya jadwal terbit hanyalah akibat dari semacam intellectual fatigue, kelelahan intelektual, di kalangan redaksi yang pada awal terbitnya dimaksudkan sebagai penampung, semacam Receptacle, kini dituntut untuk menjadi "penuntun" yang secara pro-aktif merumuskan soal, memahami arah kecenderungan politik dan ekonomi, teori politik dan ekonomi. Semuanya menjadi tuntutan yang boleh dibilang berlebihan bagi para pengasuh, yang ketika itu tidak ada satu pun yang memiliki ijazah Ph.D dalam bidang apa pun. Pergaulan intelektual, akademik, boleh dibilang juga terbatas. Kedua, mulai bertumbuhan pusat-pusat baru yang kecil namun tersebar di mana-mana. Dengan "dikandangkannya" mahasiswa di kampus-kampus universitas, pemerintah mensponsori jurnal-jurnal akademik di kampus. Dengan memberikan nilai kredit yang tinggi bagi tulisan di jurnal tersebut, Prisma mendapat pesaing kuat di lingkaran kampus. Ketiga di luar universitas perkembangan ilmu-ilmu sosial kritis tidak lagi melihat Prisma sebagai majalah yang tepat untuk menampung atau mengeluarkan aspirasi.