Sulalatus Salatin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
VoteITP (bicara | kontrib)
merapikan
VoteITP (bicara | kontrib)
Baris 21:
 
=== Judul naskah ===
Salah satu versi yang berkode ''Raffles 18'', dianggap versi yang pertama diterjemahkan (terjemahan bebas) ke dalam [[Bahasa Inggris]] dan diberi judul '''''Malay Annals'''''.<ref name="Raffles">Raffles, T.S., (1821), ''Malay annals'' (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).</ref> Walau versi yang pertama kali dicetak adalah hasil suntingan [[Abdullah bin Abdulkadir Munsyi]] di [[Singapura]] tahun 1831, kemudian disusul versi [[William Shellabear]],<ref name="Shellabear">Shellabear, W.G., (1915), ''Sejarah Malayu or the Malay annals'', Methodist Publishing House</ref> Namun dari dari versi-versi yang berbahasa Inggris inilah kembali diterjemahkan, dan lebih dikenal dengan judul '''''Sejarah Melayu'''''. Sementara naskah yang diterjemahkan ke [[Bahasa Belanda]] masih tetap menggunakan judul sebagaimana yang terdapat pada naskah. Kemudian sekitar tahun [[1979]], judul '''Sulalatus Salatin''' kembali digunakan oleh [[Abdul Samad Ahmad]] pada versi kompilasinya, yang kemudian diikuti oleh beberapa peneliti berikutnya.<ref>Ahmad Rizal Rahim, (2000), ''Sulalatus Salatin'', Jade Green Publications, ISBN 983929377X.</ref>
 
=== Mukadimah naskah ===
Baris 31:
Penyampaian alur cerita pada Sulalatu'l-Salatin tidak lepas dari pengaruh [[politik]] yang berkuasa pada setiap masa penulisannya, karena ada alur cerita yang tidak semua versi menyebutnya. Sisipan cerita tambahan tersebut mungkin sebagai legitimasi bagi penguasa-penguasa berikutnya di kawasan Melayu. Hal ini terlihat pada [[Bustan al-Salatin|Bustanus Salatin]], pada salah satu pasalnya terdapat silsilah keturunan [[Sultan Aceh]] yang nasabnya dirujuk sampai kepada raja Melayu dari [[Bukit Siguntang]]. Sulalatu'l Salatin menguraikan silsilah dari para raja di kawasan Melayu, bermula dari [[Sang Sapurba]] keturunan [[Iskandar Zulkarnain]], kemudian Sang Sapurba menjadi ''Maharajadiraja'' di [[Minangkabau]], dan dari tokoh ini raja-raja di kawasan Melayu diturunkan. Kemudian terdapat kisah salah seorang putra Sang Sapurba yang bernama [[Sang Nila Utama]] bergelar ''Sri Tri Buana'' mendirikan [[Singapura]]. Gelar tersebut mirip dengan gelar [[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]] dalam [[Prasasti Padang Roco]] yang bertarikh 1286, merupakan ''Maharaja'' di ''Bumi Melayu'' yang mendapat kiriman hadiah [[Arca Amoghapasa]] dari [[Kertanagara]] ''Maharajadiraja'' [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]].
 
Sulalatu'l Salatin juga menceritakan tentang ekspansi [[Jawa]] di kawasan Melayu serta juga menyebutkan tentang sepeninggal Raja [[Majapahit]], kemudian kedudukannya digantikan oleh anak perempuannya atas sokongan patihnya. Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan putra Raja [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]]. Hal ini jika dibandingkan dengan naskah Jawa [[Desawarnana]] dan [[Pararaton]], yang menceritakan tentang pergantian Raja Majapahit [[Jayanagara]] kepada saudara perempuannya [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] yang disokong oleh [[Gajah Mada]]. Ratu Majapahit ini kemudian menikah dengan ''Cakradhara'' bergelar ''Kertawardhana Bhre Tumapel'', dan nantinya melahirkan [[Hayam Wuruk]]. Berdasarkan [[Prasasti Wingun Pitu]] terdapat ''Bhre TangjungpuraTanjungpura'' sebagai salah satu ''batara'' yang memerintah di salah satu daerah bawahan pemerintahan Majapahit. Prasasti ini bertarikh 1447, kemungkinan pada masaakhir pemerintahan [[Suhita|Ratu Suhita]], dalam [[Pararaton]] Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan ''Bhra Hyang Parameswara''.
 
Secara rinci Sulalatu'l Salatin memberikan urutan nama-nama raja di [[Kesultanan Malaka|Malaka]], kemudian terdapat berita kedatangan [[Afonso de Albuquerque]] dari ''Goa'' atas perintah [[Raja Portugal]] untuk menaklukan Malaka tahun 1511 pada masa [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]]. Perang melawan penaklukan [[Portugal]] ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulai dari [[Bintan]] terus ke [[Kampar]], kemudian ke [[Johor]]. Berdasarkan kronik Cina masa [[Dinasti Ming]] disebutkan pendiri Malaka adalah ''BaiPai-li-mi-su-la'' ([[Parameswara]]) yang mengunjungi [[Kaisar Cina]] tahun 1405 dan 1409, namun nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada ''Raja Iskandar Syah''.<ref>Wake, Christopher H., (1964), ''Malacca's Early Kings and the Reception of Islam'', Journal of Southeast Asian History 5, No. 2, pp. 104-128.</ref>
 
Kemudian ada pula sisipan cerita pengiriman utusan ke [[Makassar]], yang kemudian pulang bersama seorang bangsawan [[Bugis]] yang hebat dan kemudian dikenal dengan nama [[Hang Tuah]]. Sementara dari versi lain Hang Tuah disebutkan hanyalah seorang [[nelayan]] dari [[Bintan]] namun memiliki kemahiran dalam [[silat]], kemudian diangkat menjadi ''laksamana'' dan berperan dalam menjaga [[Malaka]] dari ancaman luar. Sementara kisah kunjungan utusan Raja Malaka kepada Raja Goa di [[Sulawesi]] tidak dijumpai pada versi Raffles, Abdullah, Dulaurier, Shellabear, Winstedt, Madjoindo dan lainnya. Kisah tersebut hanya terdapat pada naskah yang disebut ada di Dewan Bahasa dan Pustaka [[Malaysia]] saja.<ref name="Samad"/> Kemungkinan munculnya kisah ini sangat berkaitan dengan cerita sebagaimana yang terdapat pada [[Tuhfat al-Nafis]].
 
Penulisan pada semua versi naskah Sulalatu'l Salatin menggunakanmengambarkan [[Abjadketerkaitan Jawi]]masing menunjukanmasing adanyakawasan pengaruhdi [[Islamnusantara]],. walauKisah pada beberapa alur ceritanya masih dijumpai adanya pengaruhkedatangan [[HinduIslam]] dan [[Buddha]] pada naskah tersebut. Kisah kedatangan Islam di [[Kesultanan Pasai|Pasai]] memberikan gambaran tentang awal dakwah Islam di kawasan Melayu. Kemudian dilanjutkan dengan cerita hubungan perkawinan antara putri Raja Pasai dengan Raja Malaka, yang menandakan Islam juga telah tersebar ke Malaka. Hubungan Pasai dan Malaka ini terus berlanjut dimana pada masa berikutnya Sultan Malaka disebutkan turut membantu memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. Laporan [[Ma Huan]] pembantu [[Cheng Ho]] menyebutkan bahwa adat istiadat seperti [[bahasa]], maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian yang digunakan masyarakat Pasai dan Malaka adalah sama.<ref>Yuanzhi Kong, (2000), ''Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 9794613614.</ref>
 
=== Bab penutup ===
Dari semua variasi naskah Sulalatu'l-Salatin, umumnya diakhiri oleh bab yang berisikan tentang kematian ''Tun Ali Hati''. Namun ada juga yang diakhiri oleh cerita serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke [[Kesultanan Johor|Johor]] (1673), kemudian ada juga sebagaimana yang terdapat pada [[Hikayat Raja Akil]] ([[Kerajaan Sukadana|Sultan Sukadana]]) yang diakhiri oleh ''Perang Palembang'' (1819-1821).
<!--- SEMENTARA DISIMPAN DULU
Ketika Peringgi [[Portugis]] menaklukkan [[Melaka]], salinan Sejarah Melayu telah dibawa ke Goa/Gowa.<ref>Terdapat pendapat menyatakan Goa di sini adalah di [[India]], atau di [[Sulawesi]]. Pendukung tempat kedua berargumen, sekiranya [[Portugis]] mengambil salinan Sejarah Melayu ke Goa, [[India]], pastinya Sejarah Melayu akan dibawa terus ke [[Eropa]] sebagai harta rampasan.{{fact}}</ref>
 
== Penulisan naskah ==
Menurut naskah Shellabear, Yang Dipertuan Raja di Hilir Sultan Abdullah Mu'ayat Syah ibni'l Sultan Abdul Jalil Syah telah mengutus Seri Nara Wangsa Tun Bambang untuk memerintahkan Bendahara Paduka Raja Tun Muhammad Mahmud ([[Tun Seri Lanang]]) pada hari Kamis, 12 Rabiul Awal 1021 bersamaan [[13 Mei]] [[1612]] agar menyunting salinan Sejarah Melayu yang dibawa oleh [[Orang Kaya Sogoh]] dari Goa/Gowa.{{fact}}
Sulalatu'l Salatin merupakan naskah tulis tangan yang ditulis pada [[kertas]] menggunakan [[Abjad Jawi]]. Dalam Sulalatu'l Salatin diceritakan bingkisan kiriman ''Batara Majapahit'' digambarkan ''nipisnya seperti kertas''. Kemudian disebutkan juga kisah [[Hang Nadim]] berkunjung ke [[India]] dan memesan kain sebagaimana sketsa yang telah ditulis sebelumnya pada kertas. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat pada kawasan Melayu telah mengenal pengunaan kertas sebagai alat tulis dalam kehidupannya.
 
Ketika itu Sultan [[Kesultanan Johor|Johor]] Lama, Sultan Alauddin Riayat Syah ibni Sultan Abdul Jalil Syah telah ditahan di Istana Raja [[Kesultanan Aceh|Aceh]], [[Sultan Iskandar Muda]].-->
 
== Rujukan ==