Haji Misbach: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{hapus|sama dengan sumber}}
'''Haji Mohamad Misbach''' ([[Surakarta]], [[1876]]–[[1926]]) memiliki posisi yang unik dalam sejarah di Tanah Air. Namanya sering disandingkan dengan [[Semaun]], [[Tan Malaka]], atau golongan kiri lainnya. Di kalangan gerakan [[Islam]], memang namanya nyaris tak pernah disebut lantaran pahamnya yang beraliran [[komunis]]. Menurut [[Misbach]], [[Islam]] dan [[komunisme]] tidak selalu harus dipertentangkan, [[Islam]] seharusnya menjadi agama yang bergerak untuk melawan penindasan dan ketidakadilan.▼
▲Lahir di [[Kauman]], [[Surakarta]], sekitar tahun [[1876]], dibesarkan sebagai putra seorang pedagang [[batik]] yang kaya raya. Bernama kecil Ahmad, setelah menikah ia berganti nama menjadi [[Darmodiprono]]. Dan usai menunaikan ibadah haji, orang mengenalnya sebagai [[Haji Mohamad Misbach]].
[[Kauman]], tempat [[Misbach]] dilahirkan, letaknya di sisi barat alun-alun utara, persis di depan [[keraton]] [[Kasunanan]] dekat [[Masjid Agung Surakarta]]. Di situlah tinggal para pejabat keagamaan Sunan. Ayah [[Misbach]] sendiri seorang pejabat keagamaan. Karena lingkungan yang religius itulah, pada usia sekolah ia ikut pelajaran keagamaan dari pesantren, selain di sekolah [[bumiputera]] "Ongko Loro".
Menjelang dewasa, [[Misbach]] terjun ke dunia usaha sebagai pedagang [[batik]] di [[Kauman]] mengikuti jejak ayahnya. Bisnisnya pun menanjak dan ia berhasil membuka rumah pembatikan dan sukses.
== Terlibat dalam politik ==
▲
Pada [[1912]] di [[Surakarta]] berdiri [[Sarekat Islam]] (SI). Bicara kepribadian [[Misbach]], orang memuji keramahannya kepada setiap orang dan sikap egaliternya tak membedakan [[priyayi]] atau orang kebanyakan. Sebagai seorang [[haji]] ia lebih suka mengenakan kain kepala ala [[Jawa]], [[Misbach]] mulai aktif terlibat dalam pergerakan pada tahun [[1914]], ketika ia berkecimpung dalam IJB ([[Indlandsche Journalisten Bond]])-nya [[Marco]]. Pada tahun [[1915]], ia menerbitkan surat kabar [[Medan Moeslimin]], yang edisi pertamanya tertanggal [[15 Januari]] [[1915]] dan kemudian menerbitkan [[Islam Bergerak]] pada tahun [[1917]]. Surat-surat kabar ini menjadi [[media]] gerakan yang sangat populer di [[Surakarta]] dan sekitarnya.
[[Marco Kartodikromo]], salah satu tokoh pergerakan pada saat itu berkisah tentang [[Misbach]]:
".. Di Pemandangan [[Misbach]] tidak ada beda di antara seorang pencuri biasa dengan orang yang dikata berpangkat, begitu juga di antara [[rebana]] dan [[klenengan]], di antara bok [[Haji]] yang bertutup muka dan orang bersorban cara [[Arab]] dan berkain kepala cara [[Jawa]]. Dan sebab itu dia lebih gemar memaki kain kepala dari pada memakai [[peci]] [[Turki]] atau bersorban seperti pakaian kebanyakan orang yang disebut "[[Haji]]".
Apa yang tersirat dari tulisan [[Marco]] adalah populisme [[Misbach]]. Populisme seorang [[Haji]], sekaligus pedagang yang sadar akan penindasan [[kolonialis]] [[Belanda]] dan tertarik dengan ide-ide [[revolusioner]] yang mulai menerpa [[Hindia]] pada jaman itu.
[[Misbach]] langsung terjun melakukan pengorganisiran di basis-basis rakyat. Membentuk organisasi dan mengorganisir pemogokan ataupun rapat-rapat umum/[[vergadering]] yang dijadikan mimbar pemblejetan [[kolonialisme]] dan [[kapitalisme]]. Bulan Mei [[1919]] akibat pemogokan-pemogokan petani yang dipimpinnya, [[Misbach]] dan para pemimpin pergerakan lainnya di [[Surakarta]] ditangkap.
Pada [[16 Mei]] [[1920]], ia kembali ditangkap dan dipenjarakan di [[Pekalongan]] selama 2 tahun 3 bulan. Pada [[22 Agustus]] [[1922]] dia kembali ke rumahnya di [[Kauman]], [[Surakarta]]. Maret [[1923]], ia sudah muncul sebagai [[propagandis]] [[PKI]]/[[SI Merah]] dan berbicara tentang keselarasan antara paham [[Komunis]] dan [[Islam]]. Bulan Juli [[1924]] ia ditangkap dan dibuang ke [[Manokwari]] dengan tuduhan mendalangi pemogokan-pemogokan dan teror-teror/[[sabotase]] di [[Surakarta]] dan sekitarnya. Walaupun bukan yang pertama diasingkan tapi ia-lah orang yang pertama yang sesungguhnya berangkat ke tanah pengasingan di kawasan [[Hindia]] sendiri.
Orang menggambarkan [[Haji Misbach]] sebagai sosok yang tak segan bergaul dengan anak-anak muda penikmat [[klenengan]] (musik [[Jawa]]) dengan tembang yang sedang populer. Satu tulisan tentang [[Misbach]] menyebutkan, di tengah komunitas pemuda, [[Misbach]] menjadi kawan berbincang yang enak, sementara di tengah pecandu [[wayang orang]] [[Misbach]] lebih dihormati ketimbang direktur [[wayang orang]].
"... di mana-mana golongan Rajat [[Misbach]] mempoenjai kawan oentoek melakoekan pergerakannya. Tetapi didalem kalangannya orang-orang jang mengakoe [[Islam]] dan lebih mementingkan mengoempoelken harta benda daripada menolong kesoesahan Rajat, [[Misbach]] seperti [[harimau]] didalem kalangannya binatang-binatang ketjil. Kerna dia tidak takoet lagi menyela kelakoeannja orang-orang yang sama mengakoe [[Islam]] tetapi selaloe mengisep darah temen hidoep bersama."
[[Takashi Shiraisi]] mengungkapkan perbedaan dinamika [[sosial]] [[Islam]] di [[Yogya]] dan [[Surakarta]]. Ini dikaitkan dengan persamaan dan perbedaan antara [[KH Achmad Dahlan]], pendiri [[Muhammadiyah]] dan, [[Misbach]], seorang [[muslim]] [[ortodoks]] yang saleh, progresif, dan hidup di [[Surakarta]].
Di [[Yogya]], [[Muhammadiyah]] yang lahir pada [[1912]] di [[Kauman]], segera menjadi sentral kegiatan kaum [[muslimin]] yang saleh yang kebanyakan berlatar belakang keluarga pegawai keagamaan [[Sultan]]. Ayah [[Dahlan]] adalah chatib amin [[Masjid Agung]] dan ibunya putri penghulu (pegawai keagamaan kesultanan) di [[Yogya]]. [[Dahla]]n sendiri sempat dipercaya menjadi chatib amin. Para penganjur [[Muhammadiyah]] umumnya anak-anak pegawai keagamaan. Kala itu [[birokrat]] keagamaan umumnya adalah alat negara sehingga, kata [[Shiraisi]], wewenang keagamaannya tidak berasal dari kedalaman pengetahuan tentang [[Islam]] tetapi karena jabatannya. Meskipun mereka berhaji dan belajar [[Islam]], masih kalah wibawa dibandingkan para kiai yang pesantrennya bebas dari negara.
Kendati demikian, reformisme [[Muhammadiyah]] berhasil menyatukan umat [[Islam]] yang terpecah-pecah. Tablig-tablignya, kajian ayat yang dijelaskan dengan membacakan dan menjelaskan maknanya di [[masjid]]-masjid, pendirian lembaga pendidikan [[Islam]], membangunkan keterlenaan umat [[Islam]]. Mereka tumbuh menjadi pesaing tangguh [[misionaris]] [[Kristen]] dan aktivis sekolah-sekolah [[bumiputera]] yang didirikan pemerintah.
Lain dengan di [[Surakarta]]. Kala itu belum ada pengaruh sekuat [[Dahlan]] dan [[Muhammadiyah]]. Ini karena di [[Surakarta]] sudah ada sekolah [[agama]] modern pertama di [[Jawa]], [[Madrasah]] Mamba'ul Ulum yang didirikan [[patih]] [[R. Adipati Sosrodiningrat]] ([[1906]]) dan [[SI]] pun sudah lebih dulu berkiprah sebagai wadah aktivis pergerakan [[Islam]]. Di [[Surakarta]], pegawai keagamaan yang progresif, [[kiai]], guru-guru [[Al-Quran]], dan para pedagang [[batik]] mempunyai forum yang berwibawa, [[Medan Moeslimin]]. Di situlah pendapat mereka yang kerap berbeda satu sama lain tersalur. Kelompok ini menyebut diri [["kaum muda Islam"]].
Beda pergerakan [[Islam]] [[Surakarta]] dan [[Yogya]], di [[Yogya]] reformis tentu juga modernis, tetapi di [[Surakarta]] kaum muda [[Islam]] memang modernis tetapi belum tentu reformis. Kegiatan keislaman di [[Solo]] banyak dipengaruhi [[kiai]] progresif tapi [[ortodoks]], seperti [[Kiai Arfah]] dan [[KH Adnan]]. Sampai suatu ketika ortodoksi yang cenderung menghindar [[ijtihad]] itu terpecah pada [[1918]].
Perpecahan kelompok [[Islam]] di [[Surakarta]] dipicu artikel yang dimuat dalam [[Djawi Hiswara]], ditulis [[Martodharsono]], seorang guru terkenal dan mantan pemimpin [[SI]]. Ketika artikel itu muncul di [[Surakarta]] tidak langsung terjadi protes, tetapi [[Tjokroaminoto]] memperluas isi artikel dan menyerukan pembelaan [[Islam]] atas pelecehan oleh [[Martodharsono]]. Seruan itu muncul di [[Oetoesan Hindia]], sehingga bangkitlah kaum muda [[Islam]] [[Surakarta]].
[[Tjokroaminoto]] membentuk [[Tentara Kanjeng Nabi Muhammad]] (TKNM), yang mencuatkan nama [[Misbach]] sebagai [[mubalig]] vokal. Mengiringi terbentuknya [[TKNM]], lahir perkumpulan [[tablig]] reformis bernama [[Sidik, Amanah, Tableg, Vatonah]] (SATV). [[Haji Misbach]] menyebar seruan tertulis menyerang [[Martodharsono]] serta mendorong terlaksananya rapat umum dan membentuk subkomite [[TKNM]]. Segeralah beredar cerita, [[Misbach]] akan berhadapan dengan [[Martodharsono]] di podium. Komunitas yang dulunya kurang greget menyikapi keadaan itu tiba-tiba menjadi dinamis. Kaum [[muslimin]] [[Surakarta]] berbondong-bondong menghadiri rapat umum di lapangan [[Sriwedari]], pada [[24 Februari]] [[1918]] yang konon dihadiri 20.000-an orang. [[Tjokroaminoto]] mengirim [[Haji Hasan bin Semit]] dan [[Sosrosoedewo]] (penerbit dan redaktur jurnal [[Islam]] [[Surabaya]], [[Sinar Islam]]), dua orang kepercayaannya di [[TKNM]]. Waktu itu terhimpun sejumlah dana untuk pengembangan organisasi ini. [[Muslimin]] [[Surakarta]] bergerak proaktif menjaga wibawa [[Islam]] terhadap setiap upaya penghinaan terhadapnya. Inilah awal perang membela [[Islam]] dari "[[kaum putihan]]" [[Surakarta]]. Belakangan, muncul kekecewaan jamaah [[TKNM]] ketika [[Tjokro]] tiba-tiba saja mengendurkan perlawanan kepada [[Martodharsono]] dan [[Djawi Hiswara]] setelah mencuatnya pertikaian menyangkut soal keuangan dengan [[H Hasan bin Semit]]. Buntutnya, [[Hasan bin Semit]] keluar dari [[TKNM]]. Beredar artikel menyerang petinggi [[TKNM]]. Muncul statemen seperti "korupsi di [[TKNM]] dianggap sudah menodai [[Nabi]] dan [[Islam]]".
Dalam situasi itu muncul [[Misbach]] menggantikan [[Hisamzaijni]], ketua subkomite [[TKNM]] dan menjadi hoofdredacteur (pemimpin redaksi) [[Medan Moeslimin]]. Artikel pertama [[Misbach]] di media ini, [[Seroean Kita]]. Dalam artikel itu [[Misbach]] menyajikan gaya penulisan yang khas, yang kata [[Takashi]], menulis seperti berbicara dalam forum [[tablig]]. Ia mengungkapkan pendapatnya, bergerak masuk ke dalam kutipan [[Al-Quran]] kemudian keluar lagi dari ayat itu. "Persis seperti membaca, menerjemahkan, dan menerangkan arti ayat [[Al-Quran]] dalam pertemuan tablig."
Sikap [[Misbach]] ini segera menjadi tren, apalagi kemudian secara kelembagaan perkumpulan [[tablig]] [[SATV]] benar-benar eksis melibatkan para pedagang [[batik]] dan generasi [[santri]] yang lebih muda. Menurut [[Shiraisi]], ada dua perbedaan [[SATV]] dibanding [[Muhammadiyah]]. Pertama, [[Muhammadiyah]] menempati posisi strategis di tengah masyarakat keagamaan [[Yogya]], sedangkan [[SATV]] adalah perhimpunan [[muslimin]] saleh yang merasa dikhianati oleh kekuasaan keagamaan, manipulasi pemerintah, dan para [[kapitalis]] non [[muslim]]. Kedua, militansi para penganjur [[Muhammadiyah]] bergerak atas dasar keyakinan bahwa bekerja di [[Muhammadiyah]] berarti hidup menjadi [[muslim]] sejati. Sedangkan militansi [[SATV]] berasal dari rasa takut untuk melakukan manipulasi, dan keinginan kuat membuktikan keislamannya dengan tindakan nyata. Di mata pengikut [[SATV]], [[muslim]] mana pun yang perbuatannya mengkhianati kata-katanya berarti [[muslim]] gadungan.
[[SATV]] menyerang para elite pemimpin [[TKNM]], kekuasaan keagamaan di [[Surakarta]], menyebut mereka bukan [[Islam]] sejati, tetapi "[[Islam lamisan]]", "kaum terpelajar yang berkata mana yang bijaksana yang menjilat hanya untuk menyelamatkan namanya sendiri." Dasar keyakinan [[SATV]] dengan [[Misbach]] sebagai ideolognya, "membuat [[agama]] [[Islam]] bergerak". [[Misbach]] kondang di tengah [[muslimin]] bukan sekadar karena tablignya, melainkan ia menjadi pelaku dari kata-kata keras yang dilontarkannya di berbagai kesempatan. Ia dikenal luas karena perbuatannya "menggerakkan [[Islam]]": menggelar [[tablig]], menerbitkan jurnal, mendirikan sekolah, dan menentang keras penyakit hidup boros dan bermewah-mewah, dan semua bentuk penghisapan dan penindasan.
== "Jangan takut, jangan kawatir" ==
[[Misbach]] sangat anti[[kapitalis]]. Siapa yang secara kuat diyakini menjadi antek [[kapitalis]] yang menyengsarakan rakyat akan dihadapinya melalui artikel di [[Medan Moeslimin]] atau [[Islam Bergerak]]. Tak peduli apakah dia juga seorang aktivis organisasi [[Islam]]. Berdamai dengan pemerintah [[Hindia Belanda]] adalah jalan yang akan dilawan dengan gigih. Maka kelompok yang anti [[politik]], anti pemogokan, secara tegas dianggapnya berseberangan dengan misi keadilan.
[[Misbach]] membuat [[kartun]] di [[Islam Bergerak]] edisi [[20 April]] [[1919]]. Isinya menohok [[kapitalis]] [[Belanda]] yang menghisap petani, mempekerja-paksakan mereka, memberi [[upah]] kecil, membebani [[pajak]]. [[Residen]] [[Surakarta]] digugat, [[Paku Buwono X]] digugat karena ikut-ikutan menindas. Retorika khas [[Misbach]], muncul dalam [[kartun]] itu sebagai "suara dari luar dunia petani". Bunyinya, "Jangan takut, jangan kawatir". Kalimat ini memicu kesadaran dan keberanian [[petani]] untuk [[mogok]]. Ekstremitas sikap [[Misbach]] membuat ia ditangkap, [[7 Mei]] [[1919]], setelah melakukan belasan pertemuan [[kring]] (subkelompok [[petani]] perkebunan). Tapi akhirnya [[Misbach]] dibebaskan pada [[22 Oktober]] sebagai kemenangan penting [[Sarekat Hindia]] (SH), organisasi para [[bumiputera]].
[[Misbach]] menegaskan kepada rakyat "jangan takut dihukum, dibuang, digantung", seraya memaparkan kesulitan [[Nabi]] menyiarkan [[Islam]]. [[Misbach]] pun sosok yang selain menempatkan diri dalam perjuangan melawan [[kapitalis]], ia meyakini paham [[komunis]]. [[Misbach]] mengagumi [[Karl Marx]], dia sempat menulis artikel [[Islamisme dan Komunisme]] di pengasingan. [[Marx]] di mata [[Misbach]] berjasa membela rakyat miskin, mencela [[kapitalisme]] sebagai biang kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. [[Agama]] pun dirusak oleh [[kapitalisme]] sehingga [[kapitalisme]] harus dilawan dengan [[historis materialisme]].
[[Misbach]] kecewa terhadap lembaga-lembaga [[Islam]] yang tidak tegas membela [[kaum dhuafa]]. Berjuang melawan [[kapitalisme]] tak membuat [[Misbach]] tidak menegakkan [[Islam]]. Baginya, perlawanan terhadap [[kapitalis]] dan pengikutnya sama dengan berjuang melawan [[setan]]. [[Misbach]] pun ketika CSI ([[Central Sarekat Islam]]) pecah melahirkan [[PKI]]/[[SI Merah]], memilih ikut Perserikatan Kommunist di Indie ([[PKI]]), bahkan mendirikan [[PKI]] afdeling [[Surakarta]].
== Masa pembuangan ==
Terkait dengan "teror-teror" yang terjadi di [[Jawa]], [[Misbach]] tetap dipercaya sebagai otaknya. [[Misbach]] ditangkap. Dalam pengusutan sejumlah fakta memberatkannya meskipun belakangan para saksi mengaku memberi kesaksian palsu karena iming-iming bayaran dari [[Hardjosumarto]], orang yang "ditangkap" bersama [[Misbach]]. [[Hardjosumarto]] sendiri juga mengaku menyebarkan pamflet bergambar [[palu arit]] dan tengkorak, membakar bangsal [[sekatenan]], dan mengebom [[Mangkunegaran]].
Namun [[Misbach]] tetap tidak dibebaskan. Dia dibuang ke [[Manokwari]], [[Papua]], beserta dengan istri dan tiga anaknya. Selama penahanan di [[Semarang]], tak seorang pun diizinkan menjenguknya. [[Misbach]] hanya dibolehkan membaca [[Al-Qur’an]]. Di pengasingan, selain mengirim laporan perjalanannya, [[Misbach]] juga menyusun artikel berseri "[[Islamisme dan Komunisme]]".
[[Medan Moeslimin]] kemudian memuat artikel Misbach tersebut,
“…agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada [[Tuhan]] Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum.”
Ditengah ganasnya alam di tempat pembuangannya, [[Misbach]] terserang [[malaria]] dan meninggal di pada [[24 Mei]] [[1926]] dan dimakamkan di kuburan [[Penindi]], [[Manokwari]], di samping kuburan istrinya.****
|