Selama waktu-waktu tersebut, Nurudin sibuk diutara, melawan dinasti artoqids, dan dipada tahun 1170 ia harus menyelesaikan persengketaan di antara keponakannya ketika Qutbudin wafat. Setelah menaklukan Mesir, Nurudin meyakini bahwa ia telah mencapai tujuannya mempersatukan Negara-negara Muslim, namun terjadi keretakan hubungan antara Nurudin dan Salahudin. Terjadi kesalapahaman di antara kedua pemimpin tersebut. Waktu itu Nurudin bermaksud mengepung kota Al Kurk. Ia menyurati Salahudin untuk mengirimkan pasukan ketempat yang disepakati. Salahudin pun berangkat dengan pasukannya menuju tempat tersebut. Selang beberapa hari Salahudin menyadari akan bahaya bila Mesir ditinggalkan. Maka ia mengirim surat kepada Sultan Nurudin tentang hal itu, dan minta maaf atas ketidakhadirannya. Salahudin pun kembali ke Mesir. Hal ini menerbitkan rasa amarah Sultan Nurudin. Ia bermaksud menyerang Mesir untuk menundukan Salahudin. Salahudin pun menggelar rapat yang dihadiri para amir untuk membahas hal ini. Atas nasehat ayahnya, Najmudin, Salahudin menyurati Sultan Nurudin yang menyatakan ketundukannya. Nurudin pun puas dalam hal ini dan membatalkan penyerangannya. Tercatat Salahudin tidak ikut serta dalam beberapa serangan yang dipimpin Nurudin dalam melawan Yerusalem dipada tahun 1171 dan 1173.
Di Tahun 1174, ketika Nurudin sedang dalam ambang penyerangan ke Mesir karena absennya Salahudin dalam penyerangan ditahun 1173( Saat itu Shalahudin menarik mundur pasukannya, karena mendapat berita ayahnya meninggal), Ia terkena demam karena komplikasi peritonsillar abscess, dan wafat di usianya yang ke 59. Putranya yang masih muda As-Salih Ismail al-Malik menjadi penggantinya. Shalahuddin mengirim utusan kepada As-Salih Ismail al-Malik dan menawarkan jasa bakti dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama sultan muda tersebut dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya