Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Sumatra Utara +Sumatera Utara)
Hareudang (bicara | kontrib)
Baris 13:
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) adalah sebuah [[lembaga swadaya masyarakat]] yang [[nirlaba]] dan [[non pemerintah]]. Didirikan pada tanggal 18 Mei 1983 oleh para kyai pengasuh pesantren terkemuka di Indonesia dan beberapa aktivis LSM tahun 1980-an, sebagai wadah aktualisasi tanggung jawab para ulama atau kyai terhadap kehidupan masyarakat dan bangsanya. Dari unsur pesantren di antaranya adalah KH.[[Sahal Mahfudz]] (Kajen). [[KH. M. Ilyas Ruhiyat]] (Cipasung), KH. Wahid Zaini (Paiton), KH. Yusuf Hasyim (Tebuireng) dan KH. Hamam Dja’far (Pabelan), sementara dari unsur LSM tahun 80-an adalah KH.[[Abdurrahman Wahid]], Dawam Rahardjo dan Sucipto Wirosarjono.<ref>Buletin Jaring, Edisi 2 April 1998, h. 8</ref> Pusat Kegiatan P3M berkantor di Jl. Cililitan Kecil III/12 Cililitan Kramat Jati Jakarta Timur.
 
Sejarah berdirinya P3M dimulai sejak ada program pengembangan masyarakat oleh pesantren yang dilakukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendahuluinya. LSM-LSM tersebut seperti LP3ES, [[Bina Desa]], Bina Swadaya, kemudian juga LSP (Lembaga Studi Pegembangan). Lembaga-lembaga LSM awal tahun 70-an itu memang banyak menggunakan Pesantren sebagai pintu masuk dalam program pengembangan masyarakat ini. Lama-kelamaan kyai-kyai yang ikut program dalam pengembangan masyarakat melalui pesantren ini melihat bahwa perlu atau alangkah lebih baiknya kalau ada sebuah LSM tersendiri yang dimotori oleh kyai-kyai pengasuh pesantren untuk menfasilitasi program [[community development]] (CD) melaui pesantren ini. Jadi bukan melalui lembaga-lembaga LSM yang sebenarnya tidak berbasis pesantren. Dengan lembaga seperti ini, P3M berdiri dari kesepakatan para kyai-kyai terkemuka di Jawa dan beberapa di luar Jawa.
 
[[Pesantren]] sebagai tempat untuk program pengembangan masyarakat, itu dimulai ketika Dawam Rahardjo memimpin pelaksanaan proyek pengembangan masyarakat melalui pesantren di LP3ES pada tahun 1970-an. Dengan mempertimbangkan akses Muslim tradisionalis ke dunia pesantren. Dawam kemudian mulai merekrut beberapa kalangan Nahdlotul Ulama (NU) untuk terlibat dalam program-program pengembangan masyarakat. Tokoh-tokoh penting di kalangan NU yang kemudian terlibat dalam program ini diantaranya KH. Abdurahman Wahid, di kalangan tokoh mudanya beberapa yang turut terlibat juga adalah Arief Mudatsir, Mufid Busyaeri, Masykur Maskub, MM. Billah, Ison Basuni dan Masdar Farid Mas’udi yang kemudian juga memimpin lembaga P3M.<ref>Hendro Prasetyo, Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan PPIM-UIN Jakarta: 2002), h. 96</ref> Maka sejak tahun 1980-an tercatat sejumlah pesantren yang menjadi sasaran proyek LP3ES, di antara pesantren tersebut adalah pesantren Al-Nuqoyah di Galuk-Galuk Madura, pimpinan KH. Abdul Basith dan pesantren Maslakhul Huda di Kajen, Jawa Tengah, pimpinan KH. Sahal Mahfudz. Di kedua pesantren ini usaha-usaha pengembangan terutama diarahkan pada masyarakat sekitar pesantren yang sangat miskin. Selain itu sasaran LP3ES lainnya juga pesantren Tebuireng di Jawa Timur, Pesantren Cipasung di Jawa Barat, dan Pesantren Pabelan di Jawa Tengah.