Pantai Lovina: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Aansentanu (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Aansentanu (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 4:
'''Sejarah Lovina'''.
Menyinggung sejarah '''Lovina''', tentunya tidak bisa lepas dengan sosok Anak Agung Panji Tisna. Sekitar 1950-an, Anak Agung Panji Tisna, pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa dan Asia. Apa yang menarik perhatian beliau terutama adalah kehidupan masyarakat di India. Dia tinggal beberapa minggu di Bombay (sekarang Mumbai). Cara hidup dan kondisi penduduk di sana, serta merta mempengaruhi cara pikir dan wawasan beliau ke depan untuk Bali, terutama pembangunan kesejahteraan
Sementara itu, Panji Tisna juga melihat suatu tempat yang ditata indah untuk orang-orang berlibur di pantai. Tanah tersebut memiliki kesamaan dengan tanah miliknya di pantai Tukad Cebol - Buleleng - Bali Utara, yang juga terletak di antara dua buah aliran sungai. Inspirasi Panji Tisna muncul untuk membangun sebuah peristirahatan seperti itu.
'''Pemunculan Lovina di Bali'''.
Kembali dari luar negeri pada tahun 1953, Anak Agung Panji Tisna segera menyatakan inspirasinya dan mulai membangun di tanah miliknya, sebuah pondok bernama "LOVINA". Tempat itu dimaksud untuk para “pelancong”, istilah sekarang “turis”, untuk berlibur. Dilengkapi dengan 3 kamar tidur utuk menginap dan sebuah restoran kecil dekat di pinggir laut.
Waktu itu, beberapa pengamat bisnis mengkawatirkan, bahwa rencana Panji Tisna tidak akan berhasil seperti yang diharapkan. Terlalu awal waktunya untuk membuat usaha sejenis itu di pantai terpencil seperti pantai di Tukad Cebol. Pengamat budaya lokal menyatakan, "Lovina" adalah sebuah kata asing, bukan
Anak Agung Panji Tisna, pada tahun 1959, menjual Penginapan Lovina kepada kerabatnya yang lebih muda, Anak Agung Ngurah Sentanu, 22 tahun, sebagai pemilik dan manajer. Bisnis ini berjalan cukup baik. Namun, tidak ada pelancong atau turis. Hanya datang beberapa teman Panji Tisna berasal dari Amerika dan Eropa, serta pejabat pemerintah daerah dan para pengusaha untuk berlibur. Merasa beruntung juga, karena pada hari-hari khusus seperti hari Minggu dan hari libur, juga pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan banyak orang termasuk pelajar yang datang menikmati suasana alam pantai.
Baris 21 ⟶ 20:
Sejak Hotel Bali Beach dibangun pada tahun 1963, pariwisata mulai dikenal di Bali. Pembangunan fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran mulai menyebar ke seluruh Bali. Para turis berbondong-bondong datang ke Bali setelah Bandara Ngurah Rai dibuka tahun 1970. Pemerintah Buleleng memprogramkan agar sektor pariwisata dipacu sebagai salah satu andalan untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pada itu, sorotan tertuju pada peran Lovina dalam kegiatan pariwisata. Maka, muncul pengakuan dan penolakan kehadiran Lovina.
'''
Di wilayah timur Buleleng, pemandian alam Yeh Sanih di desa Bukti, bangkit sebagai saingan Lovina. Pengembangan Yeh Sanih mendapat dukungan yang lebih ketimbang Lovina, baik dari pihak pengusaha maupun pengamat pariwsata. Karena Yeh Sanih “asli Bali”. Sedangkan para turis mendorong para agen perjalanan untuk lebih memilih Lovina.
Baris 29 ⟶ 28:
'''Terpendam selama 10 tahun, "Lovina" muncul sebagai "Maskot"'''.
Dunia pariwisata telah mengenal '''Lovina''' sejak lama sebagai sebuah destinasi di Bali Utara. Permintaan dari pebisnis dan agen perjalanan pun menuntut agar '''Lovina''' dihadirkan kembali. Usaha untuk mengangkat Bali Utara sebagai destinasi wisata antara lain adalah dengan kembali dengan cara mempopulerkan '''Lovina'''. Nama '''"Lovina"'''
'''Lovina pembawa berkah untuk masyarakat'''.
Lovina yang sejak lahir ditolak, tidak diakui, diragukan, dicurigai. Namun
'''Arti "Lovina"'''.
|