'''Tari Lumense''' atau '''Tarian Lumense''' adalah tarian yang berasal dari [[Tokotu'a]], [[Kabupaten Bombana]], [[Sulawesi Tenggara]]. Kata lumense sendiri berasal dari bahasa daerah setempat yakni lumemelulu yang berarti terbangkejar dan mensee'ense yang berarti melompat-lompat agak tinggi. Jadi, lumense bisa diartikan terbangberkejaran sambil melompat agak tinggi laksana terbang. Tari lumense sendiri berasal dari kecamatan [[Kabaena]]. Suku Moronene merupakan penduduk asli dari wilayah ini. Nenek moyang suku ini adalah bangsa melayu tua yang datingdatang dari hindia belakang pada zaman pra sejarah. Secara geografis, kecamatan kabaena merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaanpemerintahan Kabupaten Buton sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.
== Gerakan ==
Baris 8 ⟶ 9:
== Asal-usul ==
Di masa lalu Lumense dilakukan oleh dua orang yakni wowolia (seseorang perempuan yang kemasukan roh) dengan salah seorang perempuan lainnya yang tugasnya sebagai penabuh gendang untuk mengiring gerakan tari tanpa sadar tersbut.
Diada juga yang beranggapan masalalubahwa Taritarian Lumenselumense dilakukan dalam ritual pe-olia, yaitu ritual penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan aneka jenis makanan. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang. Tarian ini juga sering ditampilkan pada masa kekuasaan Kesultanan [[Buton]]. Seiring dengan perkembangan, fungsi tari Lumense pun mulai bergeser. Ada pendapat yang mengatakan bahwa tari Lumense bercerita tentang kondisi sosial masyarakat Kabaena saat ini. Corak produksi masyarakat Kabaena adalah bercocok tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola tradisional yaitu membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara parang yang dibawa oleh para pria menggambarkan para pria yang berprofesi sebagai petani. Simbol pohon pisang dalam tarian ini bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu klimaks dari tarian ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon pisang tumbang bencana bisa dicegah.Kekinian tari Lumense sudah tidak lagi menjadi ritual pengusiran roh. Akan tetapi, tari Lumense masih dianggap memiliki nilai spiritual. Masyarakat setempat menganggap tari lumense adalah tari “ penyembuh”.