===Banjarmasin di Masa Hindia Belanda==
Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, merupakan wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam Hindia Belanda, walaupun perlawanan rakyat baru berakhir pada tahun 1905, dengan terbunuhnya Sultan Muhammad Seman di pedalamnpedalaman Barito, Kalteng. Pada tahun 1898 Belanda kemudian mengangkat seorang Residen berkedudukan di Banjarmasin yaitu C.A. Kroesen, dengan dibantu oleh Sekretaris: E.J. Gerrits, ''Commies'' (komis): G.J. Mallien, ''Commies'' ke-2 : F.N. Messchaert dan ''landmeter en rooi meester'' : G.J. Beaupain. Sedangkan dalam Afdeeling Banjarmasin, jabatan [[Asisten Residen]] : E.B. Masthoff, Kepala polisi : C.W.H. Born, jabatan [[Ronggo]] : Kiahi Mas Djaja Samoedra, ''Luitenants der Chinezen'' : The Sin Yoe dan Ang Lim Thay, ''Kapitein der Arabieren'' : Said Hasan bin Idroes Al Habesi. Setiap kampung Belanda dipimpin [[Wijkmeester]], seperti kampung Litt. A oleh G.J. Mallien; Litt. B oleh R.R. Hennemann, Litt. C. oleh K.F. Pereira, Litt. D oleh G. Weidema, Litt. E oleh H.G.A. Henevelt. Ekspansi modal dan teritorial setelah tahun 1870 diikuti dengan imigrasi intelek Belanda dan pengusaha hingga muncullah "enclave masyarakat bule" sebagai pusat kebudayaan Barat di tengah masyarakat Banjar yang tradisional. Masyarakat kolonial yang pluralistik dengan ciri adanya pemisahan warna kulit antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai, adanya sub ordinasi politik serta ketergantungan ekonomi, dan ekslusivisme setiap golongan hidup terpisah dabn merasa lebih unggul dari yang lainnya. Dengan bertambah penduduk kulit putih yang berkuasa politis dan ekonomi atas suatu kota, timbullah hasrat untuk mengatur urusan sendiri lebih bebas dari ketentuan pemerintah kolonial. Dimana masyarakat kulit putih diberi keleluasan untuk mengatur kepentingan kelompok mereka melalui sebuah Dewan Gemeente. Penghibahan otonomi yang pertama kepada masyarakat kulit putih di Banjarmasin tercantum dalam Lembaran Negara Hindia Belanda tahiuntahun 1919 no.252 tertanggal 1 Juli 1919. Gemeente Raad Banjarmasin beranggotakan 13 orang yaitu 7 orang Eropa, 4 bumiputera dan 2 Timur Asing. Dewan ini diketuai : P.J.F.D. Van De Riveira (Asisten Residen Afdeeling Banjarmasin), dengan anggota : Pangeran Ali, Amir Hasan Bondan, B.J.F.E. Broers, A.H. Dewald, H.M.G. Dikshoorn, Mr. L.C.A. Van Eldick Theime, Hairul Ali, H.H. Gozen, Lie Yauw Pek, Mohammad Lelang, J. Stofkoper, Tjie San Tjong, J.C. Vergouwen dan sekretaris : G. Vogel. Walaupun pada kulitnya pembentukan Gemeente Banjarmasin dan [[Gemeente]] Raad menyangkut segi politik semua golongan masyarakat Banjarmasin, dalam peleksanaan selanjutnya meliputi segi-segi kepentingan golongan kulit putih semata, kepentingan pemnerintah dan pengusaha Belanda, pendidikan anak-anak kulit putih, rekreasi kulit putih, kebersihan kota, penerangan, air minum dan sebagainya seperti telihat pada jalanan kampung Belanda (Residen de Haanweg). Selanjutnya tahun 1938, Kalimantan menjadi sebuah propinsiprovinsi yang terdiri dari Karesidenan Borneo Barat, dan Karesidenan Selatan dan Timur Borneo yang berkedududkan di Banjarmasin, dengan Gubernur [[A. Haga]]. Sejak adanya Provincial Raad (Banjar Raad) sejak Agustus [[1938]] wakil Kalimantan dalam Volksraad adalah Pangeran Muhammad Ali, selanjutnya digantikan anaknya yaitu Ir. [[Pangeran Muhammad Noor]]. Masuknya Jepang ke wilayah Kalsel tanggal [[6 Februari]] [[1942]] menyebabkan gubernur Haga terpaksa mengungsi dari Banjarmasin menuju Puruk Cahu, [[Murung Raya]]. Tanggal [[10 Februari]] [[1942]], walikota Banjarmasin H. Mulder menjalani hukuman tembak oleh Bala Tentara Jepang.
==Lagu Daerah==
|