== Pergerakan Islam ==
[[Takashi Shiraisi]] mengungkapkan ada perbedaan dinamika [[sosial]] [[Islam]] di [[Yogya]] dan [[Surakarta]] masa itu. Ini dikaitkan dengan persamaan dan perbedaan antara KH [[Ahmad Dahlan]], pendiri [[Muhammadiyah]] dan, Misbach, seorang [[muslim]] [[ortodoks]] yang saleh, progresif, dan hidup di [[Surakarta]].
Di [[Yogya]], [[Muhammadiyah]] yang lahir pada [[1912]] di [[Kauman]], segera menjadi sentral kegiatan kaum [[muslimin]] yang saleh yang kebanyakan berlatar belakang keluarga pegawai keagamaan [[Sultan]]. Ayah Dahlan adalah chatib amin [[Masjid Agung]] dan ibunya putri penghulu (pegawai keagamaan kesultanan) di [[Yogya]]. Para penganjur [[Muhammadiyah]] umumnya anak-anak pegawai keagamaan. Kala itu [[birokrat]] keagamaan umumnya adalah alat negara sehingga, kata [[Shiraisi]], wewenang keagamaannya tidak berasal dari kedalaman pengetahuan tentang [[Islam]] tetapi karena jabatannya. Meskipun mereka berhaji dan belajar [[Islam]], masih kalah wibawa dibandingkan para kiai yang pesantrennya bebas dari negara. Kendati demikian, reformisme [[Muhammadiyah]] berhasil menyatukan umat [[Islam]] yang terpecah-pecah. Tablig-tablignya, kajian ayat yang dijelaskan dengan membacakan dan menjelaskan maknanya di [[masjid]]-masjid, pendirian lembaga pendidikan [[Islam]], membangunkan keterlenaan umat [[Islam]]. Mereka tumbuh menjadi pesaing tangguh [[misionaris]] [[Kristen]] dan aktivis sekolah-sekolah [[bumiputera]] yang didirikan pemerintah.
Lain halnya dengan di [[Surakarta]]., Kalakala itu belum ada pengaruh sekuat Dahlan dan [[Muhammadiyah]]. Ini karena di [[Surakarta]] sudah ada sekolah [[agama]] modern pertama di [[Jawa]], [[Madrasah]] Mamba'ul Ulum yang didirikan [[patih]] [[R. Adipati Sosrodiningrat]] ([[1906]]) dan [[Sarekat Islam]] (SI) pun sudah lebih dulu berkiprah sebagai wadah aktivis pergerakan [[Islam]]. Di [[Surakarta]], pegawai keagamaan yang progresif, [[kiai]], guru-guru [[Al-Quran]], dan para pedagang [[batik]] mempunyai forum yang berwibawa, [[Medan Moeslimin]]. Di situlah pendapat mereka yang kerap berbeda satu sama lain tersalur. Kelompok ini menyebut diri [["kaum muda Islam"]].
Dalam pergerakan [[Islam]] [[Surakarta]] dan [[Yogya]] terdapat perbedaan mencolok. Di [[Yogya]], gerakan [[Islam]] tidak hanya reformis, tapi juga modernis. Tetapi di [[Surakarta]], gerakan kaum muda [[Islam]] semua bersifat modernis tetapi tidak semua reformis. Kegiatan keislaman di [[Surakarta]] banyak dipengaruhi kiai [[kiaiprogresif]] progresif tapi [[ortodoks]], seperti [[Kiai Arfah]] dan KH [[Muhammad Adnan]]. Sampai suatu ketika ortodoksi yang cenderung menghindar [[ijtihad]] itu terpecah pada tahun [[1918]].
=== Perseteruan antar golongan Islam di Surakarta ===
Perpecahan kelompok [[Islam]] di [[Surakarta]] dipicu artikel [[Djojosoediro]] di surat kabar [[Djawi Hisworo]], yang mana pemimpin redaksinya adalah [[Martodharsono]]. Pada saat itu, [[Djojosoediro]], atas persetujuan dan dorongan dari [[Martodharsono]], menulis:
''“Ah seperti pegoeron (tempat beladjar ilmoe). Saja boekan goeroe, tjoemah bertjeritera atau memberi nasehat, keboetoelan sekarang ada waktoenja. Maka baiklah sekarang sadja. Adapon fatsal (selamatan) hoendjoek makanan itoe tidak perloe pakai nasi woedoek dengan ajam tjengoek brendel. SEBAB GOESTI KANDJENG NABI RASOEL ITOE MINOEM TJIOE A.V.H. DAN MINOEM MADAT, KADANG KLE’LE’T DJOEGA SOEKA. Perloe apakah mentjari barang jang tidak ada. Maskipon ada banjak nasi woedoek, kalau tidak ada tjioe dan tjandoe tentoelah pajah sekali.”''
Umat [[Islam]], terutama di [[Surakarta]], gempar dengan tulisan tersebut. Sebagian besar menganggap bahwa tulisan tersebut merupakan pelecehan terhadap nabi [[Muhammad]] dan umat [[Islam]]. [[Sarekat [[Islam]], sebagai organisasi [[Islam]] terbesar kala itu, merasa wajib untuk melakukan pembelaan. Untuk itu, pada awal Februari [[1918]], [[Tjokroaminoto]] telah membentuk apa yang disebut [[Tentara Kandjeng Nabi Mohammad]] (TKNM) untuk “memertahankan kehormatan [[Islam]], [[Nabi]], dan Kaum [[Muslimin]]”Muslimin”.
[[Martodharsono]] sendiri bukan orang sembarangan. Dia adalah murid [[Tirto Adhi Soerjo]], sang pemula, dan [[Raden Pandji Natarata]] alias [[Raden Sastrawidjaja]], ahli sastra dari [[Yogyakarta]]. Ketika artikelnya mulai mendapat respon dan kemarahan dari umat [[Islam]], [[Martodharsono]] pun berusaha memberikan klarifikasi di surat kabar “[[Djawi HiswaraHisworo]]”. Namun, klarifikasi tersebut tidak bisa memadamkan api yang sudah terlanjur berkobar.
=== Sidik, Amanat, Tableg, Vatonah ===
Pembentukan [[TKNM]] oleh [[Tjokroaminoto]] inilah yang kemudian mencuatkan nama Misbach sebagai [[mubaligh]] vokal. Misbach lalu menyikapi dengan segera membentuk perkumpulan [[tablig]] reformis bernama [[Sidik Amanat Tableg Vatonah]] (SATV) untuk memperkuat “kebenaran dan memajukan [[Islam]]”Islam”. Ia menyebar seruan tertulis menyerang [[Martodharsono]] serta mendorong terlaksananya rapat umum dan membentuk subkomite [[TKNM]]. Segeralah beredar cerita, Misbach akan berhadapan dengan [[Martodharsono]] di podium. Komunitas yang dulunya kurang greget menyikapi keadaan itu tiba-tiba menjadi dinamis. Kaum [[muslimin]] [[Surakarta]] berbondong-bondong menghadiri rapat umum di lapangan [[Sriwedari]], pada [[24 Februari]] [[1918]] yang konon dihadiri 20.000-an orang. [[Tjokroaminoto]] mengirim [[Haji Hasan bin Semit]] dan [[Sosrosoedewo]] (penerbit dan redaktur jurnal [[Islam]] [[Surabaya]], [[Sinar Islam]]), dua orang kepercayaannya di [[TKNM]]. Waktu itu terhimpun sejumlah dana untuk pengembangan organisasi ini. [[Muslimin]] [[Surakarta]] bergerak proaktif menjaga wibawa [[Islam]] terhadap setiap upaya penghinaan terhadapnya. Inilah awal perang membela [[Islam]] dari "[[kaum putihan]]" [[Surakarta]].
Belakangan, muncul kekecewaan jamaah [[TKNM]] ketika [[Tjokro]] tiba-tiba saja mengendurkan perlawanan kepada [[Martodharsono]] dan [[Djawi Hiswara]]Hisworo setelah mencuatnya pertikaian menyangkut soal keuangan dengan [[H Hasan bin Semit]]. Buntutnya, [[H Hasan bin Semit]] keluar dari [[TKNM]]. Beredar artikel menyerang petinggi [[TKNM]]. Muncul statemen seperti "korupsi di [[TKNM]] dianggap sudah menodai [[Nabi]] dan [[Islam]]".
Dalam situasi itu, Misbach muncul menggantikan [[Hisamzaijni]], ketua subkomite [[TKNM]] dan menjadi hoofdredacteur (pemimpin redaksi) [[Medan Moeslimin]]. Artikel pertamanya di media ini berjudul [[Seroean Kita]]. Dalam artikel itu, ia menyajikan gaya penulisan yang khas, yang kata [[Takashi]], menulis seperti berbicara dalam forum [[tablig]]. Ia mengungkapkan pendapatnya, bergerak masuk ke dalam kutipan [[Al-Quran]] kemudian keluar lagi dari ayat itu. "Persis seperti membaca, menerjemahkan, dan menerangkan arti ayat [[Al-Quran]] dalam pertemuan tablig." Sikap Misbach ini segera menjadi tren, apalagi kemudian secara kelembagaan perkumpulan [[tablig]] [[SATV]] benar-benar eksis melibatkan para pedagang [[batik]] dan generasi [[santri]] yang lebih muda.
[[SATV]] menyerang para elite pemimpin [[TKNM]], kekuasaan keagamaan di [[Surakarta]], menyebut mereka bukan [[Islam]] sejati, tetapi "[[Islam ''lamisan]]''", "kaum terpelajar yang berkata mana yang bijaksana yang menjilat hanya untuk menyelamatkan namanya sendiri." Dasar keyakinan [[SATV]] dengan Misbach sebagai ideolognya, "membuat [[agama]] [[Islam]] bergerak". Misbach kondang di tengah [[muslimin]] bukan sekadar karena tablignya, melainkan ia menjadi pelaku dari kata-kata keras yang dilontarkannya di berbagai kesempatan. Ia dikenal luas karena perbuatannya "menggerakkan [[Islam]]": menggelar [[tablig]], menerbitkan jurnal, mendirikan sekolah, dan menentang keras penyakit hidup boros dan bermewah-mewah, dan semua bentuk penghisapan dan penindasan.
Menurut [[Shiraisi]], ada dua perbedaan [[SATV]] dibanding [[Muhammadiyah]]. Pertama, [[Muhammadiyah]] menempati posisi strategis di tengah masyarakat keagamaan [[Yogya]], sedangkan [[SATV]] adalah perhimpunan [[muslimin]] saleh yang merasa dikhianati oleh kekuasaan keagamaan, manipulasi pemerintah, dan para [[kapitalis]] non [[-muslim]]. Kedua, militansi para penganjur [[Muhammadiyah]] bergerak atas dasar keyakinan bahwa bekerja di [[Muhammadiyah]] berarti hidup menjadi [[muslim]] sejati. Sedangkan militansi [[SATV]] berasal dari rasa takut untuk melakukan manipulasi, dan keinginan kuat membuktikan keislamannya dengan tindakan nyata. Di mata pengikut [[SATV]], [[muslim]] mana -pun yang perbuatannya mengkhianati kata-katanya berarti [[muslim]] gadungan.
== Pandangan politik ==
|