Kota Malang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Maroebeni (bicara | kontrib)
Maroebeni (bicara | kontrib)
Baris 30:
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut.
 
[[MalangkucecwaraMalangkuçeçwara]] yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti [[Raja Balitung]] dari [[Jawa Tengah]] yakni [[prasasti Mantyasih]] tahun [[907]], dan prasasti [[908]] yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci MalangkucecwaraMalangkuçeçwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung [[Buring]], satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.
 
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah [[Tumpang]], satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama [[Malangsuka]], yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti [[Candi Jago]] dan [[Candi Kidal]], yang keduanya merupakan peninggalan zaman [[Kerajaan Singasari]].
 
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci [[MalangkucecwaraMalangkuçeçwara]] itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu.
Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun [[1974]] di perkebunan Bantaran, [[Wlingi]], sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………”
Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad [[12 Masehi]].
 
Nama MalangkucecwaraMalangkuçeçwara terdiri atas 3 kata, yakni ''mala'' yang berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; ''angkuca'' yang berarti menghancurkan atau membinasakan; dan ''Icwara'' yang berarti "Tuhan". Sehingga, MalangkucecwaraMalangkuçeçwara berarti "Tuhan telah menghancurkan kebatilan".
 
Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan [[Mataram]] yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Baris 48:
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial [[Hindia Belanda]]. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya [[''Ijen Boullevard'']] dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
 
Pada masa penjajahan kolonial [[Hindia Belanda]], daerah Malang dijadikan wilayah "Gemente" (Kota). Sebelum tahun [[1964]], dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal [[1 April]] [[1964]], kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”“Malangkuçeçwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum [[Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka]], karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa [[Ken Arok]] kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama MalangkucecwaraMalangkuçeçwara.
 
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun [[1879]]. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.