Dimyathi Syafi'ie: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
| caption =
| birth_name =
| birth_date = [[
| birth_place = Desa Wonokromo, [[Pleret, Bantul|Kecamatan Pleret]], [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]]
| death_date = [[1959]]
| death_place = [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]], [[Arab Saudi]]
| death_cause =
Baris 74:
Hal penting lain yang diajarkan KH Dimyathi adalah pendidikan bilhal/ bifi’li. Yakni pendidikan praktek langsung, bukan hanya teori. KH Dimyathi terkenal suka mengajak para santrinya untuk bersilaturrahim. Hal ini adalah salah satu aspek pendidikan yang terus tertanam di hati para santrinya sepanjang hidup mereka.
== '''Peran KH. Dimyathi Syafi'ie Dalam Kemerdekaan RI''' ==
Pada zaman-zaman perjuangan merebut kemerdekaan, banyak sekali korban yang harus dipertaruhkan oleh bangsa Indonesia. Tak terhitung lagi korban yang telah dipersembahkan demi sebuah emerdekaan. Bukan sekedar harta dan nyawa, namun juga perasaan terhinakan karena terus dikejar-kejar dan terusir dari kampung halaman.
Namun tentu saja banyak sekali para pahlawan yang justru memanfaatkannya untuk berjuang di dua ranah, yakni perjuangan fisik dengan mengangkat senjata dan perjuangan dakwah dengan mendidik generasi penerus bangsa. Salah satu di antara sekian banyak para pahlawan bangsa yang berjuang di dalam dua medan perjuangan sekaligus ini adalah
KH Dimyathi Pengasuh [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]] [[Kabupaten Banyuwangi]].
Seorang ulama kharismatik yang telah memiliki banyak jasa bagi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Beliau adalah salah satu di antara para ulama Nahdlatul Ulama dengan andil besar dalam perjuangan fisik yang berpuncak pada meletusnya Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama. Salah satu bentuk sumbangsih nyata bagi perjuangan fisik merebut kemerdekaan adalah fatwa Beliau yang berbunyi, '''seluruh santri santri di daerah Banyuwangi selatan (kawasan Blambangan lama) wajib masuk Hizbullah.''' Fatwa ini memiliki konsekwensi yang cukup besar bagi santri-santri di kawasan Banyuwangi selatan. Dengan adanya fatwa ini, para santri memiliki tugas ganda. Pada malam hari mereka harus mengendap-endap untuk menyerang pos-pos keamanan tentara Belanda dan Jepang.
Sementara pagi harinya mereka kembali memeluk kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran agama. Walhasil sebenarnya mereka belajar di atas timbunan amunisi dan mesiu hasil rampasan dari tentara penjajah. Memang secara struktural, KH Dimyathi adalah Komandan Hizbullah '''laskar pejuang yang berafiliasi ke NU''' untuk wilayah Blambangan selatan.
Kegiatan ganda semacam ini di jalani oleh KH Dimyathi bersama dengan santri-santrinya di [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]]. Bukan tanpa resiko, selain menantang bahaya pada malam hari, mereka juga selalu diintai bahaya pada keesokan hari ketika mereka sedang mengaji. Banyaknya intel penjajah yang berkeliaran membuat keselamatan mereka selalu dipertaruhkan setiap saat.
Selain mengasuh [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]], KH Dimyathi juga dipercaya sebagai Rois Suriyah I Nahdlatul Ulama cabang Blambangan '''saat itu Banyuwangi selatan'''. Sementara pada waktu tersebut Pengurus Tanfidiyah dipercayakan kepada K Syuja’i. Keduanya, bersama para ulama lain, bahu membahu memimpin penduduk di sana untuk melawan penjajahan. Baik secara fisik maupun melawan terhadap segala dampak buruk penindasan Belanda dan Jepang, termasuk kebudayaan negative yang dibawa oleh setiap pemerintah penjajah.
Keadaan ini berlangsung terus hingga masa-masa setelah kemerdekaan. Dalam mempertahankan kemerdekaan, para santri terus melakukan penyerangan-penyerangan terhadap pos-pos tentara Belanda pada malam hari. Maka benar saja, lama kelamaan perlawanan mereka pun tercium oleh Belanda. Sehingga pondok pesantren yang dipimpinnya pun digerebek oleh tentara Belanda.
Seluruh bangunan dibakar, termasuk bangunan pesantren dan tempat tingaal KH Dimyathi diratakan dengan tanah oleh Belanda. Seluruh kitab-kitab Beliau sebanyak dua lemari besar pun habis di makan api. Karena di bawah bangunan pesantren banyak tertanam amunisi dan mesiu hasil rampasan para santri ketika bergerilya malam hari, maka akibat pembakaran semakin menjadi-jadi. Mesiu-mesiu ini mengakibatkkan api yang melalap gedung pesantren semakin menyala menjadi-jadi dan menimbulkan ledakan-ledakan hebat.
Meski para santri telah diperintahkan menyingkir dan berpencar, salah seorang santri bernama Muhammad Fadlan tertembak dan gugur pada penyerangan Belanda tersebut. Muhammad Fadlan kemudian dikuburkan sebagai syuhada dan dipindahkan ke '''Makam Pahlawan Banyuwangi''' pada tahun '''1962'''.
Sementara KH Dimyathi ditangkap oleh Belanda dan ditahan selama 27 bulan hingga pertengahan tahun 1949. Komandan Hizbullah [[Blambangan]] selatan ini sebenarnya sudah hampir dieksekusi oleh Belanda. Namun menurut beberapa cerita, ketika menjelang hari-hari eksekusi, dokumen-dokumen pidananya oleh Belanda ternyata hilang dan tidak pernah ditemukan lagi.
Sehingga eksekusi tidak pernah benar-benar dilaksanakan, sampai waktunya ia dibebaskan karena kekalahan-kelahan Belanda di Indonesia.
== '''Dedikasi KH. Dimyathi Syafi’ie Dalam NU''' ==
KH Dimyathi benar-benar menjadikan hidupnya sebagai pengabdian sepenuhnya kepada sesama, termasuk kepada orang-orang dari tanah kelahirannya, [[Yogyakarta]]. Di manapun para alumni berada, biasanya mereka mendapatkan solusi terkait relasi yang ditunjukkan oleh KH Dimyathi.
Dalam memperjuangkan NU KH Dimyathi tidak pernah melupakan silaturahmi, dibuktikan dengan keberadaan kunjungan berkala dari ketiga menteri agama Republik Indoensia ke [[Pondok Pesantren Nahdlatuth Thullabb]], yakni KH A. [[Wahid Hasjim]], KH [[Saifuddin Zuhri]] dan KH [[Ahmad Dahlan]]. Meski sudah menjadi pejabat negara di tingkat pusat, namun tamu-tamu ini tetap bersikap santai di pesantren. Mereka biasa tiduran dan bercengkerama dengan santri di pendopo pesantren.
Terpenting KH Dimyathi selalu menanamkan jiwa ke-NU-an di hati anak didiknya. Beliau menyatakan ingin hidup sebagai orang NU dan kelak jika meninggal pun sebagai orang NU.KH Dimyathi mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemajuan NU.
== '''Sekilas Kehidupan KH. Dimyathi Syafi’ie''' ==
Pandangan KH Dimyathi untuk masa depan anak-anaknya adalah tawakkal dalam artian semua garis masa depan ada pada kehendak Allah SWT, KH. Dimyathi menyatakan bahwa putra-putra saya kelak bisa mengembangkan kehidupan mereka sesuai dengan dunianya masing-masing. Sebagai orang tua do'a adalah elemen penting dalam mengarahkan kehidupan anak-anaknya, untuk itu urusan anak-anaknya Beliau pasrahkan sama Allah SWT. Termasuk kepada putra Beliau '''KH. Khamadullah Dimyathi''' yang waktu itu masih berusia balita, sudah harus ditinggal oleh KH Dimyathi untuk berpulang ke rahmatullah di tanah suci [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]].
Tokoh Kharismatik dari Blambangan selatan yang terlahir pada tahun 1912 ini yang berasal dari Desa Wonokromo, [[Pleret, Bantul|Kecamatan Pleret]], [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]], sekitar tahun 1915-an sudah harus pindah ke kawasan Blambangan selatan beserta keluarganya yang dibawa oleh Kakaknya Kyai Maksum, dan setelah banyak belajar dari Pesantren akhirnya pada tahun 1936 KH Dimyathi mendirikan pesantren untuk berdakwah di daerah Blambangan selatan.
Pada tahun 1959 setelah usai merampungkan pembangunan gedung pesantrennya dan menyediakan cukup lahan untuk para santrinya menopang kehidupan dan biaya belajar selama di sana, KH Dimyathi berangkat menunaikan ibadah haji ke [[Mekkah]] atau [[Makkah al-Mukarramah]]. Namun di sanalah rupanya Beliau datang untuk menghadap kepada Rabb-nya pada usia 47 tahun. Sebuah pemakaman tanpa penghormatan militer, meskipun Beliau selalu berada di garis terdepan dalam pertempuran melawan tentara-tentara Belanda. Selamat jalan Komandan Hizbullah Blambangan selatan. Semoga generasi masa kini dapat meneruskan perjuanganmu mengusir imperialisme dari bumi Nusantara
{{KH Dimyathi Syafi'ie}}
|