Jam Gadang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
fix |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) bukan klenteng, tapi pagoda--sesuai budaya Jepang |
||
Baris 39:
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 [[Gulden]], biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau [[markah tanah]] dan juga titik nol [[kota Bukittinggi]].<ref>travel.kompas.com [http://travel.kompas.com/read/2009/03/19/07532046/jam.gadang.gengsi.kota.bukittinggi Jam Gadang Gengsi Kota Bukittinggi].</ref>
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan [[Hindia-Belanda]], [[atap]] pada Jam Gadang berbentuk [[bulat]] dengan [[patung]] [[ayam]] jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa [[Pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]] diubah menjadi bentuk [[
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun [[2010]] oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan [[kedutaan besar]] [[Belanda]] di [[Jakarta]]. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal [[22 Desember]] [[2010]].<ref>www.republika.co.id [http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/12/23/153975-jam-gadang-selesai-diperbaiki Renovasi Jam Gadang].</ref>
|